Kemurahan Hati

DENGAN KEMURAHAN HATI

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

Saya Juga Dapat Menang
Adalah orang yang menghambur, maka diperolehnya makin banyak; adalah orang yang menahankan hartanya, tetapi makin kepapaanlah ia. Bahwa hati yang murah itu akan dikaruniai dengan banyak, dan barang siapa yang mendirus, ia itu akan disirami dengan kelimpahan. Amsal 11:24, 25

Allah yang memberkati manusia dengan kekayaan, dan Ia melakukan hal ini agar manusia sanggup memberi demi kemajuan pekerjaan-Nya. Ia memberikan sinar matahari dan hujan. Ia yang menumbuhkan sayur-sayuran. Ia memberikan kesehatan dan kesanggupan untuk memperoleh harta. Segala berkat kita berasal dari tangan-Nya yang penuh rahmat. Sebaliknya, Ia menghendaki pria dan wanita menunjukkan rasa syukur mereka dengan jalan mengembalikan sebagian kepada-Nya, yaitu perpuluhan dan persembahan—persembahan syukur, persembahan usaha tangan, dan persembahan penyesalan akan kesalahan. Sekiranya harta mengalir ke dalam perbendaharaan sesuai dengan rencana yang ditentukan Ilahi—sepersepuluh dari seluruh penghasilan, dan persembahan suka hati—maka akan ada kelimpahan untuk memajukan pekerjaan Tuhan.

Tetapi hati manusia menjadi keras oleh sifat mementingkan diri sendiri, dan sama seperti Ananias dan Sapira, mereka tergoda untuk menahan sebagian dari harga, dengan pura-pura memenuhi tuntutan Allah. Banyak yang memboroskan uangnya untuk memuaskan hawa nafsunya. Pria dan wanita mencari kesenangan mereka sendiri dan memuaskan selera mereka, sementara mereka membawa kepada Tuhan  suatu persembahan yang dihemat-hemat. Mereka lupa bahwa pada suatu waktu Allah akan menuntut dengan keras bagaimana kepunyaan-Nya telah dipergunakan.

Sifat yang tetap, kebaikan menyangkal diri adalah obat penawar dari Allah untuk dosa yang busuk dari sifat yang suka mementingkan diri sendiri serta tamak. Allah telah mengatur suatu sistim yang baik untuk menunjang rencana-Nya dan untuk memenuhi keperluan orang yang kekurangan dan menderita. Ia telah menetapkan bahwa memberi itu menjadi suatu kebiasaan, sehingga hal itu dapat membendung bahaya dan dosa keserakahan. Memberi dengan tetap memaksa keserakahan menuju pada kematian. . . .Ia menuntut agar kebajikan dilakukan terus-menerus, sehingga kekuatan kebiasaan dalam mengerjakan hal yang baik yang dapat menghancurkan kekuatan kebiasaan ke arah yang berlawanan.

Hidupku Kini, hlm. 335


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *