MELAYAKKAN UNTUK SURGA

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik, yaitu satu tanah air surgawi. Sebab itu Tuhan tidak malu disebut Tuhan mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka. Ibr. 11:16

Kita mengaku bahwa kita adalah musafir dan orang asing di dunia ini, yang sedang berjalan menuju suatu negeri yang lebih baik, bahkan suatu negeri surgawi. Jikalau kita benar-benar hanya singgah saja di dunia ini, yang sedang berjalan menuju sebuah negeri dimana hanya orang kudus boleh tinggal di sana, maka pertama kita harus mengetahui dengan baik negeri itu; kita harus bertanya mengenai persiapan yang diperlukan untuk memasuki negeri itu, tata cara dan tabiat yang harus kita miliki agar boleh menjadi warga negara di sana.

Yesus, Raja negeri itu, adalah murni dan suci. Ia telah memerintahkan para pengikut-Nya, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Pet.1 :16). Jikalau di negeri itu kita akan bergaul dan bersekutu dangan Kristus dan malaikat-malaikat yang tidak berdosa, kita harus berusaha melayakkan diri kita kepada masyarakat yang seperti itu di sini.

Inilah tugas kita,—tugas kita yang paling penting. Pertimbangan dan perhatian lain adalah hal kecil. Percakapan kita, perbuatan kita, setiap tindakan kita, haruslah sedemikian rupa sehingga meyakinkan keluarga kita, tetangga kita dan dunia ini, yang kita harapkan tidak lama lagi dipindahkan ke negeri yang lebih baik itu. . . . Mereka yang imannya setiap hari diteguhkan dan dikuatkan oleh pekerjaan-pekerjaan mereka akan menjadi biasa dengan penyangkalan diri dalam menekan nafsu makan, mengendalikan keinginan-keinginan, menyelaraskan setiap pikiran dan perasaan dengan kehendak Ilahi. . . . Negeri ke mana kita sedang berjalan dalam segala hal jauh lebih menarik daripada tanah Kanaan bagi bangsa Israel dahulu. . . . Apakah yang memperlambat kemajuan mereka memasuki negeri yang baik, yang mereka sudah lihat? . . .

Ketidakpercayaan merekalah yang membuat mereka berbalik kembali dari perbatasan negeri itu. Mereka tidak rela mengambil risiko atas janji-janji Tuhan. . . . Sejarah bangsa Israel dituliskan sebagai amaran kepada kita “kepada siapa akhir dunia ini datang.” Kita sedang berdiri di perbatasan Tanah Kanaan surgawi. Kita boleh, kalau kita mau, melihat ke seberang dan memandang keindahan tanah yang baik itu. Jika kita percaya kepada janji-janji Tuhan, kita akan menyatakannya dalam pembicaraan dan perbuatan kita bahwa kita tidak tinggal di dunia ini, tetapi membuat persiapan untuk memasuki negeri kudus itu sebagai tugas kita yang utama.

 

“That I May Know Him”


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *