Suatu kali seorang pria datang kepada Yesus dengan membawa anaknya yang sejak kecil dirasuk roh jahat yang membuatnya bisu (Markus 9:17). Keadaan anak itu sungguh memprihatinkan karena setiap kali roh jahat itu merasukinya maka “roh itu membantingkannya ke tanah, mulutnya berbusa, giginya berkertakan dan tubuhnya menjadi kejang (ayat 18).” Dia sudah meminta murid-murid Yesus untuk mengusir roh jahat itu namun mereka tidak dapat melakukannya.
Saat anak itu dihadapkan kepada Yesus, Alkitab mengatakan bahwa “anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa (ayat 20).” Bahkan dalam beberapa kesempatan situasinya menjadi lebih gawat karena “seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. . . (ayat 22).” Kabar baiknya bahwa anak itu disembuhkan setelah Yesus menegur ketidakpercayaan orang tua anak itu yang kemudian membuat dia menyatakan imannya kepada Yesus (ayat 22-24).
Beberapa saat kemudian saat murid-murid bersama dengan Yesus tanpa ada orang lain, mereka bertanya kepada Guru mereka: “Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu? (ayat 28).” Untuk menjawab pertanyaan para murid-Nya kemudian Yesus mengatakan, “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa (ayat 29).” Dalam Alkitab terjemahan King James Version (KJV) dan Internasional Standar Version (ISV), ada satu hal yang tidak disebutkan di dalam Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia, yaitu PUASA. Untuk kisah yang sama namun yang dituliskan dalam Kitab Matius, selain mengatakan tentang berdoa, Yesus juga menyebutkan berpuasa (Matius 17:21).
Berbicara mengenai puasa, maka ada beberapa hal yang dapat kita bahas :
- Tujuan puasa.
- Cara menjalankan puasa.
- Puasa yang yang tidak berkenan di hadapan Tuhan.
- Puasa yang dikehendaki Tuhan.
Tujuan Puasa
Pernahkah Anda berpuasa? Dan apa yang menjadi tujuan Anda saat berpuasa? Kebanyakan orang berpuasa ketika dia berada dalam pergumulan dan membutuhkan jawaban pasti dari Tuhan. Dengan harapan bahwa Tuhan menuntun dan menjawab segala pergumulan dan harapan-harapannya.
Selain alasan tersebut, yang memang menjadi faktor umum seseorang berpuasa dan memang tidak ada yang salah dengan hal itu, ada satu ayat di dalam Perjanjian Lama yang dapat memberikan perspektif dan makna lain tentang tujuan berpuasa. “Kemudian di sana, di tepi sungai Ahawa itu, aku memaklumkan puasa supaya kami merendahkan diri di hadapan Allah kami dan memohon kepada-Nya jalan yang aman bagi kami, bagi anak-anak kami dan segala harta benda kami (Ezra 8:21).”
Berdasar ayat tersebut, hal pertama yang menjadi tujuan seseorang berpuasa adalah untuk belajar “merendahkan diri.” Dalam beberapa ayat, kebiasaan berpuasa dibarengi dengan sikap mengenakan kain kabung dan abu sebagai alas tidur sebagai penekanan gestur untuk merendahkan diri (1 Raja-raja 21:27, Nehemia 9:1, Ester 4:3, Yesaya 58:5). Terlepas dari beberapa kebiasaan yang dipraktikkan saat berpuasa, tujuan seseorang berpuasa adalah untuk merendahkan diri. Jika Anda punya masalah dengan merendahkan diri di depan manusia dan sering merasa harga diri sepertinya sedang tercabik-cabik, maka berpuasa menjadi solusi untuk menolong Anda mengatasi masalah tersebut.
Hal berikutnya yang dinyatakan mengenai tujuan berpuasa di dalam Ezra 8:21 adalah “memohon kepada-Nya jalan yang aman.” Dalam beberapa terjemahan seperti KJV dan ISV, frase tersebut diterjemahkan sebagai “mencari dari-Nya jalan yang benar.” Tidak menjadi masalah jika Anda berpuasa untuk mencari jalan yang aman dari Tuhan, namun menarik juga saat frase itu dimaknai untuk mencari jalan yang benar dari Tuhan. Barangkali Anda sedang bergumul dengan beberapa pilihan dalam jalan hidup, dan Anda bingung mana yang harus Anda pilih. Hal tersebut terkadang menjadi lebih rumit dari sekadar memilih di antara beberapa opsi, namun juga tentang apakah seseorang memilih sesuatu yang benar yang di hadapan Tuhan.
Seharusnya menjadi kekhawatiran bagi kita jika memilih jalan yang tidak tepat. Dampak pilihan itu tidak hanya bagi kita namun juga bagi keluarga kita, entah itu orang tua, pasangan maupun anak-anak. Bisa jadi saat ini sebagian dari Anda sedang bergumul untuk memilihkan sekolah bagi anak-anak kecil Anda. Mungkin Anda mengharapkan sekolah yang akan memberikan pendidikan terbaik bagi mereka, namun sebagai orang tua Anda juga perlu memikirkan apakah di sekolah tersebut anak-anak juga diajar untuk mengenal Tuhan dengan cara terbaik. Maka untuk dapat membuat pilihan sekolah yang tepat bagi anak Anda, cobalah untuk berpuasa.
Atau mungkin sebagian dari Anda bergumul untuk memilih pekerjaan dari beberapa opsi yang tersedia. Jenjang karier dan gaji yang layak pasti menjadi daya tarik yang menjanjikan, namun tentunya faktor yang sangat layak untuk dipertimbangkan adalah pekerjaan atau tempat yang lebih sedikit menghadirkan pencobaan, yang bisa saja membuat Anda kehilangan integritas. Dunia mungkin akan mengejek kita sebagai orang yang lemah ketika menghindari pekerjaan dan tempat rawan dengan jerat pencobaan, namun Yesus sendiri yang mengajarkan untuk minta kepada Bapa agar “janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat (Matius 6:13).” Sehingga, selain berdoa, mungkin Anda perlu berpuasa agar dapat melihat jalan Tuhan yang benar dalam memilih pekerjaan.
Manfaat lain dari berpuasa bila ditinjau dari segi kesehatan mental, maka dapat memberikan ketenangan pikiran, mengurangi stres, kecemasan, dan risiko depresi, serta meningkatkan suasana hati, daya tahan mental, dan kemampuan berpikir. Selain itu, puasa juga dapat membantu meningkatkan rasa empati, kontrol diri, dan kepekaan sosial. Manfaat dari berpuasa terhadap segi kesehatan secara umum, Anda dapat membacanya lebih lanjut di sini (https://amazingfacts.id/8-manfaat-kesehatan-yang-luar-biasa-dari-berpuasa-sekali-seminggu/?amp=1).
Cara Menjalankan Puasa
Dengan beberapa tujuan dan manfaat puasa di atas, bagaimana seseorang dapat menjalankan puasa? Satu agama menginstruksikan umatnya untuk berpuasa sejak subuh hingga matahari terbenam setiap hari selama satu bulan penuh. Namun bagaimana kata Alkitab? Salah satu kitab yang menuliskan tentang puasa adalah Imamat. Dalam Imamat 23 yang membahas mengenai hari raya tahunan, beberapa kali perintah untuk berpuasa dituliskan. Salah satunya di ayat 32 yang menyebutkan berpuasa selama 24 jam penuh, dari matahari terbenam hingga matahari terbenam keesokan harinya.
Di ayat lain, dalam Hakim-hakim 20 tentang pertempuran antara orang Israel dengan salah satu suku mereka, yaitu Benyamin, diceritakan bahwa mereka berpuasa hingga senja (ayat 26), tanpa disebutkan kapan puasa itu dimulai. Dari konteks ceritanya kemungkinan besar mereka tidak berpuasa selama 24 jam.
Di dalam 2 Samuel 1 mengisahkan ketika seorang tentara Saul datang kepada Daud dengan sebuah kabar bahwa Saul, Yonatan dan tentara Israel telah mati karena pertempuran melawan Filistin. Mendengar itu Daud dan pengikutnya mengoyakkan pakaian, meratap dan menangis, bahkan mereka juga berpuasa hingga matahari terbenam karena begitu berduka dengan kabar itu (ayat 12). Sama seperti dalam Hakim-hakim 20:26, dalam kisah ini juga tidak disebutkan kapan mereka mulai berpuasa.
Dalam beberapa kisah lain disebutkan mengenai berpuasa selama tujuh hari (2 Samuel 31:13, tiga hari (Ester 4:16), dan tentu saja yang paling diingat adalah puasa yang Yesus lakukan selama empat puluh hari (Matius 4:2). Jadi tidak ada aturan baku mengenai berapa lama puasa harus dilakukan dan juga tidak ada petunjuk tentang berpuasa wajib dilakukan pada hari tertentu. Beberapa orang mengatakan bahwa hari Sabat menjadi waktu terbaik untuk berpuasa, namun tidak ada petunjuk pasti dari Alkitab tentang hal itu.
Jadi, saat berbicara mengenai hari yang dapat Anda pilih untuk berpuasa maka Anda dapat mempertimbangkan faktor berikut: Berpuasa untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan dan menjalin komunikasi dengan Tuhan lewat berdoa agar dapat memahami jalan, maksud dan rencana Tuhan bagi hidup Anda. Dengan demikian pilihlah satu hari di mana Anda dapat lepas dari segala kesibukan dan aktivitas sehari-hari.
Namun bukan berarti berpuasa harus dilakukan dengan cara seperti itu. Kita dapat berpuasa dengan tetap menjalankan aktifitas kita (dibahas lebih lanjut di bagian akhir pembahasan ini).
Mengenai berapa lama berpuasa, itu juga bukan hal wajib untuk 24 jam atau tujuh hari penuh. Sebagaimana arti berpuasa, maka tentu itu waktu di mana kita menahan dan menyangkal diri dari makan. Namun sesungguhnya bukan berarti harus tanpa makan sama sekali. Bagi Anda yang memiliki masalah kesehatan, Anda dapat berpuasa selama beberapa jam (contoh 12 jam) dan selama waktu itu Anda membebaskan diri dari makanan berat namun tetap dapat minum air dan memakan makanan ringan (contoh: buah). Bahkan bagi Anda yang tidak memiliki masalah kesehatan, juga tidak perlu merasa bersalah atau tidak maksimal jika Anda berpuasa dengan cara yang demikian.
Di bagian depan otak kita (frontal lobe), itulah tempat di mana perkara rohani dapat dipahami dengan baik, untuk memutuskan antara yang benar dengan yang salah, dan organ otak yang menolong kita untuk lebih peka dengan segala jalan dan rencana Tuhan. Ketika seseorang berpuasa maka kinerja organ pencernaan menjadi lebih ringan, dan aliran darah dapat secara maksimal mengalir melalui pembuluh darah di kepala, sehingga otak depan (frontal lobe) berada dalam keadaan optimal untuk menerima segala perkara rohani dan menjadi lebih peka dengan maksud Tuhan. Dengan demikian kita berada dalam keadaan terbaik dalam menimbang dan membuat keputusan untuk semua rencana dan pergumulan kita.
Puasa yang Tidak Diperhatikan Tuhan
Anda dapat berpuasa selama empat puluh hari seperti yang Yesus lakukan, namun ternyata mungkin saja Tuhan tidak mengindahkan itu. Alkitab pernah menyinggung mengenai hal ini di dalam Yesaya 58:3-5, “’Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?’ Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi. Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada TUHAN? ”
Dari ayat di atas, sekalipun seseorang berpuasa dan merendahkan diri sambil ‘menyiksa diri’ dengan cara menundukkan kepala, membentangkan kain karung dan menjadikan abu sebagai alas tidur, namun Allah mengabaikannya jika seseorang melakukannya dengan terus fokus kepada urusan sekuler, merugikan orang lain, bertindak jahat di mata Tuhan dan bertengkar dengan sesama.
Puasa yang Diperhatikan Tuhan
Lalu bagaimanakah puasa akan diperhatikan Tuhan? Masih Yesaya 58 dan sekarang di ayat 6-7, “Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!”
Sebagaimana yang telah kita bahas di atas, Anda dapat berpuasa dengan mengkhususkan hari itu sebagai waktu hanya antara Anda dengan Tuhan saja, dan dalam cara lain Anda juga dapat tetap beraktifitas. Namun di dalam aktifitas yang Anda lakukan, masukkan jenis kegiatan sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Yesaya 58:6-7. Berpuasa memang untuk membangun hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi sebagaimana makhluk sosial dan umat Tuhan di dunia maka kita perlu untuk bersimpati, berempati dan menunjukkan belas kasihan kepada sesama manusia.
Ketika puasa dilakukan dengan cara yang berkenan di hadapan Tuhan, maka janji-Nya bagi kita bahwa “pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu. Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! . . . (Yesaya 58:8-9).”
Selain berpuasa dari makanan, kita perlu mempertimbangkan berpuasa dari perkara lain. Esensi dari berpuasa adalah menyangkal diri. Jadi kita dapat berpuasa dari gadget, bisnis, kesenangan dan dari semua hal yang selama ini menguras fokus dan mengalihkan perhatian kita dari Tuhan dan perkara rohani. Ini adalah rehat dari semua hal yang menyita waktu dan mengganggu hubungan antara kita dengan Pencipta dan Penebus kita.