Amazingfacts.id: Dalam perumpamaan ini Kristus menarik perbedaan nyata antara hakim yang lalim dan Allah. Hakim itu, meskipun tidak takut pada Allah dan manusia, mendengarkan si janda karena permohonannya yang terus-menerus.
Meskipun hatinya tetap membeku, namun kegigihan si janda membuahkan hasil. Ia membenarkan janda itu, meskipun ia tidak merasa kasihan kepadanya, atau pun penderitaan si janda tidak berpengaruh apa pun baginya.
“Kata Tuhan: ‘Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihanNya yang siang malam berseru kepadaNya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka.’”
Sang hakim menyerah pada permintaan si janda hanya karena kepentingan dirinya, agar ia dapat terbebas dari kegigihan si janda. Betapa berbeda sikap Allah dalam hal doa!
Bapa surgawi kita mungkin kelihatan tak segera menjawab doa dan seruan umatNya, tetapi Ia tidak pernah berpaling dari mereka dengan acuh tak acuh. Dalam perumpamaan ini. kita diajarkan bahwa Allah mendengar doa-doa kita.
Terlalu sering kita berpikir bahwa permohonan-permohonan kita itu tidak didengar, dan kita tetap tidak percaya kepada Allah, padahal kita seharusnya meminta janji, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu. ”
Apakah doa itu hanya sekadar penyampaian jiwa kita yang lapar? Tidak; bukan penyampaian kebimbangan dan kebutuhan kita, dan tentang kebutuhan kita terhadap bantuan Allah melawan musuh kita yang jahat.
Doa dilayangkan untuk memelihara kehidupan, untuk mempertahankan setiap kekuatan dan kesanggupan, agar kita dapat memberikan pelayanan tertinggi bagi Pencipta.
Hakim yang adil tidak menolak seorang pun yang datang dengan kesedihan mendalam. Ia lebih senang dengan gerejaNya, yang sedang bergumul dengan cobaan, daripada sekumpulan malaikat mengagumkan yang mengelilingi takhtaNya.
Tidak satu pun doa yang bersungguh-sungguh hilang begitu saja. Di tengah nyanyian pujian makhluk surgawi, Allah mendengar tangisan manusia yang paling lemah. Kamu yang merasa paling tidak layak, serahkan masalahmu kepada Dia, karena telingaNya terbuka untuk tangisanmu.
“Ia yang sanggup menyerahkan PutraNya sendiri demi kita, bagaimana mungkin tidak memberikan kepada kita segala sesuatu yang lain?”
Walaupun aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku. Lukas 18:4, 5
-Suara Hati Nurani, Hlm. 128-