Oleh: Doug Batchelor
Sebuah Fakta Menakjubkan
Ilmu pengetahuan memberitahu kita bahwa cahaya terdiri dari 3 sinar utama, atau kelompok-kelompok panjang gelombang. Sinar-sinar ini berbeda satu sama lain, dan jika satu sinar tidak ada, cahaya tidak akan terbentuk. Setiap sinar memiliki fungsinya masing-masing. Sinar pertama memulai, sinar kedua menerangi dan sinar yang terakhir menyelesaikan. Sinar pertama seringkali disebut cahaya yang tidak terlihat, ia tidak bisa dilihat maupun dirasakan. Sinar kedua bisa dilihat dan dirasakan. Sementara cahaya ketiga tidak kelihatan tapi bisa dirasakan panasnya.
Seperti cahaya, “Tuhan kita yang esa” dinyatakan dalam 3 pribadi yang berbeda yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus. “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”1 Yohanes 5:7.
Mata Pelajaran Tertinggi
Trinitas merupakan salah satu pokok doktrin yang paling banyak membangkitkan perdebatan panas di kalangan umat Kristiani. Tidak sedikit gereja yang pecah karena bertengkar soal isu yang mengelilingi sifat dari ke-Allahan (godhead).
Persoalan seputar sifat Allah bukanlah hal baru. Sejak penciptaan, manusia dengan tekun telah berusaha untuk mengerti dan menjelaskan tentang Tuhan. Dalam kitab Ayub, Zofar mengeluarkan isi hati semua manusia ketika ia mengatakan,”Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa? Tingginya seperti langit—apa yang dapat kaulakukan? Dalamnya melebihi dunia orang mati—apa yang dapat kauketahui? ”(Ayub 11:7,8).
John Wesley menambahkan,”Tunjukkan kepada saya seekor ulat yang dapat memahami manusia dan akan saya tunjukkan kepada Anda manusia yang dapat memahami trinitas Tuhan.”
Pembelajaran tentang Tuhan adalah yang terpenting—mata pelajaran tertinggi yang dapat dipelajari oleh manusia. Dan karena Tuhan mengungkapkan diriNya sebagai Allah yang kekal, dan kuasa, kehadiran serta pengetahuanNya dahsyat, maka bidang studi tentang Dia lebih dalam, lebih lebar dan lebih luas daripada bidang studi apapun.
“Seperti tingginya langit dan bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”(Yesaya 55:9). Pikiran manusia yang terbatas tidak akan pernah dapat memahami sepenuhnya segala sesuatu tentang Allah yang kekal, sama seperti kita tidak bisa melompat ke bintang dengan kaki kita yang lemah ini. Oleh sebab itu, kita harus mempelajari misteri ilahi ini dalam takut akan Tuhan dan kerendahan hati yang dalam. Seperti Musa, ketika ia datang ke hadirat Allah, kita pun harus melepaskan kasut kita,”sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.”(Keluaran 3:5). Dengan mengesampingkan ide-ide dan pendapat yang sudah ada di benak kita, serta pikiran yang sempit sajalah maka kita bisa datang kepada Firman Tuhan dan mempelajari apa yang Tuhan ingin ungkapkan tentang diriNya. Akan tetapi ingat, bahwa hanya Tuhan sendiri yang dapat sepenuhnya memahami diriNya. Bahkan setelah melalui penelitian yang tekun sekalipun, kita mungkin masih akan memiliki pertanyaan tidak terjawab yang akan terus dipelajari bahkan hingga kekekalan.
Satu Masalah Besar
“Tapi tunggu,” kata seseorang,”Jika alkitab mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan, lantas bagaimana 1 Tuhan bisa terdiri dari 3 pribadi?” Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa hanya ada satu Tuhan. Selama lebih dari 3.000 tahun, orang Yahudi telah mengulangi Ulangan 6:4,”Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” Ayat suci ini disebut shema dan telah dijunjung tinggi dan dihafalkan oleh orang-orang Yahudi yang setia selama berabad-abad.
Yesaya mencatatkan kesaksian Tuhan mengenai diriNya. “Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: “Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku. …. Adakah Allah selain dari pada-Ku? Tidak ada Gunung Batu yang lain, tidak ada Kukenal!””(Yesaya 44:6,8). Yesus juga mengajarkan tentang “satu-satunya Allah yang benar”(Yohanes 17:3) dan Paulus menuliskan,”Karena Allah itu esa.”(1 Timotius 2:5).
Meskipun kebanyakan orang setuju dengan kebenaran pokok ini, namun perdebatan panas seputar implikasinya yang lebih dalam telah membara sepanjang sejarah gereja. Apakah ini berarti ada satu orang yang memiliki 3 gelar berbeda? Atau ada 3 sosok terpisah yang kemudian secara misterius menyatu menjadi satu? Apakah Yesus hanyalah seseorang yang baik, yang diciptakan untuk menebus kita, dan hanya Tuhanlah satu-satunya Allah? Ada juga orang yang meyakini bahwa Bapa dan Anak adalah benar-benar Allah tetapi Roh Kudus hanyalah kuasa yang melaksanakan perintah Bapa dan Anak. Semua pandangan yang berbeda ini memiliki pendukung setianya masing-masing. Mari kita selidiki dasar dari pandangan-pandangan ini dan bandingkan dengan alkitab.
Hanya Yesus?
Pada abad ke-3, Sabellius, seorang imam Libya yang tinggal di Roma, mengajarkan bahwa Allah adalah satu pribadi dengan 3 gelar yang berbeda. Pandangan ini disebut modalisme. Menurut pandangan ini, Bapa, Anak, dan Roh Kudus mewakili gelar berbeda yang dikenakan Tuhan, tergantung bagaimana Ia ingin berkomunikasi dengan manusia pada saat itu. Ini serupa dengan air, yang bisa mengambil wujud padat, cair ataupun gas.
Namun demikian, Bapa, Anak dan Roh Kudus bukanlah 3 peran yang dimainkan oleh satu pribadi. Gereja menganggap gagasan Sabellius ini bertentangan dengan ajaran alkitab, dan ia pun dengan segera dikucilkan. Namun hingga kini, Sabellius masih memiliki pengikut pada hari ini dan ajarannya disebut “Kesatuan” (Oneness) atau “Hanya Yesus”. Yesaya 9:6 dimana Mesias (atau anak yang dijanjikan) disebut sebagai ‘Bapa yang Kekal’, digunakan sebagai dasar alkitab untuk kepercayaan ini.
Akan tetapi ajaran Kesatuan ini mengabaikan fakta bahwa Anak datang ke dunia untuk mengungkapkan karakter Allah Bapa kepada dunia yang sedang mengalami kebutaan rohani. Yesus berdoa kepada Bapa-Nya di taman Getsemani,”Oleh sebab itu ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada. Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu.” (Yohanes 17:5,6). Hanya Yesus satu-satunya yang dapat mengungkapkan Bapa, karena Ia adalah gambar wujud dari Bapa (Lukas 10:22; Ibrani 1:3)
Sehingga ketika para murid menanyakan Yesus bagaimana rupa Bapa, Ia dapat mengatakan,”Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.”(Yohanes 14:9). Karakter Yesus sangat mencerminkan karakter Bapa sehingga Ia dengan sempurna memantulkan Bapa, hingga Ia disebut,”Bapa yang Kekal”. Alasan lain mengapa Yesus disebut Bapa yang Kekal adalah karena dunia ini dan segala isinya diciptakan melalui Kristus. Jadi secara nyata, Yesus adalah bapa kita (Ibrani 1:2, Yohanes 1:3)
Yesaya 9:6 adalah satu-satunya tempat di alkitab dimana Yesus disebut sebagai Bapa. Perhatikan bahwa Yesus juga memanggil diriNya Anak Manusia, saudara kita, gembala kita, sahabat kita dan juga imam kita. Membangun ajaran di atas sebuah ayat alkitab adalah sama bodohnya seperti membangun fondasi rumah di atas satu batu. Alkitab berulang kali membedakan antara Bapa dan Anak. Ketika Yesus berada di bumi, Ia memanggil kepada BapaNya yang di surga. “Bapa kami di surga” (Matius 10:32). Ia selalu melayangkan doanya ke surga kepada Bapa dan menyatakan bahwa Bapa memiliki kehendak sendiri. “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”(Lukas 22:42). “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.”(Lukas 23:46). Kemudian Ia wafat dan bangkit kembali, Ia naik ke surga ke “sebelah kanan Allah”(Roma 8:34). Ini mengindikasikan bahwa Bapa memiliki hadirat tersendiri.
Faktanya, Yesus mengatakan bahwa Ia bukanlah Bapa lebih dari 80 kali. Meskipun mereka selalu memiliki satu tujuan dan satu asal, Yesus dan Bapa jelas merupakan pribadi yang terpisah dan berbeda. Dan dalam beberapa kesempatan, Bapa berbicara kepada Yesus dari surga.”lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan:”Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” ”(Matius 3:17). Yesus dan Bapa jelas adalah dua pribadi yang berbeda atau Yesus adalah seorang ahli pembicara perut yang hebat.
Apakah Yesus benar-benar Allah?
Pertanyaan kelompok lainnya adalah apakah Yesus benar-benar memiliki semua karakteristik dari Allah yang kekal? Kelompok ini berasal dari Arius, seorang imam Alexandria dari abad ke-4. Ia mengajarkan bahwa sebelum menciptakan segala sesuatu, Allah menciptakan Anak yang tidak setara juga tidak sekekal Bapa. Gagasan yang disebut Arianisme ini, menyebut Yesus sebagai makhluk supranatural, namun Ia tidak sepenuhnya manusia dan tidak sepenuhnya ilahi. Ada juga orang lain yang mengusung versi lain dari doktrin ini, bahwa sebelum dunia dijadikan, Allah Bapa membangun hubungan intim kosmik dengan Roh Kudus dan Yesus adalah hasilnya. Alasan mereka,”Kalau tidak bagaimana kalian bisa memanggil Yesus, Anak?”
Namun demikian, konsep ini benar-benar bertentangan dengan ajaran Perjanjian Baru dimana Yesus diungkapkan sebagai Pencipta Kekal dan bukan ciptaan (Yohanes 1:1-4). Ketika kita membandingkan definisi alkitab untuk Tuhan dan catatan alkitab tentang Yesus, kita dapat melihat bahwa karakteristik Yahwe juga dimiliki oleh Yesus. Perhatikan contoh-contoh kuat berikut ini:
- Ia ada sebelum segala sesuatu ada. (Yohanes 1:1-4, 14:6). Hanya Bapa yang demikian (Mazmur 90:2)
- Yesus menjelaskan bahwa diriNya kekal.”Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.” (Wahyu 1:8)
- Ia adalah hidup kekal dan Ia memiliki hidup yang kekal (1 Yohanes 5:11, 12, 20)
- Ia sangat berkuasa (Wahyu 1:8)
- Ia menciptakan segala sesuatu (Yohanes 1:3).”Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.” (Kejadian 1:1). “Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.”(Kolose 1:16).
- Bapa bahkan memanggil Yesus Allah.”Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘Takhta-Mu ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.’”(Ibrani 1:8)
- Yesus dapat mengampuni dosa (Lukas 5:20,21); dan alkitab mengatakan hanya Allah yang dapat mengampuni dosa (Yesaya 43:25)
- Yesus menerima penyembahan yang menurut 10 hukum hanya diperuntukkan bagi Yang Mahakuasa (Matius 14:33). “Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: ‘Salam bagimu.’ Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya serta menyembah-Nya.”(Matius 28:9). Setelah melihat Juruselamat yang bangkit, Tomas yang peragu bahkan mengaku,”Ya Tuhanku dan Allahku!”(Yohanes 20:26-29)
- Bahkan malaikat pun menyembah Yesus.”Dan ketika Ia membawa pula Anak-Nya yang sulung ke dunia, Ia berkata: “Semua malaikat Allah menyembah Dia.’”(Ibrani 1:6)
- Alkitab juga mengajarkan bahwa hanya Tuhan yang mengetahui isi hati manusia (1 Raja-raja 8:39). Dan Yesus secara konsisten mengetahui apa yang dipikirkan oleh manusia. “sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.” (Yohanes 2:24). “Kata Natanael kepada-Nya: “Bagaimana Engkau mengenal aku?” Jawab Yesus kepadanya:”Sebelum Filipus memanggil engkau, Aku telah melihat engkau di bawah pohon ara.”’”(Yohanes 1:48)
- Melalui Roh, Yesus maha hadir. “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”(Matius 28:20). “Sebab Aku menyertai engkau dan tidak ada seorang pun yang akan menjamah dan menganiaya engkau, sebab banyak umat-Ku di kota ini.”(Kisah para Rasul 18:10)
- Ia memiliki kuasa untuk memberikan kehidupan, dan bahkan membangkitkan diriNya sendiri. “Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali.”(Yohanes 11:25). “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.”(Yohanes 11:25)
Jadi dengan mempertimbangkan definisi utama dari Tuhan, dan melihat bahwa Yesus memenuhi setiap definisi tersebut, jelas bahwa Yesus adalah Allah yang kekal.
Para Musuhnya Tahu
Bahkan musuh Yesus pun mengerti dan menyadari pengakuanNya tentang kesetaraanNya dengan Allah Bapa. Ketika Ia dengan berani menyatakan,”Aku dan Bapa adalah satu.” Pemimpin Yahudi sangat marah dan berusaha untuk membunuhNya. Mereka mengerti dengan jelas bahwa Yesus sedang mengaku sebagai Allah. “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.”(Yohanes 10:30,33).
Orang Yahudi bahkan berusaha untuk melempari Kristus dengan batu ketika Ia menggunakan gelar Yahwe yang telah ada sebelum dunia dijadikan. Yesus berkata kepada mereka,”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah.(Yohanes 8:58,59).
Orang Yahudi mengerti bahwa Yesus mengklaim kesetaraan dengan Allah, ketika Ia berkata,”Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga.” Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya dengan Allah. (Yohanes 5:17,18).
Hanya ada tiga kesimpulan yang bisa diambil setelah membaca tulisan di atas. Pertama, Yesus tidak waras ketika Ia membuat pengakuan-pengakuan yang luar biasa itu. Kedua, Ia adalah pembohong. Kedua pilihan ini tidak dapat diterima. Kemungkinan ketiga adalah bahwa Ia mengatakan kebenaran sejati. Bagi seorang Kristen yang menerima penebusan lewat kematian Kristus di kayu salib, pilihan ketigalah yang dapat diterima. Sebab, tidak mungkin seorang pembohong dan orang yang tidak waras cukup benar untuk menjadi Juruselamat kita.
Kesalahan pada Abad Pertengahan?
Pandangan kekristenan mengenai Tuhan yang paling banyak dianut oleh umat Kristen mungkin adalah “trinitas”. Kepercayaan populer ini mengajarkan bahwa ke-Allahan terdiri dari tiga pribadi berbeda yang telah ada dalam kekekalan, yaitu Bapa, Anak (Yesus Kristus), dan Roh Kudus. Masing-masing pribadi memiliki kehidupan sejak semula yang tidak didapat dari siapa pun dan tidak dipinjamkan. Mereka sama-sama Tuhan dalam sifat, karakter dan tujuan. Mereka bukanlah 3 “allah”, tapi merupakan satu Allah dengan kombinasi 3 pribadi berbeda.
Sebagian orang menyebutkan bahwa trinitarianisme adalah ajaran sesat karena menurut mereka ajaran itu diperkenalkan oleh gereja pada abad pertengahan. Faktanya, untuk membedakan mereka dari versi trinitas Katolik, banyak pemimpin Protestan dari abad ke-19 lebih suka menggunakan istilah alkitabiah yaitu ke-Allahan ketika merujuk pada Allah tritunggal. (Kolose 2:9).
Namun demikian, hanya karena gereja yang murtad mempercayai ajaran trinitas atau ajaran lainnya, tidak berarti bahwa ajaran tersebut secara otomatis menjadi tidak alkitabiah. Begitu pula sebaliknya. Suatu pandangan tidak langsung menjadi benar hanya karena beberapa pimpinan gereja mula-mula mendukungnya. Bahkan para Rasul sekalipun awalnya menyalahartikan maksud dari kedatangan Yesus yang pertama. Validitas dari suatu ajaran harus didasarkan pada otoritas alkitab dan bukan berdasarkan siapa yang mendukungnya atau menolaknya.
Perjanjian Lama ditulis jauh sebelum gereja Kristen yang sejati dan yang murtad ada. Dan Perjanjian Lama mengajarkan bahwa ada 3 pribadi di Ke-Allahan. Di kitab Yesaya, sang Penebus yaitu Yesus Kristus di Perjanjian Baru (Galatia 4:4-5), menyatakan bahwa “Tuhan ALLAH, dan Roh-Nya” lah yang mengutus Yesus dalam misi penebusan (Yesaya 48:16,17 NKJV).
Beberapa orang berpikir karena kata “trinitas” (yang berasal dari bahasa latin trinitas yang berarti tiga) tidak ada dalam alkitab, maka konsep Allah tritunggal tidak mungkin benar. Namun demikian, kata “milenium” yang berarti 1.000 tahun juga tidak ada di Wahyu 20. Kita menggunakan kata itu untuk menggambarkan 1.000 tahun istirahat di bumi setelah kedatangan Yesus yang kedua kali. Suatu pengajaran tidak menjadi kurang kebenarannya hanya karena istilah tambahan digunakan untuk menjelaskan suatu ajaran alkitab. Ini juga berlaku untuk trinitas, kedatangan kedua, pengadilan pemeriksaan, dan istilah-istilah lainnya.
Satu Allah, Tiga Pribadi
Nama-nama Allah mengungkapkan bagian-bagian dari sifatNya. Allah sejak dahulu kala telah biasa menggunakan beragam nama untuk menggambarkan sifat orang tertentu. Yakub mendapatkan namanya yang berarti “penipu” ketika ia melakukan penipuan untuk mencuri berkat yang diberikan ayahnya untuk kakaknya, Esau (Kejadian 27:35,36). Ketika ia bertobat, Yakub bergulat dengan malaikat dan memaksa Tuhan untuk memberkati dia. Kemudian namanya pun diubah menjadi “Israel” yang berarti “pangeran bersama Tuhan” (Kejadian 32:26-28).
Demikian juga nama untuk Allah ditemukan di kitab Kejadian dan kitab-kitab lainnya, memberitahu kita volume dari Pencipta kita. “Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita…’”(Kejadian 1:26). Kata Ibrani untuk Allah di sini adalah Elohim. Yang merupakan kata jamak yang digunakan lebih dari 2.700 kali di Perjanjian Lama. Ini berarti para penulis yang diinspirasi oleh Roh Kudus memilih untuk menggunakan Elohim 10 kali lebih banyak daripada bentuk tunggal “El” ketika mereka menjelaskan tentang Allah. Bahkan di kitab Daniel, kita melihat gambaran Bapa dan Anak sebagai 2 pribadi yang berbeda. “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari langit seorang seperti Anak Manusia; datanglah Ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan Ia dibawa ke hadapan-Nya”(Daniel 17:3). Anak Manusia yaitu Yesus, tampak datang kepada Yang Lanjut Usianya—yang jelas adalah Allah Bapa.
Tulisan di Perjanjian Baru juga dihiasi dengan konsep satu Tuhan dengan 3 pribadi ilahi sepenuhnya yang bersatu. Rasul Paulus menuliskan bahwa ada tiga pribadi ilahi: “satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua. Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.”(Efesus 4:4-6).
Di tulisannya, Paulus sering menyebutkan 3 pribadi berbeda dalam Ke-Allahan. “Kasih karunia Tuhan Yesus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.” (2 Korintus 13:14). “betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.”(Ibrani 9:14).
Kitab Wahyu dibuka dengan perkenalan 3 pribadi dalam Ke-Allahan. “dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya, dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja di bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya—dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya,–bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.”(Wahyu 1:4b-6).
Sebagai tambahan, kita melihat dengan jelas 3 pribadi berbeda ketika Yesus dibaptis. “Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.””(Matius 3:16,17).
Jika Yesus adalah satu-satunya pribadi dalam Ke-Allahan, dari mana suara dari atas yang menyatakan,”Inilah Anak-Ku yang Kukasihi”? Apakah Ia membagi tiga diriNya menjadi suara dari surga, merpati yang turun dari langit, dan tubuhNya di tepi sungai? Tidak. Ini adalah reuni agung yang menunjukkan kebenaran trinitas. Dan yang terutama, adalah melalui otoritas bersama antara tiga pribadi ini kita diperintahkan untuk membaptis. “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,”(Matius 28:19).
Kesatuan atau Jumlah?
Sebagian besar kebingungan yang terjadi sehubungan jumlah pribadi dalam Ke-Allahan muncul dari kesalahpahaman pada kata “satu”. Singkatnya, kata “satu” di alkitab tidak selalu berarti jumlah angka. Tergantung konteksnya, kata “satu” bisa saja berarti kesatuan.
Kita melihat prinsip ini muncul di awal Alkitab. “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”(Kejadian 2:24). “Satu daging” di sini tidak berarti bahwa pasangan yang menikah melebur menjadi satu manusia setelah pernikahan mereka. Akan tetapi itu berarti mereka dipersatukan menjadi satu keluarga. Yesus berdoa agar murid-muridNya menjadi satu, “Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu…”(Yohanes 17:22,23a).
Kita perlu mengetahui bahwa ketika Musa berkata, “TUHAN itu Esa” (Ulangan 6:4), saat itu bangsa Israel dikelilingi oleh bangsa-bangsa yang menyembah banyak dewa yang selalu bertempur dan bermusuhan satu sama lain. Sementara Allah Pencipta terdiri dari 3 pribadi terpisah yang menyatu sempurna dalam misi menyelamatkan dan memelihara ciptaanNya. Ketika Roh melaksanakan kehendak Bapa dan Anak, itu juga merupakan kehendak Roh.
“Sebab ada tiga yang memberi kesaksian [di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”(1 Yohanes 5:7). Bagaikan satu tali yang terbentuk dari tiga jalinan, tiga pribadi Bapa, Anak dan Roh Kudus membentuk satu Allah.
Allah diungkapkan di Alam
Meskipun tidak ada sesuatu apa pun di dunia ini yang dapat menggambarkan tentang Allah, Paulus menyatakan bahwa “apa yang tidak nampak dari pada-Nya…sejak dunia diciptakan” dapat menolong kita untuk memahami “kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya(godhead)” (Roma 1:20). Kebenaran bahwa Allah adalah tritunggal yang terdiri dari dua pribadi tak kelihatan (Bapa dan Roh Kudus) dan satu pribadi yang terlihat (Yesus) adalah nyata pada waktu penciptaan.
Jagad raya terdiri dari 3 struktur yaitu: ruang, zat dan waktu. Dari antara tiga struktur ini, hanya zat yang dapat dilihat. Ruang membutuhkan panjang, tinggi dan lebar untuk dapat dibentuk. Setiap dimensinya terpisah dan berbeda, namun ketiga hal itu membentuk ruang—jika Anda menyingkirkan tinggi, maka Anda tidak akan mendapatkan ruang. Waktu juga merupakan kesatuan dari tiga yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan. Dua hal tidak kelihatan yaitu masa lalu dan masa depan dan satu yang terlihat yaitu masa kini. Manusia juga merupakan kesatuan dari tiga komponen yaitu fisik, mental dan spiritual. Sel-sel membentuk struktur dasar unit dari semua makhluk hidup. Semua kehidupan organik dibentuk dari sel-sel yang terdiri dari 3 bagian utama yaitu: dinding luar, sitoplasma dan nukleus (seperti cangkang telur, putih telur dan kuning telur). Jika satu bagian disingkirkan, maka sel itu akan mati.
Untuk setiap contoh di atas, penyingkiran pada salah satu komponen berujung pada kehancuran secara menyeluruh. Dengan cara yang sama, ke-Allahan terdiri dari 3 pribadi berbeda: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Masing-masing adalah Allah (Efesus 4:6; Titus 2:13; Kisah para Rasul 5:3,4), namun demikian hanya ada satu Allah. Penyingkiran pada satu pribadi akan menghancurkan kesatuan secara keseluruhan.
Bahkan cerita injil pun menggambarkan saling ketergantungan antara 3 pribadi ini. Bait Suci terdiri dari 3 bagian, pelataran, tempat Kudus dan tempat Maha Kudus. Ada tiga tahap keselamatan yaitu: pembenaran, pengudusan dan pemuliaan. Dalam Yesaya 6:3, para malaikat yang mengelilingi takhta Allah berseru: “Suci, Suci, Suci” tiga kali—satu untuk Bapa, satu untuk Anak dan satu untuk Roh Kudus.
Sumber Kesalahpahaman
Hampir semua ayat alkitab yang digunakan oleh mereka yang menentang trinitas menggambarkan Yesus sebagai “allah yang lebih rendah”. Hal ini timbul dari kegagalan mereka untuk mengerti reinkarnasi. Yesus, Allah Anak, meninggalkan keilahiannya ketika Ia datang ke bumi. Bagaimana lagi Ia bisa hidup sebagai Allah di tengah-tengah manusia?
“Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging,”(Roma 8:3).
“Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.”(2 Korintus 8:9).
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”(Filipi 2:5-8).
Kita juga melihat dengan jelas bahwa sebelum dan sesudah reinkarnasinya, Yesus kembali bersinar dengan kemuliaan ilahi yang tak bisa redup. “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.”(Yohanes 17:5). “Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat,”(Ibrani 2:9a).
Jika Allah Anak tidak menyelubungi kemuliaanNya ketika Ia datang ke bumi, maka manusia tidak akan tahan terhadap kehadirannya yang menyilaukan.
Siapa yang Melebihi Siapa?
Mari kita memberanikan diri maju lebih jauh ke tanah yang kudus. Ketika kita memikirkan misteri ke-Allahan, kita menyadari bahwa sepertinya ada urutan kekuasaan pada tiga pribadi di trinitas. Ingatlah bahwa meskipun ketiganya memiliki sifat yang sama, dan seimbang dalam kekuatan dan kemuliaan, namun nampaknya Bapa merupakan pemegang kekuasaan tertinggi. “Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah.”(1 Korintus 3:23). “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu…kepala dari Kristus ialah Allah.”(1 Korintus 11:3). Anak terus menerus menerima kemuliaan, kuasa dan takhtaNya serta hakNya sebagai hakim dari Bapa (Yohanes 3:35; Yohanes 5:22). Benar, bahwa Allah Bapa lah yang “memberikan” AnakNya. Faktanya, meskipun itu tidak salah, kita tidak pernah diperintahkan untuk berdoa kepada Yesus ataupun Roh Kudus—melainkan kepada Bapa di dalam nama AnakNya. Namun meskipun Bapa tampaknya memiliki otoritas tertinggi, itu sama sekali tidak mengurangi keilahian Yesus dan Roh Kudus.
Di antara tiga pribadi di ke-Allahan, kita tidak melihat adanya tuntutan untuk jadi yang terutama, persaingan untuk diakui ataupun pertunjukan kekuatan. Justru hal sebaliknya yang terjadi. Faktanya, Bapa, Anak dan Roh Kudus tampaknya selalu berusaha untuk menonjolkan dan memuliakan satu sama lain. Bapa ingin memuliakan Anak. Anak hidup untuk memuliakan Bapa, dan Roh Kudus hidup untuk memuliakan Bapa dan Anak (Yohanes 17:15; 16:14; 13:31,32).
Teman atau Musuh?
Adalah suatu kesalahan untuk menyelesaikan topik yang agung ini tanpa membahas satu lagi penyimpangan pada ajaran trinitas. Ada kelompok Kristen lain yang sungguh-sungguh yang percaya bahwa meskipun Bapa dan Anak adalah pribadi yang berbeda, namun mereka melihat bahwa Roh Kudus hanyalah kekuatan kosmik atau esens—kuasa tanpa kepribadian yang melaksanakan atau hanya sekedar alat untuk melaksanakan kehendak Bapa dan Anak.
Kita bisa memahami mengapa Roh Kudus tampaknya adalah pribadi tersulit dalam ke-Allahan untuk digambarkan dan dijelaskan. Kadang Ia disebut holy ghost –KJV (roh kudus), yang memberikan kesan “hantu” (ghost berarti hantu). Alkitab menggambarkannya seperti angin, api, burung merpati, air dan bahkan pembela!
Namun ketika kita mempertimbangkan sifat-sifat dari Roh Kudus, dengan segera kita dapat melihat Ia adalah individu yang terpisah, unik dan cerdas.
Roh Kudus memimpin dan menuntun. “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran”(Yohanes 16:13). Benar bahwa peta atau GPS dapat memimpin Anda, tapi tidak ada orang yang memanggil peta itu “Ia”. Akan lebih mudah bagi Yesus untuk mengatakan, “apabila itu datang,” akan tetapi Yesus menyebut Roh Kudus “Ia” lebih dari 15 kali. Mengapa Tuhan bersusah-susah untuk memberi wujud pada kekuatanNya sendiri hingga pada tahap memberinya perasaan, pikiran dan kata-kata sendiri?
Roh Kudus juga menghibur. “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” Saya tidak pernah melihat seorang anak yang kesepian berlari ke vacuum cleaner untuk minta dipeluk—hanya makhluk cerdas yang dapat memberikan pertolongan. Sebelum naik ke surga, Yesus menjanjikan akan mengirim seorang Penolong yang lain; dalam bahasa Yunani paraclete yang berarti penasihat, penghibur, pendukung, penolong, teman dan suporter. (Yohanes 14:16,17,26; 15:26.27; 16:7-15). Ini semua merupakan karakter yang dimiliki oleh seseorang atau teman. Jika Roh Kudus hanyalah kekuatan aktif dari Tuhan, maka ayat Yohanes 16:7,8 tidak masuk di akal,”adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Apabila Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman;” Jelas dari ayat di atas bahwa Roh Kudus akan hadir secara pribadi lebih banyak setelah Yesus terangkat. Jika Roh Kudus hanyalah energi, maka tidak ada penjelasan atau logika yang dapat menjawab pertanyaan mengapa Ia tidak bisa datang kecuali kalau Yesus pergi.
Roh Kudus bahkan dapat didukakan (Efesus 4:30). Mobil-mobil memiliki karakteristik dan keistimewaan masing-masing. Seringkali mereka bahkan tampak seperti memiliki “kepribadian”. Akan tetapi mobil-mobil ini tidak dapat merasakan duka. Mereka juga tidak bisa bicara seperti Roh Kudus. “Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’”(Kisah Para Rasul 8:29). Ada program komputer yang dapat mengeluarkan suara, tapi mereka tidak dapat menciptakan pemikiran yang diilhamkan. Kitab suci diilhamkan oleh Roh Kudus (2 Petrus 1:21).
Kita juga membaca di Wahyu 1:4,5, ada doa kasih karunia dan damai sejahtera dari Bapa, Anak dan Roh Kudus. Kita harus bertanya, mengapa Yohanes meletakkan Roh Kudus di antara Bapa dan Anak jika ia tidak memandang Roh Kudus sebagai makhluk cerdas ilahi sebagaimana Bapa dan Anak?
Jika Roh Kudus hanya kekuatan ilahi, maka mengapa lebih fatal akibatnya jika seseorang menghujat Roh Kudus, daripada menghujat Yesus? “Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak.”(Matius 12:31,32). Pengertian dari penghujatan adalah “tindakan,kata-kata ataupun tulisan sia-sia dan menghina kepada Tuhan.” Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa Roh Kudus pasti adalah Tuhan! Itulah mengapa Petrus mengatakan bahwa dusta kepada Roh Kudus adalah dusta kepada Allah (Kisah Para Rasul 5:3,4).
Roh Kudus dapat menjadi saksi (Ibrani 10:15). Di semua pengadilan di dunia, hanya yang hidup yang dapat dipanggil menjadi saksi. Terakhir, Roh Kudus disebut memiliki pikiran sendiri (Roma 8:27).
Dengan jelas kita dapat melihat bahwa Roh Kudus bukan sekedar kekuatan, namun pribadi ketiga pada ke-Allahan. Meskipun Ia adalah Roh, namun Ia memiliki semua sifat dari seorang individu. Roh Kudus dengan gamblang dijelaskan sebagai seseorang yang dapat berbicara, mengajar, menuntun, membuat pilihan, bersaksi, menghibur dan dapat berduka. “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.”(2 Korintus 13:14).
Kasih di Kayu Salib
Kebenaran mengenai Allah tritunggal juga dapat ditemukan di dalam injil. Sebagai contoh, di kitab Yohanes kita membaca bahwa karena begitu besar kasih Allah Bapa akan dunia ini sehingga Ia mengirimkan Allah Anak agar kita dapat dilahirkan kembali oleh Allah Roh Kudus (Yohanes 3:8, 13, 16, 17).
Namun terutama di bukit Golgotalah doktrin trinitas betul-betul memiliki arti dan bukan sekedar sumber pertengkaran antar denominasi. Sebelum penciptaan bumi, Allah tritunggal berdiskusi tentang potensi pemberontakan manusia dan kejatuhannya. Lewat lensa ilahi yang maha tahu, Tuhan melihat teror kengerian yang akan disebabkan dosa kepada dunia. Sehingga sebelum manusia diciptakan, telah diputuskan bahwa Yesuslah yang akan meninggalkan takhta surga dan menjadi penebus manusia. Yesus adalah “Anak Domba yang tersembelih, daripada asas dunia ini” (Wahyu 13:8 Terjemahan Lama, 1 Petrus 1:19-20).
Jika Yesus hanyalah sosok super yang diciptakan, maka kematianNya untuk penebusan manusia menjadi tidak lebih berarti dari seorang malaikat yang mati untuk kita. Jika Yesus bukan Tuhan sendiri, maka malaikat atau makhluk lain yang diciptakan tidak berdosa juga dapat menebus kita. Dan ini akan mendukung tuduhan setan bahwa Tuhan itu egois dengan menunjukkan bahwa Ia hanya mau mengorbankan ciptaanNya dan bukan diriNya sendiri.
Pengoyakan pada Trinitas
Poin lain untuk dipertimbangkan adalah bahwa dosalah penyebab perpisahan manusia dari Tuhan (Yesaya 59:2). Dosa umat manusia dibebankan kepada Allah Anak (Yesaya 53:6). Ketika Yesus disalibkan, menderita karena dosa kita, setiap unsur tubuhnya terkoyak sebagaimana hubungan kekalNya dengan Bapa dan Roh Kudus terkoyak. Dalam penderitaan Ia berseru, “Allah-Ku (Untuk Bapa), Allah-Ku (Untuk Roh Kudus), mengapa Engkau meninggalkan Aku?”(Matius 27:46). Jika hanya ada satu pribadi dalam ke-Allahan, tidak akan ada kesakitan yang luar biasa karena perpisahan saat hidup ditarik dari Yesus.
Risiko sebenarnya dari rencana penebusan, selain hilangnya manusia, adalah terpecahnya ke-Allahan. Jika Yesus berbuat dosa, Ia akan menjadi bertentangan dengan tujuan Roh Kudus dan BapaNya. Kuasa kebaikan akan kalah dengan kuasa kejahatan. Apa yang akan terjadi dengan seluruh ciptaan? Siapa yang akan dipandang oleh dunia yang belum jatuh dalam dosa sebagai yang benar? Satu dosa dapat membuat ke-Allahan dan seluruh jagad raya berputar dalam kosmik kekacauan; risiko bencara ini begitu mengerikan. Namun ke-Allahan masih tetap mau mengambil risiko demi menyelamatkan manusia. Hal ini mengungkapkan kedalaman kasih Allah yang luar biasa.
Kesimpulan
Augustine, orang hebat yang takut akan Tuhan, suatu kali berjalan di tepi pantai. Ia sedang mengalami kebingungan mengenai doktrin trinitas. Sementara ia sedang merenungkannya, ia mengamati seorang anak laki-laki memegang cangkang kerang dan berlari bolak balik, memenuhi cangkangnya dengan air laut lalu menuangkannya ke lubang yang dibuat kepiting di pasir. “Apa yang sedang kaulakukan, Nak?” tanya Augustine. “Oh,” sahut anak itu, “aku sedang berusaha menuangkan seluruh air laut ke dalam lubang ini.” Augustine pun mendapatkan suatu pelajaran.
Sambil berlalu, Augustine berkata, “Itulah yang sedang berusaha saya lakukan; saya mengerti sekarang. Berdiri di tepi waktu, saya sedang berusaha memasukkan ke pikiran saya yang terbatas ini hal-hal yang tidak terbatas.” Demikian juga, mari kita mencukupkan diri dengan yang ada dan membiarkan hal-hal yang di luar pemikiran manusia untuk disimpan Tuhan dahulu.
Betapa tinggi hati dan tidak masuk akalnya jika kita beranggapan bahwa kita mengetahui segalanya tentang Tuhan! “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!” (Roma 11:33). Jika kita dapat memecahkan misteri Tuhan sepenuhnya seperti memecahkan suatu kode genetik, maka Ia akan berhenti menjadi Tuhan.
Namun demikian, ada cukup banyak hal tentang Tuhan yang telah diungkapkan untuk menjadi berkat bagi kita. “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya,” (Ulangan 29:29a). Apa yang diungkapkan di sini adalah bahwa pengajaran tentang trinitas ini pastilah penting bagi Tuhan. Pelayanan Yesus dimulai dan diakhiri dengan penekanan pada tiga pribadi di ke-Allahan. Bapa, Anak dan Roh Kudus hadir ketika Yesus dibaptis dan Ia terangkat ke surga. Yesus memerintahkan murid-muridNya untuk membaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Kesaksian Alkitab mengindikasikan bahwa ke-Allahan tidak bisa dipisahkan menjadi tiga Allah dan juga tidak melebur menjadi satu pribadi. Allah tritunggal bukan saja menciptakan kita, tapi mereka juga mengasihi kita dan membuat rencana luar biasa untuk menyelamatkan dunia yang hilang dari dosa dan memulihkan kita kembali ke hadiratNya di surga.
“Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.”(2 Korintus 13:14) Amin.