YANG SERATUS EMPAT PULUH EMPAT RIBU

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

144000-7-638Dan aku melihat, sesungguhnya Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama  dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis namaNya dan nama BapaNya. Wahyu 14:1

Di atas laut hablur di hadapan takhta itu, yaitu laut kaca yang bagaikan bercampur dengan api – sangat gemerlapan dengan kemuliaan Allah – berkumpullah rombongan orang yang telah “mengalahkan binatang itu dan patungnya dan bilangan  namanya.” Mereka berdiri dengan Anak Domba di Gunung Zion sambil “memegang kecapi Allah,” seratus empat puluh empat ribu itu yang telah ditebus dari antara manusia; dan kedengaranlah bunyi bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang dahsyat, yaitu “bunyi pemain-pemain kecapi yang memetik kecapinya.” Dan mereka menyanyikan “suatu nyanyian baru” di hadapan tahkta itu, dan tidak seorangpun yang dapat mempelajari nyanyian itu selain daripada seratus empat puluh empat ribu itu. Itulah nyanyian Musa dan Anak Domba – suatu nyanyian kelepasan.

Tidak ada orang lain selain seratus empat puluh empat ribu itu yang dapat menyanyikan nyanyian tersebut; karena itu adalah nyanyian pengalaman mereka – suatu pengalaman yang tidak pernah dialami orang lain. “Mereka adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi.” Inilah mereka  yang diangkat dari bumi, dari antara manusia, yang dianggap sebagai “korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu.” Wahyu 15:2,3; 14:1-5. “Mereka ini adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan besar;” Mereka telah  melewati masa kesusahan yang belum pernah terjadi sejak adanya suatu bangsa; mereka telah bertahan pada masa kepicikan Yakub; mereka telah berdiri tanpa penolong ketika pehukuman Allah yang terakhir dicurahkan. Tetapi mereka telah dilepaskan karena mereka telah “mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba.” “Di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela “di hadapan Allah.” “Karena mereka berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani Dia siang malam di Bait SuciNya. Dan Ia yang duduk di atas takhta  itu akan membentangkan kemahNya di atas mereka.”

Mereka telah melihat bumi dilanda wabah dan bela kelaparan, matahari yang berkuasa memanggang manusia dengan pasas yang tinggi, dan mereka sendiri harus menderita haus dan lapar. Tetapi “mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi.” Wahyu 7:14-16.

 

Maranata Hal. 328 


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *