Sejarah Norse (Norwegia) zaman dulu mengisahkan kisah kisah kuno tentang sekelompok prajurit yang menakutkan yang disebut Berserkers. Menurut laporan, Berserkers akan memakai kulit beruang atau serigala untuk menimbulkan rasa takut orang-orang terhadap hewan liar.
Sebelum memasuki pertempuran, Berserkers akan mencambuk diri sendiri hingga menjadi hampir gila, menggigit perisai mereka dan melolong seperti binatang. Kemungkinan mereka meminum obat-obatan psikoaktif untuk tujuan tersebut. Dalam kondisi seperti kesurupan, mereka menjadi ganas dan tahan terhadap rasa sakit. Pedang dan pisau tampaknya tidak mempan bagi mereka. Dalam keadaan marah, Berserkers akan menjadi musuh yang tangguh; mereka bahkan menyerang batu-batu besar dan pohon-pohon di hutan dan tidak jarang mereka membunuh orang-orang mereka sendiri ketika sedang mengamuk. Perilaku mereka yang irasional dan penuh kekerasan menunjukkan bahwa mereka benar-benar di luar kendali.
Sering dikatakan bahwa Berserker tampak berubah bentuk menjadi binatang, atau setidaknya bersifat ganas seperti serigala atau beruang. Seorang penulis melaporkan, “…mereka berperang tanpa perisai dan bersikap seperti anjing gila dan serigala.” Tampaknya mitos manusia serigala berasal dari para pejuang Norse yang liar ini. Dan Anda mungkin tahu bahwa dari sikap para pejuang Skandinavia yang marah ini, muncullah kata Inggris “berserk/amuk” untuk menggambarkan seseorang yang diliputi kemarahan yang tidak terkendali.
Sekarang ada pertanyaan: Jika orang Kristen kehilangan kesabaran dan tidak terkendali, apakah mereka benar-benar orang Kristen ketika mereka mengamuk?
Alkitab memberi tahu kita, “Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan, tetapi orang bebal melampiaskan nafsunya dan merasa aman” dan “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” (Amsal 14:16; 16:32). Dan Petrus menasihati: “…dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan…” (2 Petrus 1: 5-7).
Pengendalian diri adalah bagian penting dari karakter Kristen. Hanya dengan mengendalikan amarah kita, kita dapat mencerminkan Kristus kepada orang lain. Jika kita benar-benar hidup untuk Kristus, daripada bertindak secara impulsif dalam menanggapi kemarahan, kita akan mengembangkan buah Roh-Nya. “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri…” (Galatia 5:22, 23).
Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.
Yakub 1:19, 20
-Doug Batchelor-