Persahahatan Keluarga
Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. 1 Petrus 2:9
Dalam beberapa hal, ayah adalah imam keluarga, yang mempersembahkan korban pagi dan petang di atas mezbah keluarga. Sang istari dan anak-anak haruslah bersatu dalam doa dan bergabung menyanyikan lagu pujian. Pada pagi hari sebelum ia meninggalkan rumah menuju pekerjaan sehari-hari biarlah sang ayah mengumpulkan anak-anaknya ke dekatnya dan menundukkan kepala di hadapan Allah, menyerahkan mereka kepada penjagaan Bapa yang di sorga. Bilamana kesusahan hari itu sudah berakhir, hendaklah keluarga itu bersatu mempersembahkan doa ucapan syukur dan menaikkan Iagu pujian untuk mengakui penjagaan ilahi sepanjang hari itu. . . . Janganlah lupa mengumpulkan keluargamu di sekeliling mezbah Allah.
Dalam usaha kita menyenangkan dan membahagiakan para tamu janganlah kita melupakan kewajiban kita terhadap Aliah. Janganlah melalaikan waktu untuk berdoa karena sesuatu pertimbangan. Janganlah berbicara dan menyenangkan dirimu sendiri hingga semua merasa jemu menikmati kebaktian itu. Karena dengan berbuat demikian berarti mempersembahkan persembahan yang tidak memuaskan kepada Allah. Pada jam menjelang malam, bilamana kita dapat berdoa dengan tidak tergesa-gesa dan dengan penuh pengertian, kita harus menghadapkan permohonan kita dan menaikkan suara kita dalam pujian yang gembira dan penuh syukur.
Biarlah semua orang yang menjadi tamu orang Kristen itu melihat bahwa waktu untuk berdoa adalah suatu waktu yang paling indah, paling suci, dan paling gernbira sepanjang hari. Waktu untuk berdoa ini memberikan suatu pengaruh yang menghaluskan dan meninggikan terhadap semua orang yang turut mengambil bagian di dalamnya. Mereka membawa suatu damai dan sentosa kepada jiwa.
Betapa pun kecilnya sebuah lampu, jika tetap menyala, boleh menjadi alat untuk menyalakan lampu banyak orang. . . . Kesempatan yang luar biasa menjadi bagian kita dengan menggunakannya dalam rumah tangga kita sendiri. Jikalau kita mau membuka hati dan rumah tangga kita untuk prinsip hidup yang suci, kita akan menjadi saluran-saluran untuk arus yang memberi hidup. Dari rumah tangga kita akan mengalir mata air yang menyembuhkan, membawa kehidupan dan keindahan, dan buah-buah lebat di mana kini terdapat ketandusan dan kekurangan.
Hidupku Kini, hal. 205