Kira-kira 70 persen dari orang dewasa muda Inggris Raya (16 – 29 tahun) mengatakan bahwa mereka tidak berafiliasi dengan agama apa pun, berdasarkan sebuah penelitian terbaru dari Universitas St. Mary di Twickenham London.
Di Republik Ceko, angka itu melonjak menjadi 91 persen, berdasarkan penelitian yang sama, dipelopori oleh Stephen Bullivant, seorang professor teologi dan sosiologi agama di sekolah itu. Di Estonia, persentase yang tidak berafiliasi berada di 80 persen; di Swedia, 75 persen orang dewasa muda mengaku tidak ikut berafiliasi; dan 72 persen dari orang dewasa muda Belanda mengatakan mereka tidak memiliki identitas keyakinan.
Terlihat seperti lagu pop lama R.E.M “Losing My Religion” tidak lagi hanya sekedar nostalgia musik belaka. Ini terjadi hampir di seluruh dataran Eropa.
Meskipun kemerosotan keagamaan dilaporkan secara luas, di Irlandia 54 persen orang dewasa muda disana menyatakan diri sebagai Katolik,” laporan dari sekolah. “Seperempat anak muda Katolik Irlandia menghadiri Misa mingguan, dan lebih dari 40 persen mengatakan bahwa mereka berdoa tiap minggunya. Angka ini berada diantara yang paling tinggi di Eropa.”
Sementara memuji statistik orang Irlandia, Bullivant mencatat perbedaan mencolok di benua tersebut: “Perbedaan dalam keagamaan – atau, sebagaimana yang mendominasi banyak Negara, yaitu non-agama – dari 16 hingga 29 tahun dalam sampel kami dari negara-negara Eropa benar-benar luar biasa. Selain itu, ada beberapa kejutan asli pada data,” katanya. “Negara-negara yang, sampai baru-baru ini, memiliki budaya agama yang kuat secara tradisional – Lithuania, Belgia, Belanda, dan Austria – terlihat berada dalam masalah besar, dalam hal generasi yang akan datang.”
Surat kabar The Guardian, yang meliputi berita-berita Amerika dan internasional bagi pembaca dunia online, memperkenalkan hasil dengan kalimat yang tidak jelas yang menyatakan bahwa survey “gamblang” menggambarkan “perjalanan Eropa menuju masyarakat pascar-Kristen.” Ini juga mencatat bahwa tujuh persen dari pemuda Inggris yang mengklaim afiliasi dengan Gereja Anglikan berisiko “disalip” oleh pemuda Muslim Inggris, yang terdiri dari enam persen kelompok usia tersebut.
Makalah ini mengutip pernyataan suram dari Bullivant: “Kekristenan sebagai standar, sebagai norma, telah hilang, dan mungkin hilang untuk selamanya – atau paling tidak untuk 100 tahun ke depan,” katanya.
Kemerosotan dalam iman ini sungguh mengejutkan bagi sebuah benua dimana Kekristenan pertama kali tersebar, sejak perjalanan misi Paulus dan berlanjut disepanjang Reformasi Protestan. Negara Jerman, dimana perdebatan Marthin Luther menyalakan api Reformasi lima ratus tahun lalu, berada di urutan tengah terkait kesetiaan populasi orang dewasa muda nya: 47 persen mengakui iman Kristen, sementara 45 persen mengatakan tidak berafiliasi sama sekali.
Angka-angka seperti itu menakjubkan mengingat akar iman di masing-masing negara. Dengan jelas, seratus tahun terakhir berisikan konflik dunia, kekecewaan, ajaran post-modern berdampak besar mendorong orang muda jauh dari iman – khusus nya sejak, sebagaimana diutarakan Bullivant pada The Guardian, orang tua modern Eropa, sedikit banyaknya, tidak memancarkan iman mereka pada anak-anak mereka.
Dalam Lukas 18:8, Yesus berkata, “Jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” Sepertinya pertanyaan yang baik untuk diangkat sekarang, mengingat kurang nya iman yang ditemukan di kalangan orang dewasa muda – bisa dibilang pemimpin masa depan Eropa.
Ini akan menjadi menarik untuk mengikuti mereka yang berumur 16 – 29 tahun sebagaimana mereka memasuki tahun-tahun dewasa mereka dan melihat seberapa banyak yang menemukan iman. Klik disini untuk sebuah artikel dari Pendeta Doug Batchelor yang bisa membantu saudara dalam menemukan dan mempertahankan iman melalui suatu fondasi yang kokoh supaya tetap tahan dengan segala macam keadaan dan perubahan zaman.
Ditulis oleh Mark A. Kellner