Pernahkah Anda melewati masa yang terasa lebih berat dari yang bisa Anda tanggung?
Saat Anda berseru, “Tuhan, aku tidak tahu bagaimana harus melanjutkan hidup” ?
Sebagian besar orang tidak terbuka mengenai momen-momen seperti itu, tetapi Alkitab mengungkapkannya. Alkitab tidak berpura-pura bahwa iman melindungi kita dari tekanan, kebingungan, atau penderitaan. Sebaliknya, Alkitab mengajarkan bahwa Allah menjumpai kita tepat di sana.
Kita tidak pernah memilih kesulitan. Kesulitan mengganggu rencana kita dan mengacaukan ketenangan kita. Kesulitan memperlihatkan keterbatasan kita dengan sangat jelas. Namun, Alkitab memberitahu kita bahwa momen-momen yang terasa paling rapuh dapat menjadi tempat di mana kekuatan Allah paling jelas terlihat.
Paulus menggambarkan keadaan ini dengan gambaran yang hidup dalam 2 Korintus 4:7–12 (NKJV):
“Tetapi kami memiliki harta ini dalam bejana tanah liat, supaya kelebihan kuasa itu berasal dari Allah dan bukan dari kami.” (ayat 7).
Alat-alat tanah liat di zaman kuno murah, sederhana, dan mudah pecah. Keindahannya atau kekuatannya tidaklah dihargai. Nilainya terletak pada isi yang ada di dalamnya.
Paulus memilih gambaran ini karena ada maksud tertentu. Ia mengingatkan kita akan kelemahan kita. Namun lebih dari itu, ia mengingatkan kita akan kemuliaan Allah. Kita adalah bejana-bejana itu: terbatas, rapuh, dan tidak sempurna.
Harta karunnya adalah kehadiran Allah yang menopang dan kuasa-Nya yang mengubahkan. Keajaiban ketahanan Kristen bukanlah karena kita kuat. Keajaiban itu adalah karena Allah menempatkan kekuatan-Nya dalam diri orang-orang yang tidak memiliki kekuatan.
Kemudian Paulus berbicara dengan jelas:
“Kita ditekan dari segala sisi, namun tidak hancur; bingung, namun tidak putus asa; dikejar-kejar, namun tidak ditinggalkan; ditimpa, namun tidak binasa.” (ay. 8–9)
Paulus tidak berpura-pura bahwa segala sesuatunya baik-baik saja. Dia berbicara dengan jujur, tidak menyembunyikan hal-hal yang menyakitkan. Dia berbicara dengan kejujuran seseorang yang telah merasakan beban itu sendiri.
Namun, di balik kata-katanya terdapat keyakinan yang tak tergoyahkan pada Allah. Setiap kalimat mengandung ketegangan antara pengalaman manusia dan kesetiaan ilahi.
- Ditekan — tetapi tidak hancur
- Bingung — tetapi tidak putus asa
- Dianiaya — tetapi tidak ditinggalkan
- Dihantam — tetapi tidak dihancurkan
Tekanan itu benar-benar ada. Ketidakberdayaan itu benar-benar ada. Keraguan itu benar-benar ada.
Tetapi Allah yang menopang kita juga benar-benar ada.
Harapan Kristen bukanlah menyangkal kenyataan.Harapan Kristen adalah keteguhan hati. Keteguhan hati yang suci yang berakar pada kesetiaan Allah. Dan di tempat itu, kita diingatkan bahwa kehadiran Allah lebih kuat daripada tekanan di sekitar kita.
Paulus melanjutkan:
“Selalu membawa dalam tubuh kita kematian Tuhan Yesus, agar hidup Yesus juga dinyatakan dalam tubuh kita.” (ay. 10)
Ini adalah salah satu kebenaran terdalam dalam ayat ini.
Paulus mengatakan bahwa mengikuti Yesus meliputi kematian dan kehidupan yang terjadi dalam diri kita. Kesulitan yang kita hadapi membentuk kita menjadi serupa dengan Kristus. Hal itu meruntuhkan ketergantungan diri kita. Kesulitan-kesulitan itu menghilangkan khayalan bahwa kita dapat mengendalikan segalanya. Kesulitan-kesulitan itu memberi ruang bagi sesuatu yang lebih besar: kehidupan Yesus untuk dinyatakan dalam diri kita.
Tuhan tidak membiarkan penderitaan sia-sia.
Tuhan menggunakan penderitaan untuk membentuk ketaatan yang lebih dalam, ketergantungan yang lebih dalam, dan kasih yang lebih dalam. Tempat-tempat yang terasa lemah justru menjadi tempat di mana kehidupan Yesus paling terlihat. Tuhan lalu dapat membentuk Kristus dalam diri kita.
Dan pekerjaan ini di dalam kita bukan hanya untuk kita:
“Jadi, kematian bekerja di dalam kita, tetapi hidup di dalam kamu.” (ay. 12)
Ketika Kristus bekerja di dalam kita, kekuatan yang Dia berikan seringkali menjangkau lebih jauh dari yang kita sadari. Cara kita bertahan dalam musim-musim sulit dapat secara diam-diam menguatkan orang lain. Pengalaman hidup kita akan kesetiaan Allah dapat membuka ruang bagi orang lain untuk mempercayai-Nya juga.
Ketika kamu merasa rapuh, ingatlah bahwa ini bukanlah kelemahan dalam rancanganmu. Kitab Suci secara konsisten menunjukkan bahwa Allah memilih untuk bekerja melalui orang-orang biasa dan terbatas. Menjadi bejana tanah liat bukanlah kelemahan. Itulah tempat di mana kuasa-Nya menjadi jelas.
Dan seperti seorang tukang tembikar yang membentuk tanah liat dengan tujuan tertentu, Allah bekerja dengan penuh kasih dalam tekanan yang kita rasakan. Pembentukan itu disengaja. Prosesnya bermakna. Apa yang tampak seperti beban bagi kita seringkali adalah tempat di mana tangan-Nya yang kokoh sedang membentuk sesuatu yang baru.
Allah tidak menghancurkan bejana-Nya.
Dia membentuknya.
Dia menguatkannya.
Dia mengisinya.
Saat Anda merenungkan keadaan Anda sendiri, izinkan saya bertanya:
Apa yang membuat Anda merasa tertekan hari ini?
Dalam hal apa Anda membutuhkan kasih karunia Allah yang menopang untuk menemui Anda?
Sebagai bejana tanah liat di tangan Sang Pembuat Tempayan, semoga Anda percaya bahwa setiap tekanan, setiap putaran, dan setiap sentuhan sedang membentuk Anda menjadi sesuatu yang mencerminkan kekuatan-Nya dan kemuliaan-Nya.






