Oleh: Joe Crews
Mengapa orang-orang Kristen menderita?
Beberapa cerita yang paling dramatis dan penuh petualangan dalam Alkitab adalah berkaitan dengan kemunculan nabi Elia yang dahsyat. Seperti bintang jatuh dia bercahaya dalam kegelapan dan merubah karakter dari sebuah bangsa dalam waktu yang singkat.
Hanya sedikit yang diketahui mengenai latar belakang reformator yang merubah warna Israel ini. Dipanggil oleh Tuhan dari pegunungan terjal Gilead, dia melangkah masuk menuju istana raja Ahab sementara kemurtadan berada dalam titik tergelapnya. Berapi-api oleh kemarahan yang kudus, dia menghadapi pemimpin jahat Israel dengan kata-kata penghakiman. “Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan” (1 Raja-raja 17:1). Setelah menyampaikan pekabaran yang diinspirasikan, nabi pemberani itu diperintahkan Tuhan untuk menyembunyikan dirinya di padang sunyi di tepi sungai Kerit. Di sana Tuhan menyediakan kebutuhannya, dimana burung-burung gagak mengantarkan makanan kepada buronan terisolasi itu selama tahun-tahun kekeringan yang dinubuatkan.
Seiring tanah kering-kerontang dan retak-retak di bawah sinar matahari yang panas, setiap tumbuhan hijau mati karena kekurangan air. Tetapi Elia dicukupi kebutuhannya oleh pelayanan misterius dari burung-burung gagak. Sebagai tambahan dari roti dan daging yang dibawa oleh burung-burung, Tuhan menyediakan kelimpahan air yang menyegarkan dari sungai yang mengalir didekatnya.
Sungguh sebuah gambaran sempurna akan kuasa dan kesediaan Tuhan untuk peduli pada kebutuhan fisik hamba-Nya yang setia! Dengan sukacita kita merenungkan adegan kelimpahan yang menyenangkan itu. Nabi itu tidak mengalami masalah. Sementara dimana-mana orang-orang menderita dari teror kekeringan, tetapi Tuhan tidak mengizinkan anak-anak-Nya yang penurut kekurangan apapun. Tanpa lelah, burung-burung gagak terbang dua kali sehari membawa makanan baginya, dan sungai selalu menyediakan suplai air yang memberikan kehidupan.
Apakah kita tidak melihat situasi yang sama pada masa kita? Tuhan yang sama dengan Tuhannya Elia masih mencukupi kebutuhan anak-anak-Nya. Nabi itu berjalan sesuai kehendak Tuhan, dan berkat yang dijanjikan itu tidak pernah gagal. Bukankah demikian?
Mari kita lihat lebih lanjut apa yang dikatakan Alkitab: “Pada waktu pagi dan petang burung-burung gagak membawa roti dan daging kepadanya, dan ia minum dari sungai itu. Tetapi sesudah beberapa waktu, sungai itu menjadi kering” (1 Raja-raja 17:6,7).
Dapatkah kalian bayangkan kekagetan dan kekecewaan Elia saat dia berjalan menuju sungai untuk memperoleh air minumnya? Dia melihat pada bebatuan kering kecoklatan di dasar sungai dan tidak dapat mempercayai apa yang dia lihat. Tidak setetes airpun tersisa. Sebuah tragedi telah menimpanya. SUNGAI ITU TELAH KERING.
Kita tidak tahu berapa lama Tuhan menguji nabi-Nya dengan sungai kering itu. Untuk sementara waktu Elia harus menunggu dalam iman. Seakan semua janji-janji telah gagal. Tuhan telah meninggalkan dia dalam kematian yang penuh penderitaan di tempat sunyi tersebut. Tetapi seiring dia menunggu dan mendengarkan, Tuhan mengatakan perkataan ini, “Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan” (1 Raja-raja 17:9).
Apakah kalian melihat bagaimana Tuhan menutup sebuah pintu agar Dia dapat membuka pintu lainnya? Elia sudah cukup lama berada di sana. Tuhan menyediakan baginya sebuah pengalaman lain yang telah menunggu di Sarfat. Tuhan menyediakan sungai itu dan Tuhan mengeringkannya. Itu akan menjadi sebuah tragedi bagi nabi untuk tinggal lebih lama di tempat sunyi tersebut. Hidup terus berlanjut. Dalam penyediaan dinamis ilahi, Elia dijadwalkan untuk mengalami mukjizat lain di tempat yang lain. Dia akan bersantai-santai dengan rasa puas ditengah berkat keperluannya. Tetapi dia akan melewatkan bejana si janda, pengalaman di gunung Karmel, dan ladang kerja Elisa.
Dengarlah, sungai Tuhan selalu dikeringkan. Dia tidak ingin kita tinggal di tempat yang sama selalu. Ini adalah masalah besar kita. Kita berada dekat sungai yang membuat kita nyaman, di kelilingi oleh kelimpahan, dan ingin beristirahat disana sepanjang sisa hidup kita. Lalu saat Tuhan izinkan untuk sungai itu mengering, kita seringkali berduka dan menyalahkan Tuhan karena mencobai kita.
Izinkan saya bertanya pada kalian, Apakah Elia sedang murtad saat sungai itu mengering? Tidak, dia sedang bertumbuh secara rohani. Sarfat berkali-kali lebih indah dari Kerit. Tetapi tolong catat satu hal, bahwa Tuhan menutup Kerit sebelum dia membukakan Sarfat. Iman harus diuji. Selalu ada waktu dimana segala sesuatu tampak betul-betul tanpa pengharapan. Itu terjadi pada Elia dan itu juga akan terjadi pada kita.
Selamanya “Kenapa?”
Hampir setiap hari saya berada di samping orang-orang dengan sungainya yang mengering, untuk membantu mereka melihat bahwa dunia belum berakhir. Salah satu pertanyaan paling berat untuk dijawab seorang hamba Tuhan adalah “kenapa?” Kenapa bayi saya harus meninggal? Kenapa saya kehilangan pekerjaan? Kenapa anak-anak saya begitu tidak peduli pada hal-hal rohani? Kenapa pendamping saya meninggalkan saya demi orang lain?
Di bawah emosi stress kehilangan kita, kita cenderung menpersalahkan Tuhan karena membuat kesalahan-kesalahan mengerikan sehubungan dengan hidup kita. Begitu manusiawi melihatnya demikian karena kita tidak dapat memandang masa depan.
Saya masih ingat menangis sebagai seorang anak-anak, saat saya membaca kisah Yusuf untuk pertama kali. Dia begitu bahagia dan diperhatikan. Lalu tiba-tiba sungainya mengering. Dia berada di perjalanan ke Mesir sebagai seorang budak. Betapa berdukanya Yakub akan kehilangan anak laki-lakinya itu! Kita dapat membayangkan dia mengeluh, “Yusuf tidak ada lagi, dan Simeon tidak ada lagi, sekarang Benyaminpun hendak kamu bawa juga. Aku inilah yang menanggung segala-galanya itu” (Kejadian 42:36).
Betapa akrab itu terdengar. Yakub yang malang tidak dapat melihat melewati “kenapa” lagi seperti halnya kita. Tetapi sejenak kemudian kita membaca ceritanya berada di atas unta tergesa-gesa menuju ke Mesir. Hatinya dipenuhi kebahagiaan. Sungai yang lain telah mengalir dalam hidupnya. Lalu kita mendengar perkataan Yusuf kepada saudara-saudaranya, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan” (Kejadian 50:20).
Adalah begitu mudah menengok ke belakang seperti halnya Yusuf pada hari itu, dan menyatakan bahwa kekecewaan sesungguhnya adalah berkat dari Tuhan. Kenapa kita tidak dapat berdiri dengan sungai kita yang mengering dan melontarkan pernyataan yang sama? Suatu saat nanti jiwa-jiwa yang ditebus akan melakukannya dalam retrospeksi. Tuhan bersukacita atas mereka yang percaya Firman-Nya dan memegang janji dalam Roma 8:28, bahkan sementara hati mereka remuk dalam dukacita. Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Tuhan.
Api Penderitaan
Alkitab dipenuhi ayat tentang manfaat rohani dari penderitaan. Petrus katakan, “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu” (1 Petrus 4:12). Paulus meyakinkan kita bahwa “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2 Timotius 3:12). Dan Yakobus membuat pernyataan luar biasa ini, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan” (Yakobus 1:2,3).
Dalam terang hal-hal ini dan banyak lagi pernyataan yang serupa, kita harus mengakui bahwa ada berkat misterius terkait dengan pencobaan dan penderitaan. Yakobus mengindikasikan bahwa mereka mengembangkan karakter yang akan menandai orang-orang yang akan menjadi kandidat kerajaan. Dalam Wahyu para orang kudus digambarkan dengan perkataan ini, “Yang penting di sini ialah ketekunan orang-orang kudus, yang menuruti perintah Allah dan iman kepada Yesus” (Wahyu 14:12).
Sudah barang tentu ketekunan adalah persyaratan dari mereka yang akan ditebus dari dunia ini. Yakobus berkata bahwa ketekunan didapatkan lewat ujian dan pencobaan. Ini dengan jelas mengajarkan bahwa penderitaan mungkin sungguh sebuah proses pembentukan untuk persiapan menuju Surga.
Daud yang juga banyak menderita, akhirnya sampai pada kesimpulan luar biasa ini: “Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu” (Mazmur 119:71). Sekali lagi dia menuliskan, “Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu” (Mazmur 119:67).
Sampai seorang Kristen belajar prinsip sederhana Alkitab ini, dia akan hidup dalam sebuah keraguan yang merusakkan dan ketidakpastian. Setiap pengalaman kekecewaan akanmemunculkan pertanyaan segar mengenai keadilan dan kasih Tuhan. Banyak orang Kristen mempunyai pandangan kekanak-kanakan bahwa karena kita telah menerima Yesus dan Dia mengasihi kita, maka dari itu Dia akan memakai kuasa-Nya yang perkasa untuk membawa kita jauh dari setiap rasa sakit dan ujian.
Kitab inspirasi menyatakan justru bahwa karena Dia mengasihi kita, Dia seringkali mengizinkan kita melewati api penderitaan. Kenapa Dia melakukannya? Karena Dia melihat inilah satu-satunya jalan untuk mempersiapkan kita hidup bersamanya untuk kekekalan. Tuhan sebenarnya menjawab doa-doa mereka yang meminta pemurnian hidup. Saat kita berdoa kepada Tuhan untuk membuangkan dosa dari kehidupan kita, kita harus siap untuk menerima metode-Nya guna menyelesaikan pekerjaan. Ujian pengilingan tampaknya menjadi bagian mesin yang membawa pengaruh bagi penyucian.
Adalah sangat mungkin bahwa semakin banyak orang Kristen telah kehilangan iman mereka karena masalah ini dibandingkan hal lainnya. Setiap pendeta telah terjaga dan berdoa bersama jemaatnya yang menderita seiring mereka bergumul dengan “kenapa” sungai mereka mengering.
Tidak bahkan orang Kristen yang paling suci dapat lolos dari rasa kaget atau duka saat orang yang mereka kasihi diambil kematian. Tetapi mereka dapat bersiap sebelumnya sehingga iman mereka tidak pudar akibat stress kehilangan tersebut.
Rahasianya adalah untuk beristirahat pada janji bahwa Tuhan tidak akan mengizinkan sebuah situasi terjadi yang tidak memberi kebaikan terbaik bagi kita. Ini memerlukan iman, tetapi tidaklah susah untuk mempercayai Dia yang telah mati bagi kita. Kita harus terus mengingatkan diri sendiri bahwa Tuhan akan mengizinkan berbagai situasi terjadi yang terlihat bagi kita seperti tragedi yang mengerikan. Kita tidak akan mampu menelaah logika atau alasan di balik peristiwa-peristiwa yang terjadi. Kemampuan manusia kita mungkin akan berontak atas pikiran bahwa akan ada kebaikan dari situasi semacam itu.
Disinilah kita harus berpegang pada Firman Tuhan dan bukan hal lainnya. Inilah jurang pemisah antara orang Kristen yang dewasa dan tidak dewasa. Antara kehilangan itu akan lebih mendekatkan kita kepada Yesus atau menyebabkan kita berpaling dari-Nya. Pada titik ini semua bergantung pada hubungan pribadi yang bertumbuh sebelum krisis itu terjadi. Mereka yang memahami dan menerima prinsip bahwa kasih Tuhan tidak akan mengizinkan pencobaan manapun menimpa yang tidak akan memberi kebaikan terbaik bagi kita. – hanya mereka yang dapat mengerti dengan jelas akan pengalaman ini.
Alasan untuk Percaya
Seperti yang telah kami katakan bahwa iman saja yang akan memelihara kita dari ujian traumatis semacam ini. Akan tetapi iman kita bukannya buta ataupun tanpa alasan. Kita punya pengalaman mendalam dengan Tuhan yang membuktikan bahwa kasih-Nya tidak pernah gagal dan Dia selalu peduli pada kita. Kenapa dalam satu hal ini akan berbeda? Meski saya tidak dapat mengerti hal ini, saya dapat mempercayai Dia yang telah menjanjikannya. Kalau Firman-Nya tidak pernah gagal sebelumnya, bagaimana itu dapat gagal dalam situasi semacam ini? Maka seperti Ayub kita juga dapat berkata, “Meski Dia membantai aku, tetap aku akan percaya pada-Nya” (Ayub 13:15 – terjemahan literal KJV).
Di sini kita dapat belajar sebuah pelajaran akan kepercayaan yang orang tua letakkan atas anak-anaknya kepada tangan dokter bedah. Bagaimana mereka dapat percayakan anaknya pada bedahan pisau itu dan rasa sakit mengerikan yang akan terjadi? Dua faktor yang menjadikannya mudah bagi mereka untuk meletakkan kepercayaan semacam itu pada si dokter. Mereka percaya akan kemampuan dan kesanggupan si dokter untuk melakukan operasi dengan sukses, dan mereka percaya akan hikmat yang dimilikinya untuk melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat untuk kebaikan anak-anak mereka. Mereka juga mengetahui bahwa setelah penderitaan sementara itu berlalu, kondisi anaknya akan lebih baik daripada sebelum mengalami rasa sakit itu.
Kalau kita dapat mempercayai seorang dokter yang mana adalah manusia yang sering gagal, mengapa begitu susah untuk percaya pada Tuhan yang tidak pernah gagal? Mungkin tidak akan pernah ada anak-anak kita yang memilih untuk dioperasi, tidak peduli betapa serius kondisinya. Itu adalah karena pengetahuan kita yang lebih baik akan kasus mereka, sehingga kita serahkan mereka untuk dioperasi. Sama halnya kita juga tidak akan pernah memilih pengalaman penuh ujian dan penderitaan yang Bapa Surgawi kita seringkali izinkan terjadi pada kita. Dia mengerti kasus itu sepenuhnya, dan tahu bahwa setelah melewati rasa sakit itu kita akan lebih siap untuk masa depan yang lebih membahagiakan. Dan inilah paralel yang indah dalam ilustrasi tersebut: Meskipun saya tahu anak saya akan lebih baik sebagai hasil dari operasi tersebut, saya tetap berada dalam penderitaan itu bersama dengan dia. Saya duduk menunggu selama jam malam yang panjang itu, memegang tangannya dan melayani setiap kebutuhannya.
Jangan pernah berpikir bahwa Bapa Surgawi kita tidak melakukan hal yang sama bagi kita. Seperti halnya anak kecil kita mungkin menangis dan menyalahkan Bapa kita karena mengizinkan operasi itu dilakukan. Dan seperti halnya orang tua manusia kita, Tuhan harus berduka karena Dia tidak tahu cara mengkomunikasikan alasan-Nya meletakkan kita pada rasa sakit itu. Sama mustahilnya bagi kita untuk memahami keputusan Tuhan bagi hidup kita, seperti halnya anak-anak mencoba mengerti keputusan kita bagi mereka.
Saya rasa itu akan menjadi sebuah wahyu berlimpah untuk melihat sendiri tanpa izin misterius Tuhan, meskipun menyakitkan hal-hal itu. Hanya saat kita bertemu Yesus muka dengan muka dan bercakap-cakap dalam keabadian kita dapat bersyukur pada-Nya karena mengizinkan segala sesuatu terjadi sedemikian rupa.
Saya dapat memandang ke belakang pada beberapa pengalaman yang mengecewakan di masa lalu dan mengenali bagaimana mereka merubahkan keseluruhan arah kehidupan saya. Adalah mudah bagi saya untuk melihat bagaimana perubahan signifikan pada peristiwa-peristiwa yang mengecewakan tersebut dapat membuat saya secara total ke arah yang berlawanan. Saya gemetar memikirkan bagaimana kehidupan saya sekarang seandainya Tuhan tidak izinkan pengalaman-pengalaman pahit itu menimpa saya.
Dipilih dari Kekekalan
Kalau memang pengalaman keras penting untuk mempersiapkan kita memasuki surga, maka hal-hal itu seharusnya dilihat sebagai bagian dari rencana besar pilihan Tuhan untuk keselamatan kita. Yesaya menuliskan, “Sesungguhnya, Aku telah memurnikan engkau, namun bukan seperti perak, tetapi Aku telah menguji engkau dalam dapur kesengsaraan” (Yesaya 48:10).
Sungguh sebuah perbedaan akan terlihat dalam sikap kita, kalau kita dapat melihat penderitaan sebagai sebuah tanda pilihan spesial Tuhan bagi kita agar dapat meluangkan kekekalan bersama dengan-Nya. Dia mengasihi kita sebelum kita dilahirkan, dan menurut Paulus, “Sebab di dalam Dia Tuhan telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Efesus 1:4).
Dapatkah kalian pikirkan kenyataan menarik dari kebenaran itu? Pada kalianlah dimana pandangan Tuhan berdiam dari kekekalan. Melewati masa waktu yang tidak terkira itu, hikmat ilahi sedang menyempurnakan sebuah rencana detil untuk keselamatan utama dan penyucian Anda. Seiring Anda tunduk pada-Nya, Dia tentunya hanya akan melakukan apa yang telah diputuskan penting untuk membawakan rencana-Nya bagi hidup Anda. Kalau sekiranya rencana itu mengizinkan sakit kepala terjadi di sana-sini, bahkan kesusahan tampak dari waktu ke waktu, Tuhan tidak akan pernah izinkan sesuatu lebih besar terjadi daripada apa yang dapat kita tanggung. Dia akan berada di sana untuk mengukur dan memelihara suhu tungku tergantung kekuatan dan kebutuhan kita.
Apakah itu terdengar seperti penjelasan yang dibuat-buat untuk masalah rasa sakit dan penderitaan? Itu akan tanpa keraguan, bagi orang yang tidak percaya akan keberadaan Tuhan. Dia akan mengolok-olok pemikiran bahwa seorang Tuhan yang Pengasih dan Maha Kuasa tidak turut campur untuk meloloskan pengikut-Nya dari semua masalah dan rasa sakit. Sering kali orang percaya tertekan berat untuk membenarkan hal yang tampak sewenang-wenang di mana beberapa orang menderita dan kelompok lain lolos dari penderitaan. Bagaimana kita dapat menanggapi bahwa Tuhan yang adil akan melindungi semua umat-Nya dari segala masalah setiap saat?
Terlebih dahulu mari kita mengakui bahwa Tuhan dapat melakukan hal itu. Ia punya kuasa untuk mencegah tragedi terjadi. Ia dapat mengutus para malaikat dan Roh Kudus untuk mengesampingkan hukum sebab akibat dalam hidup semua orang Kristen. Mereka tidak akan kena pilek yang buruk, tersandung kakinya ataupun terkena kanker.
Apa yang akan menjadi akibat dari program semacam itu? Jawabannya sudah pasti. Setiap orang akan berlari masuk ke kemah kekristenan agar dapat dilindungi dari permasalahan yang menimpa tubuh ini. Secara jelas dunia akan dipaksa untuk mengikuti Kristus secara murni untuk alasan fisik. Tuhan tidak membangun kerajaan-Nya pada panggilan motif seperti itu.
Terdengar logis bahwa Tuhan harus mengizinkan hukum alam beroperasi secara adil pada semua untuk mendemonstrasikan kasih-Nya yang tak bersyarat. Orang-orang Kristen juga memiliki kelemahan genetis yang sama dengan orang yang tidak beriman. Mereka juga mengalami kecelakaan, dan sering kali meninggal karena penyakit yang sama yang menyerang orang yang tidak beriman.
Secara fisik apakah ada perbedaan antara cara orang Kristen menderita dengan orang non-Kristen? Jawaban dari pertanyaan itu tentunya harus sangat berkualitas. Tuhan menyatakan ketidaktimpangan dalam cara-Nya mengizinkan hukum alam untuk mempengaruhi setiap manusia. Perbedaan manapun yang ada haruslah berdasarkan respon pribadi daripada perbedaan apapun yang Tuhan buat di antara kategori atau kelas. Inilah cara lain mengatakan bahwa tidak ada seorangpun di dunia dapat mencegah masalah datang menimpa hidupnya, tetapi mereka dapat memutuskan apa yang masalah tersebut lakukan pada hidupnya setelah itu terjadi. Umat Kristen menghadapi permasalahan dengan berserah pada kehendak Tuhan dan berdoa untuk Roh Kudus untuk beroleh manfaat dari apapun yang Tuhan izinkan terjadi. Iman percaya yang demikian tidak hanya mendatangkan kekuatan untuk menanggung penderitaan dengan trauma yang lebih sedikit, dalam beberapa kasus, juga untuk dipulihkan dari penderitaan. Tanggapan Tuhan pada iman yang dimiliki tiap pribadi tidak berhubungan dengan lebih mengunggulkan sekelompok orang. Tuhan masih bekerja dalam kerangka hukum yang ada, tetapi saat ini hukum rohani daripada hukum alam. Hukum itu tidak terbatas pada kewarganegaraan, ras ataupun agama. Semua yang mendekat pada-Nya dalam iman akan berhubungan dengan sumber kuasa ilahi yang sama. Meskipun kasih Tuhan tanpa syarat, kuasa penyembuh-Nya tidaklah demikian. Akan tetapi kondisinya adalah sama bagi semua, dan Dia bersuka untuk menetapkan hukum rohani dari meminta, percaya dan akan menerima bagi semua orang.
Disini barulah terletak penjelasan yang paling dapat dipahami manusia akan rahasia bahwa beberapa orang menderita dan beberapa tidak. Beberapa lolos dan disembuhkan, sementara yang lain menderita dan mati. Tuhan harus berurusan dengan tiap pribadi berdasarkan iman orang tersebut dan doa yang ia layangkan. Kalau kepedulian terbesarnya adalah agar Tuhan dapat membentuk dia dan mempersiapkan dia untuk surga, doanya akan menjadi bagi Tuhan untuk membentuk semua situasi hidupnya untuk tujuan akhir itu. Agar dapat menjawab doa dengan iman semacam itu, Tuhan mungkin akan mengizinkan pengalaman rasa sakit dan penderitaan terjadi.
Sekali lagi Tuhan harus menjawab doa tersebut menurut pengetahuan Ilahi-Nya mengenai masa depan orang itu. Hanya Dia yang dengan tepat melihat akibat dari setiap tindakan dapat secara aman dipercayai untuk mengendalikan kondisi kehidupan.
Apakah berat untuk berserah kepada Tuhan yang tidak selalu menjelaskan tindakan-Nya yang penuh hikmat? Sungguh, akan mustahil untuk mempercayai Dia jika kita tidak memiliki bukti subjektif komitmen-Nya bagi kebahagiaan kita. Tetapi setiap orang yang percaya bahwa Yesus mau wafat menggantikan tempatnya harusnya juga mempercayai bahwa Yesus akan selalu bekerja untuk kebaikan terbesarnya. Tuhan harus menyangkal sifat-Nya sendiri untuk melakukan sesuatu terhadap yang Dia kasihi lebih daripada hidup-Nya sendiri.
Inilah jaminan yang mengokohkan mereka yang menderita dalam situasi yang tidak dapat dijelaskan. Meskipun mereka tidak dapat memahami mengapa Tuhan mengizinkan kondisi semacam itu terjadi, mereka tahu itu akan bertentangan total dengan sifat Tuhan untuk mengizinkan sesuatu hal terjadi bertentangan dengan kepentingan tertinggi mereka. Iman mereka berani untuk percaya bahwa mereka dapat melihat masa depan sebagaimana Tuhan melihatnya, mereka sendiri tidak akan memilih jalan lain selain yang Dia berikan.
Apakah ada bukti bahwa rintangan dan kesukaran terkadang penting untuk memperoleh pencapaian tertinggi? Alam sendiri menyaksikan bahwa itu memang demikian. Banyak burung imigran harus menunggu untuk angin berlawanan yang kuat sebelum mereka dapat mencapai ketinggian yang diperlukan untuk penerbangan jarak jauhnya. Ada beberapa buah-buahan yang tidak dapat masak tanpa mereka melewati musim salju terlebih dahulu.
Dapatkah Kesukaran Membantu Kita?
Apakah ada jiwa-jiwa yang dapat matang tanpa dipenuhi oleh kesukaran hidup dan perlawanan? Kita pikirkan Musa yang meluangkan empat puluh tahun di padang gurun sebelum Tuhan dapat menggunakan dia untuk memimpin Israel keluar dari perbudakan. Kita mungkin takjub akan tahun demi tahun bagaimana Yohanes di pulau Patmos sebelum dia menjadi penulis kitab Wahyu. Dan pengalaman Paulus dipenjara dan disiksa sebelum dia dapat menulis, “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar” (1 Timotius 6:6).
Saya percaya Paulus matang untuk kerajaan Surga selama masa kesendiriannya dalam tahanan. Saya merasa Yohanes butuh istirahat dari pemeliharaan gereja yang melelahkan secara konstan. Hampir mustahil bagi manusia untuk mengetahui batas ketahanan fisiknya. Jarang sekali mereka berhenti tepat pada waktunya untuk mencegah kejatuhan yang merusak. Seorang pakar alam dari Cambridge melepas seekor burung dara yang telah lahir dalam sangkar. Pertama-tama si burung memakai sayapnya untuk terbang di sekitar ruangan laboratorium. Terbanglah berkeliling si burung dara sangat bergembira dan terengah-engah. Akhirnya di tengah kelelahan besarnya si burung menabrak dinding dan jatuh ke lantai dengan luka serius. Dari situlah ilmuwan tersebut menyadari bahwa burung dara tersebut mewarisi insting untuk terbang, tetapi tidak untuk berhenti terbang. Kalau saja dia tidak rela membahayakan dirinya untuk pendaratan darurat itu, burung itu tentunya akan mati stress di udara.
Terkadang Tuhan harus menghentikan orang-orang dari langkah cepat mereka sebelum mereka menghancurkan diri mereka sendiri. Trauma berhenti mendadak itu mungkin susah dipahami atau diterima. Sakit, kehilangan pekerjaan, ataupun tragedi mungkin perlu diizinkan terjadi untuk memberikan waktu guna penyembuhan fisik dan rohani. “Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah” (Mazmur 46:11). Pada jam-jam dan hari-hari penuh perenungan dalam masa pemulihan dari operasi, banyak orang telah menemukan rahasia kehidupan dalam Kristus.
Mungkin hanya Tuhan yang memahami mengapa rasa sakit sering kali adalah satu-satunya cara yang boleh mendapat perhatian manusia. Tidak seharusnya kita menyalahkan Tuhan karena memanfaatkan satu cara itu yang pada akhirnya akan menarik kita pada-Nya. Aneh mungkin tampaknya, kesejahteraan, kesehatan yang baik, dan perjalanan yang lancar tidak menarik jiwa datang pada Tuhan. Seorang pria sedang ditawan di sebuah menara dan mencoba memberitahu orang yang lewat mengenai dilemanya. Mereka tidak dapat mendengar tangisannya, jadi dia mulai menjatuhkan koin emas dari kantongnya untuk menarik perhatian mereka. Meskipun mereka datang berkerumun di sekeliling untuk memperoleh semua uang yang dijatuhkan, tidak seorang pejalan kakipun menengok ke atas untuk melihat kondisi buruk dari si tawanan. Akhirnya dia berhasil menghancurkan sepotong semen dari tembok yang sudah rapuh dan menjatuhkannya dari jendela. Itu jatuh menimpa seseorang di kepalanya dan melukainya. Pada saat itulah pria di bawah menengok dan mendapat pesan dari atas.
Demikian juga semua berkat diterima cuma-cuma. Alih-alih melihat pada sumbernya, kita sibuk memperoleh lebih dari dunia di sekeliling kita. Hanya saat kita terluka saja barulah kita melihat ke atas dan mulai mendengarkan pesan yang Tuhan coba komunikasikan.
Mencari Alasan
Setelah masa ujian tertentu, akankah Tuhan selalu menyingkapkan alasan-alasan untuk izin Ilahi-Nya dalam hidup kita – sungai-Nya yang mengering? Mungkin pada suatu saat iya itu terjadi. Tetapi tidak selalu dalam kehidupan ini. Iman kita mungkin harus menjadi jangkar bagi kita sampai Tuhan dapat menjelaskan pada kita, bertemu muka dengan muka, mengapa harus terjadi demikian. Paulus akhirnya mengetahui kenapa Tuhan mengizinkan ada duri dalam dagingnya. Itu untuk menjaganya agar tidak merasa sombong akan kelimpahan wahyu yang diberikan padanya. Saya mungkin harus menunggu sampai Yesus datang untuk memahami kenapa putra saya yang berumur delapan tahun harus menderita begitu lama sebelum meninggal karena tumor otak.
Butuh beberapa tahun bagi para penduduk Coffee County, Alabama, mengapa kumbang boll menyerbu ladang mereka, menghancurkan sepenuhnya industri kapas. Setelah beralih ke diversifikasi pertanian dan akhirnya melipatgandakan penghasilan mereka dari penanaman kacang, para petani Coffee County akhirnya mendirikan sebuah monumen untuk kumbang boll. Pada monument tersebut tertulis, jasa diberikan pada kumbang boll karena memaksa pergantian tanaman, menghasilkan kesejahteraan yang tidak terduga untuk daerah itu.
Umat Kristen seharusnya mencari alasan mengapa pencobaan muncul. Biasanya pintu yang baru terbuka saat sebuah sungai mengering. Tetapi kalau tahun-tahun mendatang tidak memberikan penjelasan yang memuaskan untuk tragedi kehilangan tersebut, maka sudah semestinya kita tetap percaya kepada-Nya. Suatu hari nanti Dia akan membuatnya jelas bagi kita. Sementara itu kita dipelihara oleh penghiburan dari Dia yang sepenuhnya memahami duka dan lara kita. Yesus menjadi manusia seperti kita sehingga Ia dapat merasakan rasa sakit dan dapat menjadi Pengantara yang setia bagi kita. Hanya mereka yang telah melewati penderitaan yang sama dapat sungguh bersimpati dan berkomunikasi dengan hati kita. Saat seorang ayah yang berduka berteriak, “Dimanakah Tuhan saat putra saya mati dalam kecelakaan mobil?” Jawaban itu secara berbisik kembali, “Dia juga berada di sana saat Putra-Nya disiksa dan wafat di kayu salib.”
Bukankah ada pelajaran luar biasa dalam jawaban itu? Kalau Tuhan tidak turut campur tangan untuk menyelamatkan hidup Putra-Nya karena Ia melihat kebaikan besar suatu saat akan ada sebagai hasilnya, maka Ia pastilah melihat kebaikan di masa depan saat Ia izinkan putra saya juga meninggal. Dan bukankah itu alasan dimana saya dapat merasakan sentuhan penuh kasih dari Bapa pada hidup saya selama masa duka penuh kegelapan tersebut? Ia tahu persis apa yang saya rasakan. Dia dapat menghibur saya sebagaimana teman lain tidak dapat lakukan. Bukankah kemampuan saya untuk membagikan penghiburan kesembuhan sangat diperkuat karena saya telah mengalami pengalaman yang sama dengan mereka yang kehilangan anak?
Orang Kristen seharusnya tidak berimajinasi mengenai sumber dari penderitaan. Dosa adalah penyebab dari semua penderitaan di dunia saat ini. Tuhan seringkali disalahkan karena disangka melakukan pekerjaan setan. Tidak satu kankerpun disebabkan oleh Tuhan. Dalam pengalaman Ayub kita mempunyai gambaran sempurna program jahat Setan bagi anak-anak Tuhan yang setia. Sampai batasan tertentu Tuhan izinkan Ayub dicobai oleh musuh besar itu, dan kesimpulan penuh kemenangan kisah tersebut menyatakan mengapa Tuhan izinkan sesuatu terjadi sedemikian jauh seperti itu. Ayub keluar dari pencobaan yang penuh kehancuran itu dengan sebuah iman yang lebih kuat dan kesejahteraan yang lebih besar dari yang dia miliki sebelumnya.
Mungkin ada banyak alasan mengapa Tuhan mengizinkan Setan untuk mengakses pengikut-Nya, tetapi satu dari pengaruh positif yang terutama adalah untuk memelihara orang Kristen tetap berjaga terhadap dosa. Lewat melatih kesadaran yang terbuka lebar, pendekatan awal dari musuh yang licik itu dapat dikenali dan ditangkal. Pengetahuan bahwa dia suka menyerang setiap saat pada setiap tempat mengembangkan sebuah roh yang menyehatkan penuh alarm pertahanan.
Sebuah kisah diceritakan mengenai seorang nelayan tua Cape Cod yang selalu menarik jalanya di tempat umum di mana kapal-kapal lain mencari ikan. Karena ikan-ikannya begitu segar dan sehat, mereka tidak sungkan memberikan harga tertinggi di pasar. Sia-sia nelayan yang lain mencoba untuk menemukan rahasia keberhasilannya. Hanya setelah pria itu mati, putranya baru menyingkapkan rahasia tersebut, dan itu sungguh sederhana dan efektif. Setelah mengamankan ikan tangkapannya di tangki, nelayan tua itu akan melepaskan ikan lele yang garang ke dalam tangki. Ketakutan konstan dari serangan membuat semua ikan yang akan diperdagangkan senantiasa bergerak, mencegah mereka menjadi lesu akibat masa penangkapan yang lama. Kesiagaan yang penuh kesegaran ini membuat mereka sangat diinginkan di mata para pembeli.
Dapatkah kita melihat dalam kisah ini sebuah alasan yang mungkin untuk pelecehan kita akibat kelicikan Setan? Apakah Tuhan mengizinkan dia untuk mengancam kita supaya kita selalu berada dalam sikap berjaga-jaga? Mungkin provokasi inilah tepatnya yang kita perlukan untuk menghasilkan sebuah sikap penting kewaspadaan.
Pada masa peperangan Napoleon, sebelum radio ataupun telegraf ditemukan, pesan-pesan dikirimkan oleh tanda semafor. Bahkan dari kejauhan bendera-bendera dapat diuraikan seiring mereka menyebutkan perkataan huruf demi huruf. Dengan cara inilah pertempuran Waterloo dilaporkan pada rakyat Inggris yang penuh rasa ingin tahu.
Selama bertahun-tahun Napoleon telah berjuang untuk menyatukan Eropa di bawah kekuasaannya. Akhirnya tujuannya sudah tinggal dalam pandangan, dan hanya pasukan kecil garis merah Highlanders tersisa menghambat jalannya di Waterloo. Bank Inggris telah memberikan setiap pound yang tersedia untuk hutang pemerintah guna mengalahkan Napoleon. Kalau peperangan di Waterloo kalah, Inggris akan dikalahkan.
Di pesisir pantai Dover rakyat Inggris berkumpul untuk menyaksikan berita peperangan. Tiba-tiba mereka melihat ke sebrang sinyal semafor besar mulai bergerak-gerak. Perlahan-lahan huruf demi huruf mulai membentuk menjadi kata-kata pertama sebuah pesan:
“W-E-L-L-I-N-G-T-O-N D-E-F-E-A-T-E-D (Wellington dikalahkan).” Lalu tiba-tiba kabut tebal menaungi tempat tersebut dan menutup sinyal. Tetapi orang-orang sudah cukup melihat untuk diyakinkan bahwa jendral mereka telah dikalahkan. Dalam keputusasaan orang-orang lari ke kota. Militer rakyat tergesa-gesa ke pantai untuk mati dalam kenekadan peperangan jarak dekat dengan pasukan penyerang. Penghalang jalan didirikan dan rumah-rumah diperkuat.
Selama dua hari kota London bersiap untuk kehancurannya. Lalu badai mereda dan kabutpun mulai menghilang. Para pengamat melihat bendera semafor mulai bergerak-gerak sekali lagi, dan pesan itu perlahan mulai terbaca: “W-E-L-L-I-N-G-T-O-N D-E-F-E-A-T-E-D N-A-P-O-L-E-O-N A-T W-A-T-E-R-L-O-O (Wellington mengalahkan Napoleon di Waterloo).”
Sukacita orang-orang meledak tanpa batas saat pesan penuh itu sampai.
Hidup di dunia yang seringkali dikaburkan oleh air mata dan kesalahpahaman manusia, kita tidak selalu mempunyai akses pada kebenaran sepenuhnya. Seperti warga London yang dalam keputusasaan, kita tidak mampu untuk melihat melewati tragedi-tragedi pesan-Nya yang terpotong-potong. Saat kabut ketidakpercayaan mulai menghilang dan tirai itu disingkapkan, kita akan melihat untuk pertama kalinya bahwa tidak ada kekalahan sama sekali. Itu selalu menjadi kemenangan dari awal, tetapi kita hanya belum memperoleh sisa pesannya. Pesan seutuhnya akan dimengerti hanya saat Yesus sendiri berbicara pada kita melewati kabut pandangan manusiawi kita yang terbatas.
Sementara itu, apa solusinya? Solusinya sahabatku secara sederhana adalah dengan percaya janji dari Dia yang tidak pernah gagal. “Kita tahu sekarang, bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Tuhan” (Roma 8:28).