Sejak bayi, laki-laki tersebut pertama kali berdiri untuk berjalan, dia tampaknya memiliki keinginan untuk memanjat—pohon, gunung, bahkan gedung tinggi. Sebagian besar dari kita belajar rasa takut alami akan ketinggian yang berbahaya, tetapi beberapa tidak pernah mengembangkan rasa takut itu. Ambil contoh, George Polley, “manusia laba-laba” pertama di Amerika Utara. Dia memulai karir memanjatnya sebagai anak laki-laki ketika, pada tahun 1910, seorang pemilik toko pakaian menjanjikannya setelan baju gratis jika dia bisa naik ke atap gedung. Dia berhasil.
Pada tahun 1920, ia memanjat Gedung Woolworth tetapi ditangkap karena memanjat tanpa izin resmi. Namun demikian, George segera diminati karena keterampilan memanjatnya. Dia sering diundang untuk memanjat gedung sebagai bagian dari upacara pembukaan beberapa bisnis baru. Terkadang dia membumbui penampilannya dengan berpura-pura tergelincir dan jatuh dari satu jendela ke jendela lainnya. Selama karirnya yang singkat, Polley memanjat tembok lebih dari 2.000 gedung tinggi. Tragisnya, George Polley meninggal di usia 29 tahun, bukan karena jatuh tapi karena tumor otak.
Pemanjat gedung lain yang luar biasa adalah George Willig, yang pada 26 Mei 1977, memanjat menara selatan World Trade Center tanpa tali atau jaring. Walikota New York City mendendanya $1,10, satu sen untuk masing-masing dari 110 lantai. Lalu ada Spiderman Prancis, Alain Robert, yang naik untuk publisitas. Dia telah memanjat Menara Eiffel, Menara Sears, dan lebih dari 30 gedung pencakar langit lainnya, termasuk Empire State Building di New York.
Hal ini membuat orang bertanya-tanya apakah dorongan untuk membangun lebih tinggi ini merupakan salah satu alasan manusia purba membangun Menara Babel? Tapi ada alasan tambahan. Para pembangun Menara Babel berpaling dari Pencipta mereka. Bangga dan ambisius, mereka lupa untuk merendahkan hati mereka di hadapan Tuhan. Ketika mereka meninggikan diri, Tuhan menurunkan mereka.
Sebaliknya, Yesus, meskipun Dia memerintah alam semesta, “mengosongkan diriNya sendiri, mengambil rupa seorang hamba,” dan menyerahkan nyawa-Nya. Karena itu, “Allah juga sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan di atas bumi dan di bawah bumi” (Filipi 2:7, 9, 10). Tuhan memberi upah mereka yang rendah hati.
Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus nama-Nya: Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk. Yesaya 57:15.
-Doug Batchelor-