Menjadi Sesama Manusia yang Baik
Tetapi orang itu berkata kepada Yesus, Dan siapakah sesamaku manusia? (Lukas 10:29)
Di antara orang Yahudi pertanyaan, ”Siapakah sesamaku manusia?” mengakibatkan perselisihan yang tiada habis-habisnya. Mereka tidak memikirkan orang kafir dan orang Samaria. Orang-orang ini adalah orang asing dan musuh. Tetapi di manakah perbedaan harus ditarik di antara bangsanya sendiri dan di antara tingkat masyarakat yang berbeda-beda? . . . Pertanyaan ini dijawab Kristus dalam perumpamaan mengenai orang Samaria yang baik hati. Ia menunjukkan bahwa sesama manusia tidak hanya berarti salah seorang dari gereja atau kepercayaan di mana kita termasuk. la tidak memandang kebangsaan, warna atau perbedaan tingkat. Sesama manusia adalah setiap orang yang memerlukan pertolongan kita. Sesama manusia adalah setiap jiwa yang dilukai dan disakiti oleh musuh. Sesama manusia adalah setiap orang yang menjadi milik Allah.
Setiap orang yang berada dalam penderitaan adalah sesama kita manusia. Setiap putra dan putri Adam yang sesat, yang telah terjerat oleh musuh jiwa dan terikat dalam perbudakan kebiasaan-kebiasaan salah yang merusak sifat pria dan wanita dewasa yang dikaruniakan Allah adalah sesamaku manusia.
Sesama kita manusia bukanlah sama sekali teman-teman kita dan rekan-rekan khusus kita; mereka bukan hanya mereka yang, menjadi anggota gereja kita, atau yang berpikir sebagaimana kita berpikir. Sesama kita manusia adalah segenap keluarga umat manusia. Kita haruslah berbuat yang baik kepada semua orang, dan terutama kepada mereka yang seiman. Kita harus menunjukkan kepada dunia tentang apakah artinya membawa hukum Allah. Kita harus mengasihi Allah lebih utama dan mengasihi sesama manusia seperti diri kita sendiri.
Pada dewasa ini Allah memberi kesempatan kepada manusia untuk menunjukkan apakah mereka mengasihi sesama manusia. Orang yang benar-benar mengasihi Allah dan sesamanya manusia adalah orang yang menunjukkan kemurahan hati kepada orang yang melarat, yang menderita, yang luka, dan mereka yang siap menghadapi maut. Allah memanggil setiap ‘orang untuk menanggung tugas yang dilalaikannya, berusaha memulihkan gambar Khalik dalam diri manusia.
Hidupku Kini, hal. 234