PEKABARAN DARI KITAB TAWARIKH

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

“Selanjutnya untuk ibadah Daud dan para panglima menunjuk anak-anak Asaf, anak-anak Heman dan anak-anak Yedutun. Mereka bernubuat dengan diiringi kecapi, gambus dan ceracap. Daftar orang-orang yang bekerja dalam ibadah ini ialah yang berikut” 1 Tawarikh 25:1.

Berapa banyakkah orang Kristen yang telah membaca seluruh Alkitab, dari Kejadian sampai Wahyu, hanya untuk melihat aspirasi dari para penemunya atas sekumpulan daftar yang terdapat dalam buku Tawarikh? Daftar keturunan yang sepertinya tidak akan berakhir, dan daftar nama yang begitu panjang, dengan naratif yang terbatas, sungguh membuatnya menjadi bacaan yang tidak menarik. Seseorang boleh saja mengatakan demikian, seperti buku daftar nomor telpon, bentuknya menarik tetapi isinya membosankan.

Pengarang Alkitab hanya satu—Roh Kudus—namun dengan banyak penulis. Tidak ada banyak buku yang terdiri dari satu buku tetapi merupakan kumpulan dari 66 buku yang berbeda-beda, berbeda isinya dan berbeda gayanya. Semua dari 66 bagian itu, bagaimanapun juga, memiliki tujuan tunggal; untuk menyatakan kehendak dan rencana Allah kita. Semuanya menceritakan kepada kita tentang bagaimana Allah itu, betapa besarnya, betapa berkuasanya, betapa ajaibnya, dan di atas segalanya, betapa berkemurahannya.

Eugene H. Peterson telah mendapatkan inti dari kedua tulisan Tawarikh yang pertama dan yang kedua. Dalam The Message, dengan upayanya untuk membuat Alkitab dalam Bahasa kontemporer, dia memasukkan esai pendahuluan di dalam pekerjaan ini (seperti yang dia lakukan untuk semua tulisan Alkitab) dan mencatatnya dalam bagian-bagian:

“Nama-nama muncul dalam cerita itu, ratusan nama, daftar nama, nama-nama dalam setiap lembaran, nama-nama pribadi. Tidak ada cerita tanpa nama, dan permunculan nama-nama ini adalah untuk menekankan perhatian kepada para individu, yang unik, yang semuanya memiliki karakter rohani… Sejarah yang suci bukanlah dibangun dari kekuatan-kekuatan impersonal atau pemikiran yang abstrak; tetapi dirajut dari nama-nama—orang-orang, dengan keunikannya masing-masing. Tawarikh itu mendirikan sebuah pertahanan yang kokoh untuk menghadapi agama yang tidak mengatasnamakan perorangan.

“Dan Tawarikh itu mempersiapkan suatu kesaksian terhadap tempat penting dan yang terutama, yang secara syarat menjadi tempat perbaktian dalam memelihara dan melindungi identitas kita sebagai umat Allah—bukan politik, bukan ekonomi, bukan kehidupan berkeluarga, juga bukan kesenian. Dan tidak ada persiapan untuk, dan dalam mengadakan perbaktian, yang terlalu kecil, yang dapat ditinggalkan dan tidak perlu diperhatikan atau dipergunakan—tidak terdapat dalam arsitektur, kepribadian, musik, atau teologi.”

Untuk itu, saya hanya dapat memberikan tanggapan, Amin! Allah alam semesta, yang menjadikan kita dan yang menebus kita; Allah dengan kasih karunia yang tidak pernah padam, yang mengetahui kita dengan mengenali nama-nama kita masing-masing, yang mengetahui segala sesuatu tentang diri kita dan yang mencintai kita dengan cinta yang sama. Kepada Allah ini kita tidak memiliki apa pun juga untuk diberikan kepada-Nya kecuali diri kita sendiri. Kita hanya dapat menyembah dan berbakti kepada-Nya.

Ps. William G. Johnsson – Hati yang Berlimpah Kasih Karunia, hlm.  91

Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *