Menjadi Sesama Manusia yang Baik
Di dalam gelap terbit terang bagi orang benar; pengasih dan penyayang orang yang adil. Mazmur 112:4
Bila ada dorongan hati yang penuh kasih sayang, ke manapun hati itu menjangkau untuk memberkati dan mengangkat orang lain, di sana akan ternyata pekerjaan Roh Kudus Allah. Di tengah kekafiran, orang yang tidak mengenal hukum Allah yang tertulis, yang belum pernah mendengar nama Kristus, telah menunjukkan kebaikan hati kepada hamba-hambaNya, melindungi mereka dengan ancaman bahaya kepada nyawanya sendiri. Perbuatan mereka menunjukkan adanya kuasa ilahi yang bekerja. Roh Kudus telah menanamkan karunia Kristus dalam hati orang yang liar, membangkitkan kasih sayangnya yang berlawanan dengan sifatnya, berlawanan dengan pendidikannya. . . . “
Kristus berusaha untuk mengangkat semua orang yang mau ditinggikan untuk bersahabat dengan Dia, agar kita boleh menjadi satu dengan Dia sebagaimana Dia adalah satu dengan Bapa. Ia mengizinkan kita berhubungan dengan kesengsaraan dan kemalangan manusia agar dapat memanggil kita keluar dari sifat mementingkan diri kita sendiri; la berusaha untuk mengembangkan dalam diri kita sifat-sifat tabiat-Nya – pengasihan, lemah lembut dan kasih. Oleh menerima pekerjaan pelayanan ini kita menempatkan diri kita dalam sekolah-Nya, untuk dilayakkan bagi istana Allah. . . .
Dengan bekerja sama dengan makhluk-makhluk sorga dalam pekerjaannya di atas bumi, kita menyiapkan persekutuannya di sorga. “Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?” malaikat di sorga akan menyambut orang yang telah tinggal di dunia “bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani.” Dalam persekutuan yang berbahagia Ini kita akan belajar, dengan kesukaan abadi, segala sesuatu yang melingkungi pertanyaan, “Siapakah sesamaku manusia?”
Tiap perbuatan kasih, tiap patah kata yang ramah-tamah, tiap doa yang dilayangkan demi kepentingan orang yang menderita dan tertekan, tercatat di depan takhta yang kekal dan ditempatkan di atas catatan sorga yang abadi.
Hidupku Kini, hal. 239