KASUS LINGGIS

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

Pada tanggal 13 September 1848, seorang mandor kereta api berusia 25 tahun di Vermont, bernama Phineas P. Gage, sedang mengemas bubuk bahan peledak ke dalam lubang dengan batang besi. Sayangnya, seseorang lupa memasukkan pasir ke dalam lubang di atas bubuk tersebut.  Percikan api terjadi dan kemudian ledakan yang kuatpun terdengar. Linggis seberat 13 pon, dengan tebal lebih dari satu inci dan panjang tiga kaki, terdorong dengan kekuatan peluru, menembus kepala Gage.  Besi itu masuk di bawah tulang pipi kirinya, melewati otaknya, dan kemudian keluar dari atas kepalanya. Hebatnya, kecelakaan traumatis ini tidak mematikan Phineas. Faktanya, dia sembuh dan hidup selama 13 tahun lagi. Dia tampak sehat secara mental;  dia bisa berbicara dan melakukan tugas fisik dengan baik, dan ingatannya tampak tidak terganggu. Tetapi teman dan keluarga tahu dia bukan lagi pria yang sama.

Sebelum kecelakaan itu dia adalah seorang pekerja yang sangat dicintai dan bertanggung jawab. Dia dikenal oleh semua orang sebagai orang yang saleh, terhormat, dan dapat diandalkan dengan moral yang tinggi. Tapi setelah kecelakaan itu, Phineas mengalami perubahan moral drastis. Ia menjadi sangat pemarah, kasar, bermulut kotor, dan kehilangan semua rasa hormat terhadap hal-hal rohani.  Sepertinya semua filter etisnya telah mati. Akibatnya dia kesulitan mempertahankan pekerjaan.  Sekitar tahun 1850 ia dipekerjakan sekitar satu tahun sebagai pusat atraksi di museum P. T. Barnum di New York, memamerkan cederanya lengkap dengan besi tampingnya. Gage menyimpan batang besi itu sepanjang hidupnya sebagai suvenir dan bahkan mengubur bersamanya dalam kematian.  Di kalangan medis, ceritanya dikenal sebagai “kasus linggis”.

Pada tahun 1867 tengkoraknya dan besi asli yang menusuknya digali. Keduanya menjadi bagian dari pameran di Harvard Medical School Museum di Boston, dan masih ada hingga sekarang. Kecelakaan traumatis Phineas mengorbankan kepribadiannya, standar moralnya, dan komitmennya kepada orang yang dicintainya. Peneliti menyimpulkan bahwa dia telah kehilangan bagian dari otaknya yang disebut “lobus frontal.” Lobus frontal, di belakang dahi, adalah bagian terbesar dari otak dan bertanggung jawab atas penalaran moral, penilaian, perilaku sosial, dan yang terpenting, spiritualitas.

Sangat menarik bahwa dalam kitab Wahyu, musuh Allah yaitu ‘binatang’, berusaha untuk memberi tanda di dahi semua orang, sementara 144.000 orang memiliki nama Tuhan “tertulis di dahi mereka” (Wahyu 14: 1). Tanda mana yang menjadi pengendali dalam hidup Anda?

Sungguh contoh yang ampuh dari teks Alkitab kita hari ini!

Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya atau miskin, merdeka atau hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya.

Wahyu 13:16

-Doug Batchelor-


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *