Sabat adalah hari berkelimpahan berkat. Inilah sebabnya mengapa para nabi Perjanjian Lama tetap memanggil umat kembali kepada Allah Pencipta, kepada Allah Pemberi hukum, dan kepada Allah Pelepas. Berikut yang berulangkali ditekankan para nabi Perjanjian Lama; “Berawas-awaslah demi nyawamu! Janganlah mengangkut barang-barang pada hari Sabat dan membawanya melalui pintu-pintu gerbang Yerusalem!… dan janganlah lakukan sesuatu pekerjaan, tetapi kuduskanlah hari Sabat seperti yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyangmu” (Yer. 17:21, 22).
Nabi Yeremia berbicara tentang bahaya yang kita semua akan hadapi. Ia mendiskusikan suatu masalah di masanya tetapi itu berlaku juga di masa kita. Itu bukan sekadar suatu masalah bagi bangsa yang hidup saat itu, tetapi itu juga masalah abad kedua puluh satu. Begini sebabnya. Pekerjaan yang konstan bisa menekan kerohanian kita. Pencarian uang bisa menelan semua waktu kita. Mencari materi bisa menjauhkan kekekalan. Itu terjadi di zaman Yeremia di Yerusalem dan itu sedang terjadi di zaman kita di rumah-rumah, tempat kerja, dan kota-kota kita. Dan Allah sedang berkata,“Biarkan Sabat menarik Anda kembali pada apa yang benar-benar penting. Jangan biarkan usaha mencari keamanan materi mendahului pencarian pada hal yang paling penting.”
Nabi Yesaya menggemakan tema yang sama. Bangsa Israel waktu itu mengabaikan Sabat Alkitab. Perhubungan mereka dengan budaya penyembahan berhala membuat mereka tidak menghormati hari istimewa Allah. Dalam Yesaya Pasal 58 Allah mengajak mereka untuk membangun kembali iman mereka. Ia memanggil mereka kembali pada nilai-nilai rohani. Dan inilah yang Ia katakan, “Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan ‘yang memperbaiki tembok yang tembus,’ ‘yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni.’ Apabila engkau tidak menginjak-injak hukum Sabat dan tidak melakukan urusanmu pada hari kudus-Ku; apabila engkau menyebutkan hari Sabat ’hari kenikmatan,’ dan hari kudus TUHAN ‘hari yang mulia’… dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan….” (Yes. 58:12-14).
Perhatikan bahwa mereka yang membangun reruntuhan iman disebut “yang memperbaiki tembok yang tembus.” Jelas terdapat tembusan di dinding pelindung yang mengelilingi umat Allah. Sabat adalah suatu batasan, suatu dinding perlindungan. Itu adalah tempat keselamatan dan perlindungan. Itu adalah bagian lingkaran perhatian Allah yang mengelilingi kita. Sabat adalah cara khusus bagi kita untuk mengalami perhatian Allah yang mengasihi dan melindungi tiap pekan.
Pada hari Sabat kita berhenti untuk merenungkan kebaikan Pencipta kita. Kita menggunakan waktu dalam hadirat-Nya. Kita merenungkan makna hidup sejati dan fokus pada maksudnya yang sesungguhnya. Dan apa yang selanjutnya dinyatakan Nabi Yesaya bahwa Allah berjanji bilamana kita menghormati Sabat, Pencipta alam semesta akan membuat kita “melintasi buku-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan.” Ada kelimpahan dalam memelihara Sabat yang menuntun umat Allah pada kesejahteraan secara fisik, mental, sosial, dan rohani.
Di sepanjang Perjanjian Baru Yesus melakukan lebih banyak mukjizat penyembuhan pada hari Sabat daripada di hari lain. Ia menyembuhkan seorang wanita yang telah menderita selama 18 tahun pada hari Sabat (Luk. 13:10-12). Ia mengembalikan penglihatan seorang buta pada hari Sabat (Yoh. 9:1-12). Ia menyembuhkan tangan, tubuh yang lumpuh, dan seorang anak sekarat pada hari Sabat. Salah satu mukjizat-Nya yang paling spektakuler, penyembuhan tubuh seorang pria telah sakit selama 38 tahun yang ada di Kolam Betesda, dilakukan pada hari Sabat (Yoh. 5:1-15).
Apakah yang disampaikan oleh mukjizat-mukjizat hari Sabat ini kepada kita tentang Yesus dan Sabat? Hal
tersebut berbicara tentang Kristus yang rindu memberikan kelimpahan pada masing-masing kehidupan anak-anak-Nya. Sang Pencipta menciptakan kembali kehidupan kita tiap Sabat. Ia memulihkan kehidupan pada segala kepenuhannya pada setiap hari ketujuh. Dia yang menjadikan kita ingin kita utuh secara fisik,
mental dan rohani.
Bagi Yesus, Sabat adalah saat penyembuhan. Itu adalah waktu di mana orang-orang bisa menemukan kelegaan dan perhentian di dalam Dia. Yesus ingin membebaskan manusia dari beban-beban menyesakkan yang menghancurluluhkan sukacita mereka. Sikap-Nya terhadap Sabat bisa dirangkum dalam suatu pernyataan sederhana namun mendalam yang Ia berikan menjawab para pengecam-Nya: “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat” (Mrk. 2:27, 28).
Yesus mengesampingkan upacara dan peraturan legalis lalu menunjukkan pada kita cara yang lebih baik menuju kerajaan surga. Namun Ia memang menyatakan diri-Nya sendiri sebagai Tuhan atas hari Sabat. Ini secara ekstrem nyata. Bagi mereka yang berpikir Sabat adalah bagian upacara keagamaan Perjanjian Lama dan merupakan tanda perundang-undangan ingatlah bahwa Yesus menyatakan diri-Nya sendiri Tuhan atas hari Sabat. Ia berkata, “Hari Sabat diadakan untuk manusia.” Hari Sabat dimaksudkan untuk memberkati kita. Hari Sabat dijadikan untuk memberikan kita keuntungan. Bukan hanya sekadar kewajiban keagamaan lain. Bukanlah persyaratan yang membebankan. Hari Sabat Perjanjian Baru adalah tempat kasih karunia dan perhentian. Itu adalah tempat di mana kita memperbarui perjanjian kita, hubungan kita dengan Allah. Itu adalah tempat di mana kita menemukan pusat kita sesungguhnya di dalam Dia.
Dalam Ibrani pasal 4, penulis Alkitab itu mengutip hukum keempat, yang memerintahkan kepada kita untuk menguduskan hari ketujuh. Ia mengingatkan pada pembacanya bahwa “Allah berhenti pada hari ketujuh
dari segala pekerjaan-Nya” (Ibr. 4:4). Kemudian beberapa ayat selanjutnya, ia berkata, “Jadi masih tersedia
suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya” (Ibrani 4:9, 10).
Apakah yang sedang disampaikan ayat Kitab Suci ini kepada kita? Di situ dinyatakan kita juga bisa berhenti dari pekerjaan kita. Kita bisa berhenti dari beban menyesakkan, mencari lebih banyak lagi. Kita bisa berhenti dalam pemeliharaan Pencipta kita. Dia yang menjadikan kita mengasihi kita dengan kasih abadi. Ia akan mengurus semua kebutuhan kita. Kita berhenti dalam pekerjaan penciptaan dan penebusan Allah yang sudah diselesaikan. Kita tidak melalui suatu proses evolusi. Allah menciptakan kita pada satu titik waktu. Sabat mengingatkan kita bahwa karena Ia menjadikan kita dan merancang kita secara individu maka kita ini spesial bagi Allah. Ia tidak hanya menciptakan kita, Ia menebus kita. Allah mengusahakan keselamatan kita dengan menyerahkan Anak-Nya di salib. Tindakan kasih karunia dan penerimaan agung ini sudah diselesaikan, sudah dipenuhi.
Tiap pekan, saat kita memelihara Sabat, itu merupakan suatu lambang bahwa kita aman berada di dalam Dia yang menciptakan kita, dan di dalam Dia yang menebus kita.
Kita tidak perlu mengusahakannya atau mencoba membalaskannya kepada Allah melalui perbuatan baik kita. Kita hanya menerimanya dan berhenti dalam kasih-Nya. Tiap pekan, saat kita memelihara Sabat, itu merupakan suatu lambang bahwa kita aman berada dalam Dia yang menciptakan kita, dan di dalam Dia yang menebus kita.
Sabat adalah ajakan Ilahi untuk menemukan kelayakan kita sesungguhnya di dalam Dia yang menciptakan kita. Sabat adalah permohonan Allah kepada kita untuk menemukan asal mula kita di dalam Dia. Kita ini berharga dalam pemandangan-Nya karena Ia telah menciptakan kita. Kita lebih dari kulit yang membungkus tulang. Kita ini bukan kejadian yang secara biologis dihasilkan kebetulan saja tanpa makna. Kita ini anak-anak Allah, dijadikan oleh Bapa Surgawi yang mengasihi. Tiap pekan, hari Sabat menjadi pengingat abadi tentang siapa kita, dari mana asal kita, dan mengapa kita ada. Dalam peribadatan Sabat, kita menemukan maksud hidup sesungguhnya dalam memuji Dia yang
menciptakan kita.
Sabat juga mengingatkan kita tentang perhentian kita di dalam Yesus Kristus. Tiap Sabat kita berhenti dari
pekerjaan kita dalam pengakuan tertinggi bahwa sama seperti kita tidak turut ambil bagian dalam penciptaan, kita juga tidak ambil bagian dalam mengusahakan keselamatan kita. Kita berhenti dalam kasih karunia Kristus yang mati bagi kita. Sabat adalah simbol perhentian, bukan bekerja. Dalam perhentian Sabat, kita bersukacita dalam Dia yang menyediakan keselamatan bagi jiwa-jiwa kita yang berdosa.
Sabat adalah perhentian Allah bagi orang-orang sibuk di dunia yang melaju pesat ini.