Umat Allah Dipersalahkan Karena Bencana Alam

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

lupercalia5Celakalah kamu, hai bumi dan laut! karena Iblis telah turun kepadamu, dalam geramnya yang dahsyat, karena ia tahu, bahwa waktunya sudah singkat. Wahyu 12:12.

Bilamana manusia semakin lama semakin jauh dari Allah, maka Setan dibiarkan untuk menguasai anak-anak durhaka. Ia melemparkan kebinasaan di antara manusia.  Terjadi malapetaka di darat dan di laut. Harta dan nyawa binasa oleh api dan banjir. Setan memutuskan untuk menuduhkan hal ini ke atas mereka yang tidak mau  tunduk kepada berhala yang didirikannya. Agen-agennya menuding Masehi Advent Hari Ketujuhlah yang menjadi penyebab kesukaran. “Orang-orang ini berdiri menentang hukum,” kata mereka. “Mereka menodai hari Minggu. Sekiranya mereka dipaksa untuk mentaati hukum pemeliharaan hari Minggu, maka penghakiman yang mengerikan ini akan berhenti.”

Bencana-bencana alam akan terjadi — bencana alam yang sangat mengerikan, sangat tidak diharap-harapkan; dan kebinasaan­kebinasaan ini akan berturut-turut satu  dengan yang lain. Jika sekiranya ada perhatian terhadap amaran-amaran yang diberikan Allah, dan kalau gereja-gereja mau bertobat, kembali kepada kesetiaan  mereka, maka kota-kota lain akan diperpanjang usianya. Tetapi jikalau manusia yang telah tertipu terus saja berada di jalan yang sama di mana mereka telah berjalan, dengan tidak mempedulikan hukum Allah dan menyuguhkan kepalsuan-kepalsuan kepada orang banyak. Allah membiarkan mereka menderita bencana alam, supaya perasaan mereka dapat dibangunkan.

Pehukuman akan sepadan dengan kejahatan orang banyak dan terang kebenaran yang mereka telah miliki. Jikalau mereka telah memiliki kebenaran itu, maka sesuai dengan terang itulah pehukuman itu.

Setan menaruh penafsiran terhadap peristiwa-peristiwa, dan ini menyebabkan manusia mengira, sebagaimana kehendaknya bagi mereka, bahwa bencana yang melanda negri adalah akibat pelanggaran atas hari Minggu. Mengira dapat menangkis murka Allah, orang­orang yang berpengaruh ini membuat hukum yang memaksakan pemeliharaan hari Minggu. Mereka mengira bahwa dengan mengangkat hari perhentian palsu ini lebih tinggi, dan terus lebih tinggi, memaksakan penurutan kepada undang-undang hari Minggu, yaitu sabat tiruan, mereka sedang melakukan pekerjaan Allah. Mereka yang menghormati Allah dengan memelihara hari Sabat yang sejati dipandang sebagai orang yang tidak setia kepada Allah, sedangkan sebenarnya mereka yang menganggap mereka demikian adalah mereka sendiri yang tidak setia, sebab mereka sedang menginjak-injak di bawah kaki mereka hari Sabat yang bermula di Eden.

 

Maranata Hal. 176


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *