WAKTU UNTUK MENUTUP PIKIRAN

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

Saudara-saudaraku, janganlah kamu saling memfitnah! Barangsiapa memfitnah saudara-saudaranya atau menghakiminya, ia mencela hukum dan menghakiminya; dan jika engkau menghakimi hukum, maka engkau bukanlah penurut hukum, tetapi hakimnya. Yakobus 4:11.

Jikalau Setan dapat menggunakan orang-orang percaya bertindak sebagai penuduh saudara-saudaranya, ia akan sangat senang, karena mereka yang melakukan ini benar-benar melayani dia seperti Yudas pada waktu ia mengkhianati Kristus, walaupun mungkin mereka melakukannya dengan tidak sadar atau masa bodoh. . . .

Desas-desus atau kabar angin sering menjadi perusak persatuan di antara saudara-saudara. Ada sebagian orang yang dengan pikiran dan telinga terbuka menangkap perbuatan keji atau keonaran. Mereka mengumpulkan kejadian-kejadian kecil yang mungkin hanya sepele, tetapi yang diulang-ulangi dan dibesar-besarkan sampai seseorang dibuat menjadi pelanggar dalam kata. Semboyan mereka kelihatannya ialah, “Laporkan, dan akan kita laporkan.”

Orang-orang pembawa desas-desus ini sedang melakukan pekerjaan lblis dengan sangat jitu, tidak mengetahui betapa perbuatan mereka itu melukai hati Tuhan. Jikalau sekiranya mereka menggunakan separuh tenaga dan semangatnya yang digunakan untuk pekerjaan keji ini untuk memeriksa hati mereka, mereka akan menemukan banyak yang bisa dilakukan untuk membasuh jiwa mereka dari kekotoran, sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengecam saudara-saudaranya, dan mereka tidak akan jatuh dalam pencobaan ini.

Pintu hati dan pikiran harus ditutup terhadap “kata mereka” atau “saya dengar.” Gantinya membiarkan kecemburuan atau dugaan-dugaan jahat memasuki hati kita, mengapa kita tidak pergi menemui saudara-saudara kita, dan setelah dengan terus terang dan dengan lembut kita beberkan di hadapan mereka perkara-perkara yang kita telah dengar yang merusak kepada tabiat dan pengaruh mereka, berdoalah dengan dan bagi mereka? . . .

Marilah kita dengan tekun memupuk prinsip-prinsip lnjil Kristus yang suci, murni, bukan harga diri, tetapi kasih, kelembutan dan kerendahan hati. Kemudian kita akan mengasihi saudara-saudara kita dan menghargai mereka lebih dari diri kita sendiri. Pikiran kita tidak akan berada di sisi gelap tabiat mereka; kita tidak akan senang atas perbuatan-perbuatan yang memalukan dan berita-berita burung. Tetapi “semua yang . . . sedap didengar . . . dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu” (Fil. 4:8).

 

Inilah Hidup Yang Kekal, Hal.183

 


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *