“Tidak ada ditengok kepincangan di antara keturunan Yakub, dan tidak ada dilihat kesukaran di antara orang Israel. TUHAN, Allah mereka, menyertai mereka, dan sorak-sorak karena Raja ada di antara mereka” (Bilangan 23:21).
Kata-kata ini dapat ditandai atas dua hal: orang yang mengucapkan kutukan kepada mereka, dan isi dari kutukan yang tampaknya kontradiksi.
Si pembicara adalah Bileam, putra Beor, nabi yang cacat. Dia berdiri di atas bukit Pisgah dan memandang ke seberang kepada suku-suku Israel. Balak, raja Moab, yang mengkhawatirkan pertambahan jumlah bangsa Israel, telah membayar Bileam untuk mengucapkan sebuah kutukan ke atas orang-orang Israel. Bileam yang serakah untuk mendapatkan upah besar yang ditawarkan oleh Balak, begitu ingin melibatkan diri, tetapi Allah mengatakan kepadanya tidak! Namun tetap saja Balak terus memintanya, dan Allah mengizinkan Bileam untuk melakukan apa yang diinginkan hatinya.
Jadi demikianlah Bileam berdiri di samping ketujuh mezbah yang telah dibangun oleh Balak di atas bukit. Dia telah mempersembahkan seekor lembu jantan dan seekor kambing jantan pada setiap mezbah; sekarang dia berupaya untuk menerima ucapan dari Tuhan. Dan ucapan itu pun datanglah. Suatu pesan yang amat luar biasa! Gantinya kutukan yang dicari Balak (kutukan yang dapat membuat Bileam menjadi kaya), Allah menempatkan kata-kata pada mulut nabi itu, yang sesungguhnya tidak ingin diucapkannya. Jadi suatu berkat besarlah yang datang ke atas Israel dari sumber-sumber yang tidak masuk akal.
Allah, “tidak ada ditengok kepincangan di antara keturunan Yakub, dan tidak ada dilihatnya kesukaran di antara orang Israel,” demikian yang diberitakan oleh Bileam. Luar biasa! Apakah Allah itu buta? Sekelompok orang ini, yang banyak mengomel, kumpulan orang-orang yang suka merengek ini, yang telah berjalan berputar-putar di padang belantara selama 40 tahun karena mereka tidak percaya dan tidak menurut—bagaimana mungkin Tuhan dapat menempatkan kata-kata semacam itu di mulut Bileam?
Karena ada sesuatu yang menghalangi pemandangan mata mereka: sebuah biji! “Diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya,” tulis Musa tentang orang Israel (Ulangan 32:10). Gantinya dari segala kesalahan dan kegagalan-kegagalan mereka, Allah menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat berharga. Pada saat Dia melihat pada orang-orang Israel, Dia tidak melihat ketersesatan mereka, tetapi gambar rupa-Nya sendiri.
Itulah gambaran dari kasih karunia! Ini adalah bagaimana Tuhan melihat Anda dan saya pada hari ini, sahabat-sahabatku. Pada saat Dia melihat kita, Dia tidak melihat janji-janji kita yang kita langgar dan kehidupan-kehidupan kita yang kacau balau. Dia melihat diri-Nya sendiri—Dia melihat Yesus.
Percayalah—Anda adalah biji mata-Nya. Dan demikianlah juga saya. Jadi keluarlah dan masuk ke dalam hari yang baru dengan kepala yang terangkat, dan majulah dalam langkah anda. Anda adalah seseorang. Ya, seorang anak Allah!