Penyerahan Diri

Penyerahan Diri

Bank Pustaka
Mari bagikan artikel ini

BK-SOS_Penyerahan-DiriOleh: Joe Crews

Apakah anda mau menyelidiki hati anda sekarang dan merespon pertanyaan berikut yang sangat pribadi dan penting? Apakah anda menilai diri anda lebih kuat dalam hal kerohanian daripada sebelumnya? Saya harap demikian; karena begitulah seharusnya. Setiap hari bersama Yesus harus menjadi lebih indah dari hari sebelumnya. Setiap saat kita harus selangkah lebih tinggi dalam pengalaman kita dengan iman yang lebih dalam dan indah daripada pengalaman kita sebelumnya.

Tapi saya harap tidak seorangpun yang akan merasa puas bahwa Tuhan telah selesai dengan pekerjaanNya dalam hal pertumbuhan dan penyucian kehidupan pribadi mereka. Saat ini, ia ingin memimpin kita menuju penyerahan dan kesucian yang lebih dalam. Masih ada kemenangan yang harus dimenangkan, dosa yang harus disingkirkan, dan kesatuan yang harus dilakukan dalam Roh Kudus. Dan ini harus dilakukan sekarang. Saya mau bertanya kepada anda. Apakah Tuhan benar-benar serius ketika Dia menyatakan janjiNya yang begitu luar biasa dalam buku Roma pasal 6? Tidak ada pasal lain dalam Alkitab yang memberikan jaminan yang benar-benar berlimpah untuk seorang Kristen yang bergumul. Sebagai contoh, pertimbangkan pernyataan-pernyataan luar biasa berikut.

“Bolehkan kita bertekun dalam dosa? … Sekali-kali tidak!” (ayat 1 dan 2).
“Kita telah mati bagi dosa” (ayat 2).
“Agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa” (ayat 6).
“Telah bebas dari dosa” (ayat 7).
“Mati bagi dosa” (ayat 11).
“Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu” (ayat 12).
“Kamu telah dimerdekakan dari dosa” (ayat 18).

Tentu saja tidak ada makna ambigu pada ayat-ayat di atas. Tapi, apakah ada makna rahasia atau mungkin syarat tersembunyi sehingga mungkin secara literal, janji tersebut tidak berlaku untuk kita? Kita tergoda untuk memiliki kepercayaan seperti itu karena faktor  fanatik yang yang ada di setiap ayat dan baris.

Beberapa orang takut akan buku Roma hanya karena buku tersebut menjelaskan karya sempurna yang Tuhan ingin lakukan dalam menyucikan kita dari dosa. Banyak orang juga takut dengan kata “sempurna”. Mereka takut kalau Tuhan akan meminta mereka melakukan sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan. Sebelum melanjutkan lebih jauh, mari kita jawab pertanyaan ini dengan tuntas. Tuhan tidak akan pernah melakukan sesuatu dalam kehidupan rohani kita bilamana kita tidak ingin Tuhan melakukannya. Dia tidak pernah memaksakan kehendak atau menekan kita melakukan sesuatu yang tidak kita setujui. Jadi kita sepenuhnya dapat membebaskan pemikiran yang menipu bahwa kita dipaksa memilih pilihan-pilihan hidup yang sebenarnya tidak bebas dan terbatas.

Tapi sekarang kita berhadapan langsung dengan sumber kelemahan yang memimpin berjuta-juta orang menuju keputusasaan dan kekalahan. Mereka sebenarnya belum mau menyerahkan kesenangan dosa-dosa mereka. Ada kesenangan yang pastinya dangkal dan bertahan sebentar saja dalam dosa yang menari-nari di atas emosi dan berusaha mengalihkan pikiran kita melalui indera kedagingan kita. Dalam setiap kasus, harus ada keputusan untuk mengalahkan “kesenangan terhadap dosa sewaktu-waktu” secara badani. Sampai keputusan itu dibuat dan dilakukan, tidak akan ada kemenangan sejati atas dosa.

Saya ingin bertanya apakah anda mau menghilangkan pemanjaan diri. Apakah anda siap untuk menerima semua hasil dari penyerahan diri sepenuhnya kepada Kristus? Hal yang memalukan dari setiap kejahatan badani? Saya percaya bahwa hanya ada dua alasan mengapa seseorang mengalami kemunduran dan kegagalan dalam mendapatkan kemenangan atas dosa. Yaitu karena dia tidak mau menyerahkan kesenangan atas dosa atau karena dia tidak percaya bahwa Tuhan sanggup memberikan kelepasan atas dosa. Kita mau atau tidak tentu saja adalah masalah kita, tapi melihat bahwa kita dapat melakukannya adalah bagian Tuhan saja. Kita harus mau, tapi kita tidak akan pernah bisa. Mari kita lihat sekarang pada dua penghalang ini yang telah mencuri kemenangan dari banyak umat Tuhan.

Diri Sendiri: Musuh Terbesar

Saya kira kita semua sudah mengetahui bahwa diri kita sendiri adalah musuh terbesar yang harus kita hadapi. Bila kita sekali saja menang atas manusia lama kita yang selalu mencoba menguasai kita (Roma 6:6), semua kemenangan lainnya akan kita alami.

Tuhan telah memberikan kepada masing-masing kita sebuah senjata pribadi yang memiliki kuasa untuk mengalahkan kedagingan kita. Memilih adalah satu-satunya senjata simpanan kita, dan pastinya segala sesuatu bergantung kepada penggunaan tepat akan pilihan-pilihan kita. Dosa utama di hadapan Tuhan, faktor akhir yang menyebabkan hilangnya sebuah jiwa, adalah dengan sengaja mengatakan tidak terhadap kehendak Tuhan. Kita menjadi apapun yang kita mau. Kita bukanlah apa yang kita rasakan, atau apa yang mungkin kita lakukan atau katakan dalam suatu waktu kehidupan kita. Kita adalah apa yang kita inginkan nantinya. Kita tidak bisa selalu mengendalikan emosi kita, tapi kita bisa mengendalikan pilihan kita.

Perasaan tidak berkaitan dengan kebenaran Tuhan. Bukan perasaan dan emosi anda yang membuat anda menjadi seorang anak Tuhan, tapi karena melakukan kehendak Tuhan. Mungkin anda menderita sakit kepala atau asam urat ketika bangun pagi ini, tapi apakah itu merubah fakta bahwa Tuhan mengasihi anda? Apakah itu merubah kebenaran bahwa hari ketujuh adalah hari Sabat? Meskipun anda sedang merasa baik atau buruk, kebenaran tetaplah kebenaran.

Beberapa orang merasa luar biasa ketika menghadiri kebaktian kebangunan rohani atau ibadah kebangkitan rohani di akhir pekan, tapi ketika pertemuan tersebut selesai, iman mereka menurun drastis. Segala sesuatu yang berhubungan dengan emosi yang dipicu oleh keadaan adalah seperti efek yoyo (naik turun).

Kita harus tahu fakta bahwa pada titik tertentu, kehendak Tuhan dan kehendak kita akan sangat berlawanan. Pilihannya adalah kita akan membiarkan Tuhan bekerja dengan caraNya atau kita memilih jalan kita sendiri. Dan ketika itu terjadi, banyak orang yang tidak mau mengakui penyebab sebenarnya di balik konflik yang sedang terjadi. Mereka tidak melihat peperangan sebenarnya berhubungan dengan sifat alamiah diri.

Dalam KKR saya telah mendengarkan ratusan “alasan” untuk tidak berjalan sepenuhnya dengan Kristus.  Mereka memberitahukan alasannya karena hari Sabat, atau keragu-raguan terhadap Alkitab, atau pertentangan dari keluarga. Tapi semua itu bukanlah alasan sebenarnya. Alasan sebenarnya jauh di balik kata-kata yang mereka ucapkan. Ada masalah alamiah utama di balik komitmen mereka yang kurang. Mereka membicarakan ranting dan daun ketika masalah utamanya terdapat pada akar. Faktanya adalah Allah menginginkan sesuatu yang diri kita tidak ingin serahkan. Mereka mengasihi sesuatu lebih daripada mereka mengasihi Allah.

Apakah anda pernah berpikir mengapa Yesus membuat pernyataan aneh yang terdapat dalam Matius 16:24, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku”?  Mengapa Sang Guru tidak menyelesaikan kalimatNya dengan memberitahukan hal-hal yang harus disangkal? “Ia harus menyangkal dirinya” Apa maksudnya? Narkotika, alkohol, rokok, pelanggaran hari Sabat? Bukan. Menyangkal diri, titik. Yesus tahu bahwa diri sendiri adalah alasan di balik setiap pertempuran kemarahan melawan kebenaran. Sekali kemenangan atas diri sendiri dicapai, semua kemenangan lainnya akan dapat dimenangkan juga.

Banyak orang yang berada di luar kehendak Allah dan gereja karena mereka tidak mau menyerahkan sesuatu yang mereka kasihi lebih daripada mereka mengasihi Tuhan. Beribu-ribu orang berada di dalam gereja dan mereka betul-betul menyedihkan karena sesuatu dalam kehidupan mereka yang melawan kehendak Allah selama bertahun-tahun. Maksud saya adalah: Untuk menjadi seorang Kristen sejati membutuhkan penyerahan atas segala sesuatu.

Apakah anda mengingat waktu yang mana keinginan anda dan keinginan Tuhan berada dalam konflik yang berlawanan? Ada perjuangan yang begitu besar. Sifat badani yang lama mengeraskan diri dan melawan setiap dorongan hati untuk berbalik dari pemberontakan dan dosa. Dengan keyakinan yang teguh anda bergumul dan menderita melawan kuasa daging, tapi ternyata sia-sia. Kemudian akhirnya anda menyerahkan kuasa memilih anda yang keras dan peperangan berakhir. Kedamaian membanjiri hati anda, dan kemenangan yang agung akhirnya tercapai.

Apa yang terjadi untuk merubah hasilnya? Apakah karena anda akhirnya berhasil mengusir setan? Tentu saja bukan. Peperangan anda adalah dengan diri anda sendiri, dan ketika anda memilih untuk mau, Tuhan memberikan kemenangan kepada anda atas musuh jasmani. “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Korintus 15:57).

Mungkin kedengarannya bodoh, tapi itulah kebenarannya: Sebelum anda mempunyai, anda harus memberi; sebelum anda merasa penuh, anda harus mengosongkan diri; sebelum anda bisa hidup, anda harus mati; dan sebelum anda memperoleh kemenangan, anda harus menyerahkan diri anda.

Saya tidak percaya jika seseorang merasa sangat kalah, depresi, dan ditipu sebagaimana yang dirasakan oleh 11 orang pada suatu malam Jumat hampir dua ribu tahun yang lalu. Yesus telah menjanjikan dunia kepada mereka. Mereka akan duduk di atas takhta dan memerintah kerajaan-kerajaan. Hidup mereka akan menjadi luar biasa. Mereka adalah orang penting. Kemudian tiba-tiba, Yesus ditangkap, disiksa, dan disalibkan. Dunia telah berakhir bagi mereka. Tidak ada yang akan membuat kita  sangat jatuh sebagaimana yang dirasakan oleh mereka karena salib. Meskipun kita mengalami penyakit yang melumpuhkan, bangkrut, teman yang berkhianat, kematian orang yang kita kasihi, atau ketidakadilan kehidupan. Tapi apakah itu suatu kekalahan? Sebaliknya, itu adalah saat kemenangan yang paling mulia yang diketahui oleh dunia.

Apakah Berusaha adalah Jawabannya?

Mari kita kembali kepada pertanyaan mengenai dosa anda dan saya. Kita harus mengakui bahwa kita melawan seorang musuh yang lebih kuat dari kita. Dalam kelemahan daging, kita menemukan diri kita sendiri dibelenggu dalam pikiran dan tubuh oleh kekuatan musuh rohani yang lebih kuat dari pada kita. Kita benar-benar bergumul untuk melepaskan diri kita dari belenggu, tapi semakin kita berusaha lebih keras semakin kita terperosok lebih dalam. Akhirnya, ketika kita sangat lelah berusaha, seorang teman yang begitu berarti datang dan berkata, “Saya tahu apa masalahnya. Kamu perlu berusaha lebih keras.”

Dengar; jika hanya itu jawaban yang kita miliki untuk masalah dosa, kita harus berhenti mengirimkan para misionaris ke India. Saya tidak pernah melihat orang lain yang berusaha begitu keras untuk selamat selain orang-orang Hindu. Saya melihat bagaimana penyesalan yang menyedihkan bersujud di tengah-tengah abu panas, dengan kesakitan mengukur panjangnya, mil demi mil, sebagaimana mereka menuju sungai suci. Di sana mereka akan membenamkan diri di bawah air yang kotor, memandang ke atas melihat matahari yang terik, dan berdoa—kemudian mengulangi prosesnya lagi, dan lagi, dan lagi.

Pebisnis yang memiliki kekayaan berjuta-juta akan meninggalkan kekayaannya, menjadi seorang peminta-minta, dan menghabiskan sisa hidupnya dengan makan dari sedikit makanan yang dibagi-bagi—semuanya ini dilakukan sebagai suatu usaha untuk mendapatkan keselamatan. Tidak pernah saya melihat seorang Kristen yang berusaha sekeras seorang Hindu untuk diselamatkan. Tapi, saya belum pernah bertemu dengan seorang Hindu yang mencari keselamatan yang telah menemukan jaminan atau kedamaian pikiran—bahkan tidak di antara kaum Brahma sebagai kasta tertinggi.

Apakah anda tahu mengapa “berusaha” tidak akan memutuskan rantai dosa? Karena kecenderungan berdosa tertanam jauh di dalam sifat alami setiap bayi yang dilahirkan di dalam dunia. Kita dilahirkan dalam dunia dengan kelemahan yang sudah melekat pada diri kita yang membuat kita cenderung untuk tidak menurut. Selanjutnya, kita semua menyerah kepada kecenderungan tersebut. Yesus, lahir dengan sifat berdosa yang sama, hanyalah Satu-satunya yang tidak pernah menyerah kepada kelemahan tersebut. Dia menghidupkan kehidupan penurutan yang benar-benar disucikan.

Kita tidak memerlukan instruksi teologi untuk memberitahukan kita fakta mengenai sifat berdosa kita. Kita semua telah bergumul dengan saat-saat kegagalan dan kompromi. Kita telah berusaha dengan keras untuk menghapus pengalaman ketidaksetiaan kita dari pikiran, tapi setiap usaha telah berakhir dengan kegagalan.

Saya mendengar tentang seorang pria suci di India yang berjalan dari satu desa ke desa lainnya, dengan klaim dia memiliki kuasa tertentu. Sebagai hasil dari perjalanannya, orang suci ini mengakui bahwa dia memiliki rahasia untuk membuat emas. Dia akan mengisi sebuah teko besar dengan air dan mengaduk kuat air sambil mengucapkan mantera sucinya. Tapi sementara dia mengaduk dia memasukkan beberapa potongan emas dengan lihai ke dalam air tanpa diketahui orang-orang.

Seorang kepala desa ingin membeli rahasia membuat emas tersebut, dan orang suci itu setuju untuk menjual dengan harga 500 rupee. Setelah menjelaskan cara mengaduk dan doa-doa yang harus diulangi, orang suci itu mengambil uang dan siap untuk berangkat. Kemudian dia berbalik dan memberi peringatan terakhir. “Ketika kamu mengaduk air dan mengucapkan mantera doa, kamu tidak boleh sedikitpun memikirkan monyet bermuka merah, kalau tidak emasnya tidak akan jadi!”

Seperti yang anda bayangkan, kepala desa itu tidak pernah berhasil, karena setiap kali dia mengaduk air, di pikirannya selalu terlintas seekor monyet bermuka merah, yang menyeringai kepadanya.

Tentu saja kita tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan pikiran dan imajinasi kita karena alasan sederhana bahwa itu sudah berakar dalam sifat berdosa kita. Hanya ketika pikiran kita telah diubahkan maka seseorang dapat menaklukkan kekuatan fisik yang rendah dan menaruhnya dalam kendali Roh Kudus yang efektif. Hanya dengan cara ini kecenderungan hati dapat disucikan dan berjalan harmonis dengan Kristus. Tanpa kasih karunia kelahiran baru yang mengubahkan, “Keinginan daging…tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.” (Roma 8:7).

Selama tiga tahun saya mempelajari bahasa di India di bawah pengajaran seorang imam Hindu yang datang ke rumah saya dengan sepedanya. Ini memberi kesempatan kepada saya untuk bertanya mengenai berbagai aspek pemyembahan Hindu. Hanya setelah berbulan-bulan kelas persahabatan, saya merasa dapat bertanya kepadanya mengenai satu tampilan yang membuat saya penasaran terhadap agama leluhurnya. “Mengapa,” tanya saya, “kebanyakan kuil-kuil memiliki ukiran ukiran cabul memenuhi bangunan depannya?”

Guru saya sepertinya benar-benar terkejut dengan pertanyaan yang saya ajukan dan menyangkal dengan keras adanya ukiran-ukiran tersebut. Kemudian saya mengajaknya untuk berjalan sejauh satu atau dua blok di mana terdapat kuil baru yang sedang dibangun. Saya telah memperhatikan para tukang menaruh ukiran-ukiran cabul di depan pintu masuk, sehingga guru tersebut tidak bisa menyangkal bahwa ukiran tersebut memang ada. Tapi sekali lagi dia menyatakan keterkejutannya dan mengatakan tidak pernah melihat hal seperti itu sebbelumnya. Dia akan mencari tahu alasannya dan memberitahu saya keesokan hari.

Pada sore berikutnya ketika dia menaiki sepedanya dan siap untuk berangkat, saya menanyakan kembali mengenai ukiran tersebut. “Oh, iya,” katanya, “Saya menemukan alasan mengapa mereka menaruhnya di depan kuil. Kamu tahu, ketika orang-orang datang menyembah dewa-dewa, tidak seharusnya mereka berpikir akan hal-hal jahat, jadi kami menempatkan ukiran tersebut untuk memperingatkan mereka tidak memikirkan hal-hal tersebut sementara mereka beribadah di dalam.”

Saya tertawa kecil mendengar penjelasannya yang aneh, menyadari bahwa tidak satupun kita yang memerlukan peringatan mengenai imajinasi pikiran seperti itu. Tanpa kuasa Tuhan yang mengendalikan, pikiran-pikiran seperti itu akan kita miliki. Yang kita butuhkan adalah obat mujarab kasih karunia ilahi untuk menaklukkan dan mengalahkannya. Pikiran yang dibaharui memiliki jawaban untuk pengaruh dari dalam dan luar diri yang membawa kepada pelanggaran.

Mengendalikan Roh Lahiriah

Bagaimanapun juga, apakah anda memperhatikan bahwa selalu lebih mudah untuk mengatasi tindakan secara luar kita daripada sifat lahiriah kita? Orang-orang berdisiplin tinggi dapat memaksa diri mereka untuk bersikap baik secara luar, meskipun dorongan dari dalam berperang dengan sikap di luar. Alkitab mengajarkan bahwa konflik antara bagaimana kita berpikir dan bagaimana kita bersikap harus berhenti. Seorang Kristen sejati akan sama baik di pikiran maupun tindakan.

Kita semua telah melihat para pengemudi yang memperlambat kecepatan hingga 15 mil per jam di zona sekolah. Mereka nampaknya tunduk dan taat aturan sementara mereka melaju di depan petugas lalu lintas perempuan yang berseragam. Tapi para pengemudi tersebut biasanya penuh amarah dan pemberontakan karena mereka menjadi terlambat datang ke rapat. Diri kita adalah alasan di balik setiap peperangan emosi, dan mereka yang keras kepala belum tunduk terhadap penurutan. Disinilah mereka yang putus asa mulai berbohong bagi mereka yang mengklaim dirinya sebagai bagian dari keluarga Allah. Hampir siapapun dengan kemampuan bermain peran yang minim dapat memaksa untuk taat terhadap peraturan (khususnya jika mereka pikir seseorang sedang memperhatikan) tapi hampir tidak seorangpun yang dapat memaksa dirinya untuk merasa baik-baik saja. Kita bisa berusaha hingga napas penghabisan, dan kita tidak akan pernah sanggup merubah sifat yang tidak diubahkan oleh tekad yang setengah-setengah. Perubahan besar seperti itu membutuhkan lahirnya sikap dan pola pikir yang baru.

Banyak orang yang berpikir bahwa mereka adalah orang Kristen hanya karena sikap dan menuruti aturan dan prinsip Alkitab tertentu. Dengan kata lain, gaya hidup dan sikap mereka membuat mereka terlihat bukan dari dunia. Apakah betul demikian? Apakah kita selalu dapat mengenali seorang anak Allah sejati hanya dari tingkah lakunya? Mungkin saja selama beberapa waktu, tapi kepura-puraan hanya dapat membohongi kita untuk sementara waktu. Pada akhirnya sifat asli di balik tingkah laku yang baik akan mulai terlihat, dan sandiwara akan ketahuan juga.

Yesaya menuliskan, “Jika kamu menurut dan mendengar, maka kamu akan memakan hasil baik dari negeri itu.” (Yesaya 1:19). Beberapa orang menurut tanpa menyerahkan kehendaknya, dan buah mereka segera terlihat palsu. Apa yang hal ini ajarkan kepada kita? Hal tersebut mengajarkan kita bahwa orang-orang yang mematuhi perintah Allah dengan hati-hati dapat membuat dua kesalahan. Kita mungkin salah menilai bahwa mereka adalah legalis karena mereka sangat serius terhadap sedikit saja ketidakpenurutan, atau kita mungkin akan salah menilai bahwa mereka adalah umat Kristen sejati hanya karena mereka selalu meninggikan penurutan terhadap hukum.

Menghakimi Tingkah Laku Seseorang

Tidak ada seorangpun yang dapat membaca motif seseorang. Karena itu, adalah sikap menghakimi dan berbahaya untuk mencela tingkah laku seorang Kristen yang menuruti hukum. Jika tingkah lakunya memang berdasarkan usaha sendiri dan sebagai bentuk keselamatan karena diri sendiri, maka kebenaran akan segera terungkap. Tapi jika orang tersebut memiliki hubungan kasih sejati dengan Kristus yang membuatnya begitu peduli dengan penurutan, maka dia layak mendapat pujian bukannya kritikan.

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan kemenangan atas dosa dengan usaha keras dan bergumul lebih lama adalah penipuan yang fatal. Rahasianya adalah percaya bukannya berusaha, dan waktu akan membuat kita dari pendosa muda menjadi pendosa lama. Akhirnya, kita harus mengakui bahwa kita tidak sekuat musuh kita, dan ketika kita menyerahkan kebergantungan kita terhadap kekuatan dan usaha diri sendiri, Tuhan memberikan hadiah kemenangan yang mulia.

Yesus berkata, “Di luar aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5). Itulah kebenarannya, tapi kita harus keluar dari sikap negatif atas pernyataan ini dan mengalami fakta positif dari Filipi 4:13, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Perbedaannya diantara “segala perkara” dan “tidak dapat berbuat apa-apa” terletak pada Kristus.

Bukan maksudnya bahwa kita duduk santai bermalas-malasan sementara Tuhan melakukan semua tanggung jawab untuk membebaskan kita. Ada keseimbangan antara kemungkinan dan tanggung jawab untuk mengalahkan dosa. Yang satu adalah bagian Allah dan yang satunya lagi bagian kita. Kemungkinan terletak pada Allah, dan tanggung jawab adalah bagian kita. Dan ketika kita mulai melawan dosa, Allah memberikan kuasa untuk mengalahkan dosa sepenuhnya.

Seberapa jauh kita dapat menggunakan metode iman untuk mendapatkan kemenangan atas dosa? Yohanes menyatakan, “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya.” (1 Yohanes 5:4). Dengan berserah kepada kuasa yang lebih besar yang menjangkau ke bawah dari atas Surga, kita dapat membawa setiap pemikiran tunduk di bawah kuasa Kristus.

Mungkin sebuah ilustrasi dapat menjelaskannya. Misalnya seorang petani berjalan di jalan setapak kebunnya dan melihat ke tanah di bawah kakinya. Dia berpikir dengan keras apabila mineral-mineral dalam tanah itu bisa berubah menjadi sayur-sayuran. Jawaban manusia langsung memenuhi kepalanya. “Tentu saja tidak bisa. Hanya ada tiga kategori: sayur-sayuran, mineral, dan binatang; mereka seterusnya selalu akan berbeda.”

Segera setalah itu petani tersebut membuat lajur-lajur di samping jalan setapak kebunnya dan menanam biji kol dengan hati-hati berdasarkan instruksi yang tertera pada bungkus biji. Kemudian hujan melembabkan tanah, dan sinar matahari mulai bekerja atas biji-biji kecil tersebut. Mereka mulai tumbuh, dan atas kuasa ajaib, akar mulai menyerap elemen-elemen mineral dan disalurkan ke daun kol. Oleh proses yang ajaib yang masih belum dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan, zat besi, fosfor, dan magnesium diserap ke dalam tanaman dan berubah menjadi sayuran yaitu kol. Mineral-mineral telah berubah menjadi sayur.

Kemudian, ketika petani tersebut berdiri di atas jalan setapak dan mengagumi kolnya yang telah siap panen, muncul pertanyaan di benaknya: Apakah sayur-sayuran ini bisa berubah menjadi hewan? Dan jawaban dari akal manusianya dengan jelas adalah, “Tidak. Sayur adalah sayur, dan hewan adalah hewan, dan merupakan dua hal yang jelas-jelas berbeda.”

Tapi beberapa hari kemudian, petani tersebut dengan cerobohnya lupa menurunkan palang di padang di dekat kebunnya, sehingga sapi-sapi masuk ke dalam kebunnya. Sementara sapi-sapi menikmati kol miliknya, hal yang luar biasa terjadi dalam tubuh mereka. Kol dicerna dalam organ tubuh, dan dalam sekejap sayur secara literal berubah menjadi hewan. Sungguh suatu mukjizat! Mukjizat tersebut terjadi bukan karena usaha yang dilakukan oleh kol. Namun terjadi karena kuasa yang lebih tinggi yang mencapai ke bumi, sehingga perubahan ajaib bisa terjadi.

Seberapa Jauh Kita Bisa Menang?

Sekarang kita akan mengambil ilustrasi selangkah lebih jauh dan bertanya: Mungkinkah hewan, atau sifat jasmani kita menjadi rohani? Kembali jawabannya adalah: “Tidak”. Itu adalah dua bidang yang berbeda yang tidak akan pernah terjadi di dunia ini.” Tapi saya katakan kepada anda bahwa perubahan seperti itu bukan saja mungkin, tetapi benar-benar terjadi kepada setiap orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Dengan menyerahkan kehendak kita kepada kuasa yang lebih tinggi yang berasal dari Surga, kita dapat bebas dari kuk kedagingan kita. Seluruh jiwa kita akan tunduk kepada Roh Allah, dan kita dapat memikirkan pikiran Kristus. Paulus menyatakan bahwa kita mengambil bagian sifat Ilahi dan memiliki pikiran Kristus. Berulang-ulang, proses tersebut dijelaskan sebagai penyerahan kehendak dan jalan kita. “Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran.” (Roma 6:13).

Paulus lebih jauh menjelaskan proses berserah sebagai sebuah penyaliban sifat kedagingan kita secara literal. Dia berkata, “Aku telah disalibkan dengan Kristus” dan “mati setiap hari”. Penyerahan kehendak secara terus menerus tidak diraih karena keputusan atau usaha yang kita dapatkan dari diri sendiri. Diri kita tidak akan pernah membuat pilihan untuk mati. Hanya Roh Kudus yang dapat menciptakan keinginan untuk lari dari pengaruh sifat yang mengasihi dosa.  Hanya Dialah yang dapat membawa kita mencapai titik dimana kita mau menyerahkan setiap pemanjaan dosa.

Sebagaimana pikiran dan kehendak bekerja sama dengan Roh Kudus, iman yang berserah akan mematikan manusia lama yang berdosa. Jiwa kita terbuka kepada kuasa rohani baru yang manis dan penuh kemenangan. Ilah-ilah kecil menghilang dari diri kita. Tidak ada lagi rahasia disembunyikan dari Allah, tidak ada lagi yang harus disembunyikan atau membuat kita malu, tidak ada lagi sikap mengalah sebagai pilihan hidup. Dengan sukacita kita sampingkan ilah diri dan dunia untuk memberikan lebih banyak tempat untuk menyatakan karakter Kristus yang mengasihi.

Meskipun ada kesenangan palsu sesaat dalam kehidupan berdosa, pemanjaan-pemanjaan tersebut tidak bisa dibandingkan dengan sukacita karena mengikuti Yesus. Ego diri membuat kekristenan nampak gelap dan menakutkan, tapi ketika kita menyerahkan dan menyalibkan diri, jalan sempit akan dipenuhi dengan sukacita yang sulit untuk diungkapkan.

Di Balik Keadaan Orang Kristen yang Tidak Bahagia

Setiap kali anda melihat seorang Kristen yang tidak bahagia, anda sedang melihat seseorang yang belum menyerahkan dirinya di atas salib Kristus. Sifat kedagingan, sifat alami dalam diri masih dipertahankan. Tidak akan ada kedamaian dalam kesetiaan yang tidak sepenuh hati. Mereka yang belum berserah untuk mati di kayu salib bersama Kristus masih membawa agama mereka bagaikan suatu beban yang berat. Mereka mengingatkan saya terhadap prosesi Hindu yang saya amati, berulang-ulang, di keramaian jalan India. Para imam dan umat Hindu terhuyung-huyung membawa patung berat di pundak mereka. Kadang-kadang mereka berhenti untuk beristirahat, dan merupakan saat yang melegakan ketika dapat menurunkan patung dari pundak mereka untuk sementara waktu.

Yesaya menggambarkan hal yang sama pada zamannya, ketika dia memperhatikan peristiwa yang sama. Dia menuliskan, “Orang mengeluarkan emas dari dalam kantongnya…untuk membuat allah dari bahan itu, lalu mereka menyembahnya, juga sujud kepadanya! Mereka mengangkatnya ke atas bahu dan memikulnya, lalu menaruhnya di tempatnya; di situ ia berdiri dan tidak dapat beralih dari tempatnya. Sekalipun orang berseru kepadanya, ia tidak menjawab dan ia tidak menyelamatkan mereka dari kesesakannya.” (Yesaya 46:6, 7).

Betapa tulisannya menggambarkan hal yang sama yang terjadi di India. Allah mereka tidak berdaya sehingga mereka yang harus membawanya dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka membebani diri sendiri dengan usaha memindahkannya menuju tempat yang lain. Hal tersebut merupakan suatu beban sehingga mereka merasa lega ketika dapat menurunkannya sementara mereka beristirahat.

Agama apa itu yang membuat kita harus bertahan dengan rasa sakit dan menanggung beban sedemikian berat? Saya telah melihat pengalaman yang sama dari orang yang mengaku sebagai seorang Kristen. Mereka menganut sebuah agama yang sepertinya tidak bermanfaat apa-apa bagi mereka selain keletihan dan roh bersungut-sungut. Mereka seperti seorang yang menderita sakit kepala. Dia tidak mau memotong kepalanya, tapi memberikan rasa sakit atas dirinya. Orang-orang seperti ini tidak mau meninggalkan agamanya meskipun mereka menderita sakit.

Hanya ada satu penjelasan untuk situasi aneh seperti ini. Ini adalah hal ekstrem yang tidak normal. Orang Kristen seharusnya menjadi orang-orang yang paling berbahagia di dunia. Jika mereka tidak berbahagia, itu karena mereka belum menyerahkan diri untuk mati di kayu salib.

Mari kita kembali ke ayat yang terdapat dalam buku Yesaya yang mana Sang nabi menggambarkan prosesi penyembahan pada zamannya. Sebenarnya bukan Yesaya yang berbicara tetapi Allah sendiri. Dalam ayat 7 Allah berkata, sehubungan dengan dewa, “mereka mengangkatnya”. Sekarang mari kita baca ayat 4 yang mana Allah berseru kepada orang Israel, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu.”

Allah mana yang anda sembah hari ini? Agama apa yang anda anut? Anda hanya dapat menyembah Allah atau diri sendiri. Ketika anda menyerahkan diri sepenuhnya maka sifat merusak, serakah, pemanjaan diri akan mati, anda akan melihat diri anda mati terhadap dosa-dosa pribadi. Mencoba menghidupkan kehidupan Kristen tanpa mati atas diri sendiri adalah sama sulitnya dengan membawa patung dewa. Pada kenyataannya, ketika diri belum diserahkan di atas kayu salib, yang menjadi dewa sebenarnya anda atau Juruselamat. Ketegangan terus-menerus untuk menyerahkan penyembahan diri dengan usaha diri sendiri dapat meletihkan orang yang paling kudus sekalipun.

Jadi apa yang terjadi ketika iman mengklaim kemenangan atas dunia, kedagingan, dan Si Jahat? Kita akan terbebas dari ketegangan, karena Allah berjanji untuk memikul kita. “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Korintus 15:57). “Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.” (1 Yohanes 5:4). “Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan memnyelamatkan kamu.” (Yesaya 46:4).

Tidaklah sulit membayangkan bahwa usaha Setan yang paling kuat adalah meninggikan diri sendiri. Dia hanya dapat mengendalikan individu yang memanjakan sifat kedagingan. Saya sering membayangkan bahwa musuh terbesar kita memiliki daftar pemanjaan diri di komputer yang dia terus paparkan kepada umat manusia. Setiap kategori telah diasah dan dibuat untuk mengeksploitasi kelemahan sifat kedagingan tertentu yang Setan kenali dengan mudah pada setiap anggota keluarga Adam. Mungkin beberapa daftar yang paling menarik mencakup pembenaran diri, kebergantungan terhadap diri, pemanjaan diri, kesenangan diri, kehendak diri, pertahanan diri, dan meninggikan diri.

Karena Setan adalah pangeran sementara dunia ini, maka dia menginspirasi banjirnya barang-barang yang membuat kita fokus untuk mengasihi diri sendiri. Penasehat pemanjaan diri memaksa kita untuk meningkatkan harga dan nilai diri. Bahkan para pendeta menyampaikan khotbah seputar interpretasi mereka untuk mengasihi sesama kita manusia seperti mengasihi diri kita sendiri. Bukankah ini memutarbalikkan nasihat Alkitab untuk “menyalibkan diri” dan “menyangkal diri”? Bagaimana kita mencari kehormatan dan keagungan diri sendiri sementara dikatakan kepada kita untuk dikalahkan dan disalibkan?

Tentu saja ada kebutuhan yang mana kita perlu mengetahui nilai diri kita di hadapan Allah. Dia menganggap masing-masing kita lebih berharga dari pada hidupNya sendiri. Tapi pengakuan itu berbeda sepenuhnya dari sifat dasar keegoisan manusia berdosa. Allah sanggup mengasihi kita di atas kelemahan genetik kita dan pemanjaan selera daging, tapi semakin kita dekat kepada Yesus, semakin kita mundur dari jalan kita yang sesat. Pada kenyataannya, ketika kita memasuki hidup yang diubahkan oleh Roh Kudus, kepercayaan yang kita tempatkan atas diri akan berpindah pada Juruselamat. Untuk menggambarkan pengalaman hidup baru, Paulus membandingkannya dengan sunat secara rohani. “Karena kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah.” (Filipi 3:3).

Seperti yang telah kita bahas, rasul Paulus membandingkan pengalaman perubahan ini dengan menyalibkan diri. Kebenarannya adalah sifat egois setiap bayi, anak-anak, dan orang dewasa membuat setiap orang mengikuti jalannya masing-masing. Sifat ini harus disalibkan, dan di bawah sifat rohani yang baru, kasih kita akan berfokus pada Yesus. Diri sendiri tidak lagi penting. Kedagingan kita tidak memiliki kuasa untuk mengendalikan hidup atau memenuhi keinginannya. Nyanyian jiwa kita sekarang adalah, “Jadilah kehendakMu, Tuhan, jadilah kehendakMu. Engkau adalah tukang periuk; aku adalah bejana.” Tuhan mau agar kita memiliki pengalaman ini.


Mari bagikan artikel ini

1 thought on “Penyerahan Diri

  1. Perkenalkan nama sy Maria Erestiana Dewi, sy ingin menyerahkan diri sy pada TUHAN YESUS, krn kehidupan pribadi sy terlalu buruk dan sangat buruk. Dan sy sekarang tak mampu dan tak ingin tau ttg dunia ini..sy sudah ingin pergi dan mengakhiri kehidupan sy sendiri. Sy sdh tak punya siapapun yg ada didunia ini yg melindungi dan menghargai sy sbg wanita ataupun sbg istri sekalipun. Sy sudah capek diperjual belikan oleh keadaan yg ada didunia ini..untuk itu sy ingin menyerahkan diri sy dan pergi dari sini dan sy mengabdikan diri sy untuk TUHAN diatas sana. Sy sdh capek krn kenapa dosa itu selalu diulang2. dan semakin menjadi2..sy tak ada artinya lg buat keluargaku ataupun bahkan suamiku sekalipun. Suamiku tak pernah menyayangiku setulus hatinya…dia hanya mampu berucap dan tak pernah bertindak didlm dirinya hanya ada tipuan dan kebohongan belaka..hidupku ini hanya sebuah bom waktu yg tiap saat bisa meledak setiap saat krn sy sudah tak mampu lg. untuk itu sy ingin pergi dan ingin menutup diri sy dari dunia ini bahkan dari keluarga ataupun suami sy..krn mereka semua tak pernah menghargaiku sbg wanita..GBU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *