Bertarak dalam Segala Hal
Semua orang yang dikaruniai kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bagiannya, dan untuk bersukacita daalm jerih payahnya—juga itupun karunia Allah. Pengkhotbah 5:18
Waktu yang digunakan dengan sebaik-baiknya ditujukan pada pembangunan dan pemeliharaan jasmani dan pikiran yang sehat. . . . Kehilangan kesehatan itu sangat mudah, tetapi sukar mendapatnya kembali. . . . Janganlah kita mengerdilkan atau melumpuhkan salah satu fungsi pikiran atau tubuh oleh pekerjaan terlalu keras atau salah menggunakan sebagian dari organ tubuh yang hidup itu.
Mereka yang berusaha keras melakukan pekerjaan yang amat banyak dalam satu saat, dan terus bekerja walaupun pikiran mereka menyuruh mereka harus berhenti, adalah orang-orang yang tidak pernah memperoleh keuntungan. Mereka hidup atas modal pinjaman. Mereka sedang mencurahkan tenaga yang mereka akan perlukan pada waktu yang akan datang. Dan apabila tenaga mereka yang dipakai dengan semberono diperlukan, mereka tidak Iagi memiliki tenaga itu. , . . Saat memerlukan sudah tiba, tetapi tenaga tubuh mereka sudah habis sama sekali. Setiap orang yang melanggar hukum-hukum kesehatan sekali kelak harus menderita penyakit yang lebih parah atau ringan.
Banyak dari antara tugas dan pekerjaan melelahkan dimana mereka sedang bekerja dan bertumbuh bukanlah beban yang telah diletakkan Allah ke atas mereka, tetapi adalah beban yang mereka tanggungkan ke atas diri sendiri dengan jalan melakukan hal-hal yang dilarang Firman Allah.
Tidak patut kita memaksakan diri bekerja terlalu keras. Ada kalanya hal itu penting, tetapi hanyalah suatu kekecualian, bukan sebagai peraturan. . . . Jika kita menghormati Tuhan dengan mengerjakan bagian kita, Ia akan melakukan bagianNya dengan memelihara kesehatan kita. . .. Oleh mempraktekkan pertarakan dalam hal makan, minum, berpakaian, bekerja, dan dalam segala hal, maka kita dapat berbuat untuk diri kita sendiri apa yang dokter tidak dapat lakukan bagi kita.
Janganlah berusaha memaksakan dua pekerjaan dalam satu hari.
Hidupku Kini, hal. 144