JANJI ADALAH JANJI

Pendalaman Alkitab
Mari bagikan artikel ini

Oleh Dennis Meier

“Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik” (Kej. 18:1).

Api yang menghancurkan Malden Mills pada tanggal 11 Desember 1995, di Lawrence, Massachusetts, adalah salah satu bencana pabrik terbesar dalam sejarah negara bagian Massachusetts. Setelah tragedi itu, mempengaruhi ribuan pekerja, Malden Mills, CEO Aaron Feuerstein mengumumkan bahwa ia akan mempertahankan karyawannya pada gaji— dan bahwa ia akan membangun kembali pabrik itu. Kebanyakan orang di pabrik pakaian itu mengharapkan Feuerstein mengambil cek asuransi besar dan membangun kembali pabrik di Asia di mana sebagian besar pabrik Amerika Utara telah pindah. Apakah dia benar-benar serius atau apakah ini aksi hubungan publik belaka?

Dalam Kejadian 18 Allah menunjukkan kesetiaan-Nya dengan mengunjungi tenda Abraham, dan menikmati berkat berbagi makanan bersama. Allah tidak hanya datang untuk memakan hidangan lezat. Ia juga bermaksud mengunjungi sahabatNya, Abraham. Sebenarnya, ada alasan khusus dalam kunjungan ini, karena ini bukanlah pertama kalinya Allah datang kepada Abraham.

Dalam percakapan tersebut, alasan pertemuan khusus ini pun akhirnya menjadi jelas. Jika Anda memperhatikan dengan saksama, Anda akan menemukan bahwa hanya dalam beberapa ayat sebelumnya (Kej. 17:21) pertemuan yang serupa telah terjadi. Allah berfirman kepada Abraham: “Tetapi perjanjian-Ku akan Kuadakan dengan Ishak, yang akan dilahirkan Sara bagimu tahun yang akan datang pada waktu seperti ini juga.

Alasan Kunjungan

Kedatangan Allah di dekat pohon terbantin di Mamre memiliki latar belakang. Allah datang untuk mengulangi janji-Nya yang tidak dianggap dengan serius dan tidak didengar dengan benar. Entah mengapa Abraham harus “mendengar” janji itutanpa terlalu mempercayai janji itu.

Kita dapat menggunakan “imajinasi suci” kita untuk membayangkan adegan tersebut. Sementara semua orang sedang bercakap-cakap dan menikmati hidangan mewah, Allah diamdiam menyondongkan tubuh-Nya kepada Abraham, dan kemudian dialog berikut terjadi:

Tuhan: “Abraham?” Abraham: “Ya, Tuanku” Tuhan: “Apakah kau ingat percakapan kita tiga bulan yang lalu?”

Abraham: “Tentu saja Tuan, mengenai perjanjian dan hal bangsa yang besar dan juga hal bersunat, bukan?” Tuhan: “Ya, benar. Jadi Abraham, apakah yang kita perlukan untuk menjadi sebuah bangsa yang besar? “ Abraham: “Orang yang sangat banyak! “ Tuhan: “Nah, Abraham, dari mana mereka akan datang? Ingatlah perkataan-Ku!”

Abraham: “Yah, tentu dari aku dan Sarah” Tuhan: “Itu benar, Abraham. Baiklah, langsung saja: Aku telah berbicara kepadamu tiga bulan yang lalu dan Aku mengatakan bahwa dalam satu tahun Sarah akan memiliki seorang putra. Apakah kau ingat?”

Abraham: “Ya, tapi saya pikir itu….“ Tuhan: “Selain berpikir, apakah lagi yang kau lakukan, engkau dan Sarah, berada dalam garis keturunan?”

Kemudian Allah mengulangi dan menekankan dengan keras, kata-Nya: ”Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki” (Kej. 18:10).

Sekarang kita tahu mengapa Allah harus mengunjungi Abraham di Mamre. Tiga bulan berlalu, dan tidak ada yang terjadi. Janji Allah seolah-olah “terdengar” seperti janji kosong. Barangkali janji tersebut telah membawa semangat. Mungkin Abraham beralasan, sebagaimana para teolog sering lakukan, bahwa ada masalah hermeneutika, masalah penafsiran. Bagaimanapun juga, tidak ada tindakan yang membuktikan janji.

Sebuah janji yang tidak diterapkan, tidak dihayati, akan menjadi ungkapan kosong atau menjadi ramalan belaka.

Allah Mengunjungi Kita

Para pengikut Kristus memiliki tas penuh janji-janji dalam bagasi mereka. Allah telah memberikannya kepada kita. Kadang-kadang janji itu berlaku bagi semua orang; dan kadang pula bersifat sangat pribadi.

Sebuah janji yang berlaku untuk kita semua, janji yang serius seperti halnya ketika memberitahukan kelahiran Ishak kepa da Abraham dan Sarah, terdapat dalam kalimat yang diucapkan oleh Yesus berikut ini: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman“ (Mat. 28:20). Kita harus menyadari betapa radikalnya janji ini. Tidak tergantung pada apakah kita merasa Yesus dekat dengan kita. Juga tidak tergantung pada apakah kita selalu melakukan hal yang benar. Kebenaran doktrin bukanlah syarat untuk memenuhi janji Allah ini. Janji ini berlaku tanpa syarat kepada semua orang yang mengambil bagian dalam Kerajaan Allah (ayat 18, 19).

Ada kalanya dalam hidup ini kita tidak yakin apakah Yesus berjalan bersama kita. Penyakit yang serius, kekecewaan, atau depresi mungkin menyamarkan rasa kehadiran Allah dalam hidup kita. Tetapi ada pelajaran yang lain: Kunjungan Allah kedua mengajarkan kita bahwa ini bukanlah mengenai kata-kata religius, tapi mengenai fakta yang dijanjikan memerlukan perbuatan dari pihak kita. Abraham akan memiliki anak yang dijanjikan hanya dengan menikmati kewajiban suami istri dengan Sarah. Penggenapan janji itu datang melalui perbuatan; perbuatan kita menyatakan kepercayaan kita kepada Allah.

Suatu kali, setelah saya berkhotbah mengenai konsep ini, seorang anggota gereja yang sudah sangat menderita karena penyakit yang dideritanya mempertanyakan pertanyaan yang sulit. Dia ingin tahu mengapa doa-doanya untuk kesembuhan belum dijawab. Banyak orang yang telah berdoa untuknya menurut Yakobus 5, dan dia telah membaca janji penyembuhan harfiah (Yakobus 5:15: “Tuhan akan membangunkan dia” [pasien]). Dengan cara seperti apa ia dapat mengklaim janji ini dan menghadapinya?

Bagaimanapun juga, jawabannya tidak sebatas teknis dengan melakukan sesuatu maka kemudian apa yang dijanjikan akan terjadi. Janji adalah ikrar yang dapat dipercaya dalam hubungan yang penuh kasih. Dalam janji Yesus pada Matius 28:20, Sang Guru berkata bahwa Dia ada sampai akhir. Maka Dia pun ada, bahkan ketika kita tidak menyadarinya. Mengapa? Karena hanya Dia yang mengasihi saya dan mau berada dekat saya, yang dapat membuat janji seperti itu. Janji ini juga berlaku untuk segala sakit penyakit. Yang berarti bahwa kesembuhan tidak selalu berarti perbaikan kondisi yang dapat terlihat oleh kita; itu bisa datang kemudian, bahkan kadangkadang hanya pada kebangkitan. Namun demikian, juga merupakan soal kepercayaan.

Janji-Nya hidup dalam iman, dan iman tumbuh dalam suatu hubungan; pada gilirannya hubungan tumbuh ketika kita berinvestasi di dalamnya. Hubungan yang terus-menerus bergerak (perpetuum mobile) dipelajari oleh para ahli Alkitab selama berabad-abad: Hubungan ini dikuatkan oleh energinya sendiri, yang dihasilkan oleh diri sendiri.

Secara tegas dinyatakan, hal ini bukanlah tentang mengklaim suatu janji yang harus digenapi (teologi dengan mengatakan permohonan, dan mengklaimnya), melainkan untuk bertindak, karena kita mengenal Dia yang telah berjanji. Kemudian kita bisa bergerak maju, karena kita tahu Allah ada di sana. Melalui doa, kita dapat membawa-Nya dalam kehidupan kita seharihari. Kita melepaskannya. Ayat itu secara sederhana berkata: Bersama Allah, tidak ada yang mustahil (Kej. 18:14).

Suatu Janji yang Digenapi

 Janji-janji Allah digenapi. Sarah benar-benar hamil dan melahirkan anak laki-laki. Dalam surat Ibrani Sarah dipuji atas imannya kepada Allah (Ibr. 11:11).

Oh ya, mengenai anggota gereja saya yang sakit itu, sekarang keadaannya jauh lebih baik. Dan CEO Aaron Feuerstein memenuhi janjinya. Memegang janjinya dengan membayar gaji pegawainya dengan penuh ketika pembangunan kembali pabrik di Massachusetts itu yang menghabiskan dananya sebesar 25 juta dolar dan akhir dapat mengendalikan perusahaannya—tetapi dia telah melakukan apa dia katakan.

Allah mengenapi janji-Nya. Tidak peduli apa yang Anda alami, Dia tidak akan meninggalkan Anda. Janji-Nya tetap berlaku. Sekarang bangunlah dan hidupkanlah janji itu.


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *