Pada zaman kuno, garam adalah barang dagangan yang berharga. Harga garam begitu tinggi selama Abad Pertengahan sehingga orang terkadang menyebutnya “emas putih.” Sampai tahun 1900-an, orang-orang di Etiopia menggunakan garam seberat satu pon sebagai mata uang. Yesus berkata, “Kamu adalah garam dunia” (Matius 5:13). Apa yang Dia maksudkan dengan metafora ini?
Garam adalah bumbu. Yesus bermaksud agar murid-murid-Nya menambahkan bumbu kebenaran kepada dunia. Garam juga merupakan pengawet. Dengan menjalani kehidupan yang saleh dan bepengaruh kepada orang-orang di sekitar mereka, murid Kristus yang sejati telah membantu menjaga dunia dari kerusakan moral. Dalam tulisan Paulus kepada orang-orang Kristen mula-mula, ia mendesak mereka untuk “hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar” sehingga mereka dapat memiliki pengaruh positif pada orang-orang di sekitar mereka—sehingga mereka dapat menjadi saksi Kristus yang baik (Kolose 4:5).
Dia juga menekankan pentingnya pembicaraan sebagai seorang yang saleh terhadap orang-orang luar. Kata-kata dapat membagun atau menyakiti. Paulus menasihati, “Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang” (Kolose 4:6).
Berbicara dengan anggun melibatkan kebaikan, kasih sayang, dan semangat untuk memaafkan, dalam komunikasi kita dengan orang lain. Membumbui percakapan kita dengan garam dapat berarti menggunakan kebijaksanaan Kristen, menghibur dan mendorong seseorang yang terluka, dan membumbui kata-kata kita sehingga orang lain mungkin terdorong untuk mempertimbangkan kebenaran rohani atau belajar lebih banyak tentang Tuhan.
Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar, pergunakanlah waktu yang ada. Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang. Kolose 4:5-6.
-Doug Batchelor-