NEBUKADNEZAR YANG SOMBONG

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

Tarquin the Proud adalah raja terakhir Roma. Ia menjadi raja dengan membunuh ayah mertuanya, Servius Tullius. Dia mendapatkan nama “Tarquin the Proud” karena menolak untuk mengubur mayat Tullius dan membunuh beberapa senator terkemuka yang diketahui mendukung Tullius. Tirani yang menjadi ciri pemerintahannya dilakukan juga oleh putranya, Sextus Tarquinius. Atas saran ayahnya, Sextus menjatuhkan musuh-musuh politik mereka dengan merekayasa tuduhan terhadap mereka hingga berujung kepada hukuman mati. Kebanggaan dan kekejaman dari duo ayah-anak ini akhirnya menyebabkan kejatuhan mereka sendiri. Perkosaan yang dilakukan oleh Sextus terhadap seorang wanita yang cantik yang masih keluarganya, menyebabkan pemberontakan yang mengakibatkan penggulingan Tarquin the Proud lalu terciptalah sebuah republik Romawi.

Seperti Tarquin, kebanggaan Nebukadnezar menjadi legenda. Dia menciptakan patung yang mirip dengan patung dalam mimpinya (yang menubuatkan kejatuhan kerajaannya), hanya gantinya hanya kepala yg terbuat dari emas, seluruh patung dibuat dari emas. (Lihat Daniel pasal 3 dan 4). Nebukadnezar mengklaim bahwa kerajaannya akan berlanjut selamanya meskipun nubuatan Allah bertentangan. Allah memberinya mimpi yang memperingatkan konsekuensi kesombongannya: “tuanku akan dihalau dari antara manusia dan tempat tinggal tuanku akan ada di antara binatang-binatang di padang; kepada tuanku akan diberikan makanan rumput, seperti kepada lembu, dan tuanku akan dibasahi dengan embun dari langit; dan demikianlah akan berlaku atas tuanku sampai tujuh masa berlalu, hingga tuanku mengakui, bahwa Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (Daniel 4:25).

Namun demikian, Nebukadnezar kembali ke jalannya yang sombong, dan berkata, “Bukankah itu Babel yang besar itu, yang dengan kekuatan kuasaku dan untuk kemuliaan kebesaranku telah kubangun menjadi kota kerajaan?” (Daniel 4:30). Hanya setelah menghabiskan tujuh tahun makan rumput, Nebukadnezar dapat mengakui bahwa “Ia [Allah] berbuat menurut kehendak-Nya terhadap bala tentara langit dan penduduk bumi; dan tidak ada seorangpun yang dapat menolak tangan-Nya” (Daniel 4:35).

Pengalaman Nebukadnezar tidak harus menjadi milik kita. “Allah menolak orang yang sombong,” namun “memberikan rahmat kepada orang yang rendah hati” (1 Petrus 5: 5). Sama seperti Nebukadnezar yg perlu belajar bahwa Allah mengendalikan kerajaannya, kita perlu belajar untuk memberikan kepada Allah, kendali atas hidup kita. Mari kita belajar untuk mengulangi doa Nebukadnezar, seperti yang Yesus ajarkan kepada murid-muridnya untuk dilakukan: “Kehendakmulah yang akan terjadi di bumi seperti di surga” (Matius 6:10).

Amsal 16:18,19
Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan. Lebih baik merendahkan diri dengan orang yang rendah hati dari pada membagi rampasan dengan orang congkak.

-Doug Batchelor-


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *