Pembinasa Keji

Pembinasa Keji

Bank Pustaka
Mari bagikan artikel ini

BK-AOD_Pembinasa-KejiPendahuluan
Oleh: Gary Gibbs

“Jadi apabila kamu melihat Pembinasa keji berdiri di tempat kudus, menurut firman yang disampaikan oleh nabi Daniel—para pembaca hendaklah memperhatikannya—maka orang-orang yang di Yudea haruslah melarikan diri ke pegunungan…Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan yang dahsyat seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.” (Matius 24:15, 16, 21). (Catatan penerjemah: Menurut bahasa aslinya, Pembinasa keji terdiri dari dua kata yaitu eremosis yang berarti kebinasaan atau keruntuhan dan bdelugma yang berarti kekejian yang berkaitan dengan berhala. Agar lebih tepat, untuk selanjutnya kita akan menggunakan istilah kekejian yang membinasakan sebagai tambahan istilah Pembinasa keji. Juga kata tempat kudus di Matius 24:15 merujuk pada bait suci di Yerusalem yang merupakan pusat penyembahan bangsa Israel dulu.)

Mengenai apakah nubuatan ini? Dan apakah pengaruhnya terhadap orang Kristen yang hidup di zaman sekarang? Salah satu nubuatan paling menarik di Alkitab adalah mengenai Pembinasa keji. Hal yang membuat nubuatan ini menjadi sangat menarik adalah karena Yesus mengidentifikasinya sebagai tanda khusus bahwa akhir zaman sudah dekat. Matius 24:15 adalah jawaban Yesus untuk pertanyaan murid-muridNya, “Bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?” Lalu Ia menjawab,” Jadi apabila kamu melihat Pembinasa keji berdiri di tempat kudus, menurut firman yang disampaikan oleh nabi Daniel—para pembaca hendaklah memperhatikannya—maka orang-orang yang di Yudea haruslah melarikan diri ke pegunungan…Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan yang dahsyat seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.” (Matius 24:3, 15,16,21).

Orang Kristen dari berbagai kalangan mengakui ayat ini sebagai tanda yang pasti dan khusus sehubungan akhir zaman. Namun meskipun mayoritas mereka setuju bahwa Pembinasa keji adalah tanda yang penting, namun tampaknya mereka tidak bisa mencapai kesepakatan tentang ciri khusus si Pembinasa keji. Bahkan para pengkhotbah sekalipun terjebak dalam pusaran kebingungan—mereka mencari sesuatu yang tidak pasti. Ini adalah contoh sempurna dari orang buta yang menuntun orang buta.

Tentu saja, beberapa orang yakin mereka tahu identitas dari si pembinasa keji. Beberapa orang mengajarkan bahwa nubuatan itu sudah digenapi ketika Antiochus Epiphanes menginterupsi pengorbanan di bait suci antara tahun 168 dan 165 SM. Kekejian yang mereka maksud merujuk pada babi yang dikorbankan oleh Antiochus di mezbah pelataran. Sementara itu, yang lain percaya bahwa pembinasa keji merujuk pada masa depan ketika seorang antikristus yang ateis akan menunggangbalikkan bait suci di Yerusalem dan menggunakannya sebagai takhtanya. Kemudian ada juga yang percaya bahwa pembinasa keji adalah panji Roma yang disembah di Yerusalem pada tahun 70 SM ketika Titus menghancurkan Yerusalem.

Jadi apa sebenarnya pembinasa keji atau kekejian yang membinasakan itu? Apakah dia salah satu dari pemikiran orang yang sudah diuraikan di atas? Apakah semua interpretasi di atas adalah benar tentang dia? Atau mungkinkah tidak ada satu pun dari interpretasi di atas yang benar? Jawaban dari pernyataan ini sangatlah penting. Yesus dengan jelas mengatakan bahwa kehidupan kita dapat menjadi taruhannya sehubungan masalah ini.

Yesus memberi tahu bahwa pembelajaran tentang kekejian yang membinasakan harus berfokus pada kitab Daniel (Matius 24:15). Ketika seseorang mempelajari buku Daniel dengan teliti, ia akan menemukan bahwa kekejian yang membinasakan itu bisa dibagi menjadi 3 bagian. Bagian-bagian itu adalah: kekejian yang membinasakan pada zaman Daniel (yang berhubungan dengan bait suci yang pertama); kekejian yang membinasakan pada zaman Yesus (berhubungan dengan bait suci yang kedua); dan terakhir kekejian yang membinasakan pada akhir zaman (yang melibatkan seluruh gereja Kristen). Persoalan mengenai pembinasa keji yang diuraikan di buku Daniel tetap konsisten di 3 fase tersebut. Oleh karena itu mereka adalah tipe, atau contoh, satu sama lain.

Kekejian yang Pertama

Kunci misteri peristiwa nubuatan yang pertama ini ditemukan dalam dua ayat pertama buku Daniel. “Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya.” (Daniel 1:1,2). Dengan dua kalimat singkat ini, Daniel memberikan latar belakang historis untuk seluruh sisa kitabnya.

Pembelajaran lebih dalam terhadap prolog Daniel mengungkapkan bahwa kekejian yang membinasakan sudah ada sejak zamannya dan itulah yang membawa Yerusalem pada penawanan. Kitab Tawarikh mengungkapkan alasan mengapa raja-raja Yahudi jatuh ke tangan Babel. “Yoyakim berumur dua puluh lima tahun pada waktu ia menjadi raja dan sebelas tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem….Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN tepat seperti yang dilakukan oleh nenek moyangnya.” (2 Tawarikh 36:5,6). Kehidupan Yoyakim yang jahat lah yang menyebabkan Tuhan menyerahkannya untuk ditawan.

Hal yang menonjol dari perbuatan jahat Yoyakim dijelaskan alkitab sebagai berikut: “Selebihnya dari riwayat Yoyakim, segala kekejian yang dilakukannya dan kesalahan yang ada padanya, sesungguhnya semuanya itu tertulis dalam kitab raja-raja Israel dan Yehuda. Maka Yoyakhin, anaknya, menjadi raja menggantikan dia.” (2 Tawarikh 36:8). Adalah jelas bahwa kekejian yang dilakukan Yoyakim lah yang membuat ia dan kotanya kehilangan perlindungan Tuhan dan jatuh ke tangan Nebukadnezar.

Sayangnya, Yoyakhin, anaknya, tidak bertobat dan meneruskan kesalahan ayahnya. Alkitab memberitahu kita bahwa ia juga “melakukan apa yang jahat di mata TUHAN”. Sehingga Yoyakhin juga dibawa ke Babilon sebagai tawanan, dan “Zedekia, saudara ayah Yoyakhin” menjadi raja atas seluruh Yudea dan Yerusalem (ayat 9,10).

Alkitab mencatat bahwa bukan hanya Zedekia yang melakukan kejahatan sama seperti kedua pendahulunya, namun juga “semua pemimpin di antara para imam dan rakyat berkali-kali berubah setia dengan mengikuti segala kekejian bangsa-bangsa lain..” (2 Tawarikh 36:14). Pemimpin politik dan pemuka agama milik Tuhan, juga umatNya mengikuti jalan orang kafir. Mereka melakukan ini semua meskipun mengetahui kebenaran yang sudah dinyatakan Tuhan. Perhatikan di mana segala kekejian ini dilakukan: mereka “berkali-kali berubah setia dengan mengikuti segala kekejian bangsa-bangsa lain. Rumah yang dikuduskan TUHAN di Yerusalem itu dinajiskan mereka. (2 Tawarikh 36:14). Segala kekejian tersebut terjadi di tempat yang dikuduskan Tuhan, di bait suciNya. Pemimpin agama pada zaman itu dengan sengaja menuntun rakyatnya untuk mengadopsi praktik penyembahan kafir dan menjadikannya sebagai penyembahan kepada Tuhan. Dengan menggantikan perintah Tuhan dengan tradisi manusia yang sia-sia, pemimpin milik Tuhan ini membangkitkan amarahNya. Umat Tuhan menolak panggilanNya untuk bertobat dan melakukan reformasi sehingga mereka dibiarkan menanggung akibatnya. “TUHAN menggerakkan raja orang Kasdim melawan mereka. Raja itu membunuh teruna mereka dengan pedang dalam rumah kudus mereka.” (2 Tawarikh 36:17)

Penghakiman yang jatuh tidak berhenti sampai pada penumpahan darah saja, namun sampai pada penghancuran menyeluruh kota Yerusalem dan rumah Allah (2 Tawarikh 36:19). “Dengan demikian genaplah firman TUHAN yang diucapkan Yeremia, sampai tanah itu pulih dari akibat dilalaikannya tahun-tahun sabatnya, karena tanah itu tandus selama menjalani sabat, hingga genaplah tujuh puluh tahun.” (2 Tawarikh 36:21). Akibat dari umat Tuhan mempraktikkan kekejian keagamaan bangsa kafir, maka kebinasaan meliputi seluruh tanah mereka, kota dan bait suci.

Pelanggaran Terhadap Hukum Sabat Membawa Kebinasaan

Jadi sebenarnya kekejian apakah yang menghasilkan kebinasaan hingga sedemikian rupa? Karena semua yang terjadi menggenapi firman TUHAN yang diucapkan Yeremia, maka Yeremia seharusnya dapat memberi tahu kita penyelewangan penyembahan apa yang telah terjadi. Dalam Yeremia pasal 17, nabi Yeremia diperintahkan untuk berdiri di pintu gerbang Rakyat dan bernubuat. Di bawah mandat ilahi, Yeremia memberitahu segenap umat Tuhan bahwa jika mereka menghormati Sabat hari ke-7 milik Tuhan, maka kota mereka akan didiami orang untuk selama-lamanya, dan ketaatan mereka yang setia akan membawa mereka ke dalam hubungan dengan Tuhan sehingga mereka akan dipakai untuk menobatkan bangsa-bangsa kafir di sekeliling mereka. (Yeremia 17:19-26).

Sebaliknya, jika mereka tidak memelihara hari Sabat yang kudus, maka Tuhan akan membiarkan kota mereka binasa. “Tetapi apabila kamu tidak mendengarkan perintah-Ku untuk menguduskan hari Sabat dan untuk tidak masuk mengangkut barang-barang melalui pintu-pintu gerbang  Yerusalem pada hari Sabat, maka di pintu-pintu gerbangnya Aku akan menyalakan api, yang akan memakan habis puri-puri Yerusalem, dan yang tidak akan terpadamkan.” (Yeremia 17:27).

Sayangnya, orang Yahudi memilih untuk tetap melanggar Sabat Tuhan dan dengan demikian menyiapkan jalan kehancuran mereka sendiri dan ditawan. Kekejian yang menuntun mereka kepada kebinasaan adalah pelanggaran Sabat. Jadi kita bisa melihat pentingnya 2 Tawarikh 36:21: “Dengan demikian genaplah firman TUHAN yang diucapkan Yeremia, sampai tanah itu pulih dari akibat dilalaikannya tahun-tahun sabatnya, karena tanah itu tandus selama menjalani sabat.”

Yehezkiel yang hidup di waktu yang sama seperti Yeremia, juga memberitahu kita tentang kekejian yang dilakukan umat Tuhan di bait suci yang kudus. Dalam Yehezkiel pasal 8, sang nabi mengalami penglihatan dan dibawa ke Yerusalem dekat pintu gerbang pelataran dalam. Tuhan melanjutkan dengan menunjukkan kepada hambaNya secara bertahap perbuatan-perbuatan umatNya yang membuatNya menjadi sangat murka. Di ayat 5 dan 6, Ia berbicara tentang berhala yang membuatNya menjadi cemburu. Dalam kemarahan yang semakin memuncak, Tuhan menunjukkan segala gambar-gambar binatang melata dan binatang-binatang lain yang menjijikkan dan segala berhala-berhala kaum Israel terukir pada tembok rumah Tuhan. Dan di dekat pintu gerbang rumah TUHAN ada perempuan-perempuan yang menangisi dewa Tamus dan puncak kekejian yang terbesar adalah ketika 25 orang laki-laki “ membelakangi bait TUHAN dan menghadap ke sebelah timur sambil sujud pada matahari di sebelah timur.” (Yehezkiel 8:16).

Tuhan telah memerintahkan bangsa Israel untuk membangun bait suci sedemikian rupa untuk mencegah mereka agar tidak meniru bangsa kafir di sekeliling mereka yang menyembah matahari. Tabut perjanjian, poin yang terpenting dalam penyembahan bangsa Israel, ditempatkan di sisi barat bait suci. Sehingga bangsa Israel harus menghadap barat, dan punggung mereka membelakangi matahari terbit ketika mereka sedang menyembah Tuhan yang benar. Namun masuknya praktik kekafiran di tengah-tengah umat Tuhan telah begitu merajalela sehingga pimpinan-pimpinan Israel benar-benar menyembah membelakangi bait Allah. Ini adalah tindakan kemurtadan yang sangat besar.

Baik Yehezkiel juga Yeremia mendaftarkan praktik kekafiran yang telah dicampurkan ke dalam penyembahan kepada Tuhan. Baik itu mengenai pelanggaran hukum ke-2 dengan menyembah berhala, memuja hewan haram, menyembah Tamus, dewa mitologi orang kafir, maupun melanggar Sabat Tuhan yang kudus dan menyembah matahari pada hari yang dikuduskan untuk itu, semua praktik ini dianggap Tuhan sebagai kekejian. Kekerasan hati orang Yahudi dalam membenarkan perbuatan mereka dan meneruskan praktik kekafiranlah yang menjadi alasan mengapa Tuhan mengizinkan kebinasaan terjadi pada kota mereka.

Daniel sendiri setuju bahwa dosa-dosa yang dilakukan oleh umat Tuhan lah yang mengakibatkan kebinasaan mereka sendiri. “Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem, kota-Mu, gunung-Mu yang kudus; sebab oleh karena dosa kami dan oleh karena dosa nenek moyang kami maka Yerusalem dan umat-Mu telah menjadi cela bagi semua orang yang di sekeliling kami….sinarilah tempat kudus-Mu yang telah musnah ini dengan wajah-Mu…bukalah mata-Mu dan lihatlah kebinasaan kami…”(Daniel 9:16-18). Penting untuk diperhatikan bahwa kekejian yang terjadi itu dilakukan oleh umat Tuhan yang murtad. Ini yang akhirnya mengakibatkan perlindungan Tuhan ditarik dan membawa penghakiman dan penghukuman dalam kebinasaan mereka. Skenario kekejian yang membinasakan pada zaman Daniel ini, melibatkan bait suci Yahudi yang pertama mendahului dua kekejian yang membinasakan lain yang dinubuatkan di kitab Daniel. Skenario kedua berkaitan dengan bait suci Yahudi yang kedua.

Bait Suci yang Kedua Musnah

Setelah bangsa Israel dibebaskan dari tawanan Babel dan membangun kembali kota dan bait suci, para pemimpin Yahudi mendirikan segunung peraturan dan ketentuan yang dirancang untuk melindungi mereka dari mengulangi dosa-dosa yang telah membuat mereka ditawan. Hukum ke-4 mengenai Sabat hari ketujuh menjadi sasaran khusus dari amandemen ini. Orang Yahudi beralasan bahwa oleh karena pelanggaran Sabat yang membuat mereka dibuang ke Babel, maka harus ada pengaturan secara detail tentang bagaimana hari Sabat itu harus dipelihara.

Sebagai hasil, ada lebih dari 500 aturan yang dibuat mengenai pemeliharaan hari Sabat. Beberapa dari aturan hari Sabat ini sangat konyol, sebagai contoh: seseorang tidak boleh meninggalkan telur di tengah panas matahari pada hari Sabat karena matahari mungkin membuatnya menjadi matang, padahal memasak pada hari Sabat adalah pelanggaran hukum ke-4. Tentu saja semua aturan ini malah menghasilkan sistem legalisme murni. Dan orang Israel pun mulai percaya bahwa perkenanan Tuhan kepada mereka bergantung pada seberapa taat mereka mematuhi tradisi para tua-tua.

Pada akhirnya bangsa Israel dituntun kembali pada lingkaran ketidaktaatan. Yesus berkata bahwa meskipun dari luar mereka tampak religius namun mereka masih melanggar hukum Tuhan sama seperti yang dilakukan oleh pendahulu mereka pada zaman Yesaya dan Daniel. “Benarlah nubuatan Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia…Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri….Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu.” (Markus 7:6-9,13). Sekali lagi umat Tuhan mendapatkan diri mereka tenggelam dalam penyembahan yang sia-sia dan durhaka.

Meskipun kemurtadan mereka ditunjukkan dalam bentuk legalisme dan bukan ketidaktaatan, namun itu tetap didasarkan pada prinsip sama yang dianut oleh semua agama kafir—bahwa manusia bisa menyelamatkan dirinya sendiri dengan perbuatannya. Yesus, sebagaimana Yeremia, menegur sistem keagamaan ini dan menyebutnya kekejian. “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.” (Lukas 16:15).

Yesus menunjukkan perasaan tidak senangnya untuk kekejian yang mereka lakukan dalam beberapa kesempatan. Salah satunya yang paling mencolok adalah ketika Ia menyucikan bait Allah (Matius 21:12,13). Pada saat itu ia menunjukkan kemarahanNya terhadap pencemaran tempat kudusNya. Pertentangan antara Yesus dan orang Yahudi pun memanas dan meluap. Para pemimpin agama membenciNya karena Ia tidak seperti Mesias yang mereka bayangkan. Ia tidak menghormati tradisi mereka dan yang paling nyata Ia tidak memelihara hari Sabat sesuai dengan tradisi dan aturan para tua-tua. Persoalan yang kedua lah yang membangkitkan amarah orang Yahudi dan membuat mereka menginginkan kematian Yesus. (Baca Yohanes 5:10-16; Matius 12:1-4; Markus 3:1-6).

Di tengah-tengah penolakan para pemimpin agama, Yesus berulangkali berusaha untuk membawa mereka pada pertobatan dan perubahan. Sering Ia menegur cara mereka yang salah dan menunjukkan jalan yang benar dan agama yang tidak bercacat di hadapan Allah. Namun mereka tetap mengeraskan hati dan menolak keras kasih karunia Tuhan yang besar.

Ketika Yesus memasuki Yerusalem untuk terakhir kalinya, mataNya yang dapat melihat jauh ke depan melihat konsekuensi dari pemberontakan Israel yang terus menerus. Dengan hati berduka dan air mata mengalir di pipinya, Ia menubuatkan kehancuran yang akan melanda kota Yerusalem: “Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak tahu saat, bilamana Allah melawat engkau.” (Lukas 19:41-44).

Setelah beberapa hari mengajar di bait suci, Yesus pun meninggalkan tempat itu untuk terakhir kalinya. Sekali lagi Ia merasakan kesedihan yang sangat dalam ketika Ia melihat hasil akhir dari kemurtadan umatNya. Ia berkata,”Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. ” (Matius 23:37,38)

Dalam Lukas 19:44 dan Matius 23:37, Yesus meletakkan kesalahan ke atas umat Allah dengan mengatakan, “Engkau tidak tahu saat bilamana Allah melawat engkau” dan “kamu tidak mau”. Sebagai akibat dari enggannya mereka menanggapi panggilan Tuhan untuk beralih dari kekejian mereka, maka bait suci akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Nubuatan ini digenapi pada tahun 70 A.D. ketika tentara Roma dipimpin oleh Titus membakar bait suci hingga bangunan menjadi itu rata dengan tanah. Kehancuran bait suci yang kedua ini memiliki kesamaan dengan kehancurannya yang pertama. Pada kedua peristiwa itu, kekejian dilakukan oleh umat Tuhan yang murtad. Kemudian, tindakan penghakiman yang mengakibatkan kebinasaannya dilakukan oleh tentara dari bangsa kafir.

Kebinasaan Yerusalem telah dinubuatkan oleh Daniel sebagai akibat ditolaknya Mesias oleh bangsa Israel. Pembelajaran Daniel 9:25-27 secara seksama akan membuktikan hal itu. Pada ayat 25, Mesias (seorang yang diurapi ) dijanjikan kepada Israel dan pemulihan kota juga diprediksi di situ. Namun kemudian, kehancuran sekali lagi dinubuatkan. Ayat 26 berbicara tentang Mesias yang akan dibunuh oleh umatNya sendiri dan bagaimana tindakan itu akan membuat kota mereka dan bait suci binasa kembali.

Saat Daniel mendengarkan nubuatan yang diberitakan oleh Gabriel, pikirannya melayang kembali pada peristiwa kehancuran Yerusalem yang telah ia saksikan di zamannya. Nubuatan itu mengindikasikan bahwa sejarah akan terulang kembali, dan inilah yang persis terjadi. Kekejian yang dilakukan umat Tuhan mengakibatkan, kehancuran kota Yerusalem dan bait suci pada tahun 586 SM dan 70 M, yang pertama dilakukan oleh Nebukadnezar, dan yang kedua oleh Titus.

Karena bangsa Israel telah menolak Mesias, maka mereka pun kehilangan posisi sebagai umat kesayangan Tuhan. Yesus telah memprediksi bahwa inilah yang akan terjadi ketika Ia berkata,”Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.” (Matius 21:43). Israel telah kehilangan keistimewaan mereka sehubungan dengan injil karena dosa ketegaran hati mereka sendiri.

Siapakah bangsa baru yang akan menerima Kerajaan Allah dan akan menghasilkan buah Kerajaan itu? Alkitab dengan jelas memberikan jawaban yang terang dan tepat untuk pertanyaan ini ketika rasul Petrus menulis kepada bangsa-bangsa lain yang telah bertobat yang “dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya.” Kepada mereka yang bertobat menjadi Kristen, umat Allah yang baru, Petrus kemudian berkata,”Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:” (1 Petrus 2:10,9).

Dalam keadaan baru ini, Tuhan menganugerahkan kepada orang Kristen yang telah bertobat semua hak dan janji yang diberikan kepada keturunan Abraham menurut daging.(baca Galatia 3:26-29). Sekarang orang Kristen menerima kewargaan Israel rohani, dan gereja Kristen mendapatkan status sebagai bait suci. Alkitab membuat hal ini sangat jelas lewat Roma 2:28,29; Efesus 2:11-13; 19-22 dan 1 Petrus 2:5.

Kebinasaan yang Terakhir

Daniel berbicara tentang kekejian yang membinasakan yang ketiga dan terakhir ini dalam terang prinsip perjanjian baru untuk Israel rohani. Referensinya bisa ditemukan dalam Daniel 8:13; 11:31 dan 12:11. Pelajar sejarah nubuatan yang cerdas akan menyadari bahwa ayat-ayat ini memprediksikan pembentukan dan peningkatan kuasa Kepausan. Ada fakta sejarah yang tak terbantahkan bahwa Kepausan membawa gereja Kristen kepada praktik kekafiran yang sama yang membuat Yerusalem kuno dihancurkan. Seseorang hanya perlu melakukan sedikit penelitian untuk mengetahui bagaimana penyembahan patung, penyembahan Tamus, dan penyembahan matahari masuk ke dalam Kekristenan selama Zaman Kegelapan. Banyak di antara kekejian ini masih ada di antara kita dalam bentuk patung-patung, lilin-lilin untuk santo atau santa, kalung rosario, ibadah Paskah saat matahari terbit dan ibadah pada hari Minggu.

Kemurtadan kepausan ini kemudian sedikit banyak menurun pada gereja Protestan. Sebagian besar gereja Prostestan ikut serta dalam kemurtadan dengan melanjutkan praktik kekejian yang berakar kuat pada agama kekafiran, yang didirikan untuk menghancurkan kebenaran dari Tuhan. Baik Katolik dan Protestan telah membantu perkembangan kekejian di tempat kudus Tuhan, yaitu gerejaNya. Gereja Kristen telah mencerminkan Israel yang menurut daging. Kita sedang mengulangi banyak dosa yang sama yang pada ujungnya akan menuai penghukuman kebinasaan yang sama, kecuali kalau kita mau membaca tulisan tangan di dinding dan melarikan diri dari Babel.

Jelas bahwa tiga peristiwa kekejian yang membinasakan di kitab Daniel adalah akibat dari perbuatan umat Tuhan, tapi apakah tanda yang memberitahu kita bahwa kebinasaan itu sudah dekat? Dalam Lukas 21:20 Yesus memberitahu murid-muridNya apa yang akan menjadi tanda akhir dari kehancuran Yerusalem yang segera. Ia berkata,”Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat.” Ayat ini tidak mengindikasikan bahwa para tentara adalah kekejian itu, melainkan mereka adalah alat untuk membuat keruntuhan atau kebinasaan. Tuhan menggunakan tentara Roma untuk melakukan “masa pembalasan” terhadap kekejian Israel.

Ketika tentara Roma mengepung Yerusalem, itulah tanda bahwa pelanggaran sebagian besar pemimpin kota dan penghuninya telah melewati batas kasih karunia dan cawan murka Tuhan telah penuh. Bagi orang Kristen yang tinggal di Yerusalem, itu adalah tanda bahwa penghakiman Tuhan akan segera jatuh pada Yerusalem. Begitu kesempatan pertama tiba, sesegera mungkin para orang Kristen ini “melarikan diri ke pegunungan” (ayat 21). Pada tahun 66 M, ketika Cestius, jenderal Roma mengepung Yerusalem, para orang Kristen mengetahui bahwa tanda yang dijanjikan telah muncul dan sudah saatnya bagi mereka untuk melarikan diri. Sebagai hasil, tidak satu orang Kristen pun yang meninggal dalam penghancuran mengerikan yang terjadi di Yerusalem pada tahun 70 M.

Sebagaimana Tuhan memberikan tanda kepada orang Kristen mula-mula untuk melarikan diri dari Yerusalem, Ia juga telah memberikan kita tanda. Ia membuat mungkin bagi setiap orang Kristen untuk tahu waktu ketika jam penutupan pintu kasihan bagi dunia sudah dekat. Dalam Wahyu 13 dan 14, Yohanes mencatat sejumlah pertanda yang akan memberitahu seberapa dekat kita dengan akhir zaman. Pertanda itu menunjukkan bahwa Amerika akan memenuhi cawan murka ketika negera itu membuat patung bagi kepausan dengan mempersatukan gereja dan negara. Ini akan terjadi ketika undang-undang hari Minggu disahkan, yang memerintahkan agar semua orang menghormati hari penyembahan kafir. Peristiwa itu akan menjadi penggenapan langsung dari Wahyu 13:15-17, dan memberikan kepastian bahwa akhir dunia sudah mendekat dengan cepat.

Seorang penulis menggambarkan peristiwa yang akan datang itu seperti ini: “Sebagaimana tentara Roma yang mendekat adalah tanda bagi para murid bahwa penghancuran Yerusalem akan tiba, begitu juga kemurtadan ini adalah tanda bagi kita bahwa batas kesabaran Tuhan telah dicapai, dan ukuran pelanggaran negara Amerika telah penuh, dan malaikat kasih karunia akan segera meninggalkan Amerika.” Ketika gereja telah begitu murtad dalam kekejian mereka hingga sedemikian rupa sehingga mereka menetapkan undang-undang sebuah hukum agama yang menggantikan hari Sabat Tuhan yang kudus dengan hari kafir, maka kita harus segera meninggalkan kota kita, karena masa kesesakan akan segera tiba.

Kekejian yang membinasakan adalah mata pelajaran yang penting di hari-hari terakhir. Jika kita mempelajari nubuatan dengan seksama, kita akan menemukan bahwa dari 3 penggenapan nubuatan kekejian yang membinasakan, seluruhnya merujuk pada kemurtadan nasional, yang meniadakan perintah Tuhan. Kita perlu tahu bahwa kita sekarang berada di tengah-tengah penggenapan nubuatan dan berjaga-jaga untuk puncak dari segala sesuatu.

Satu-satunya perlindungan pasti terhadap kekejian yang membinasakan adalah dengan memberikan hidup kita seutuhnya kepada Yesus, mengasihi sesama sebagaimana Yesus mengasihi mereka dan menyembahNya dengan cara yang diajarkan firmanNya. Perintah yang paling utama sangatlah sederhana, yakni mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan jiwa dan kekuatan. Jika kita memiliki kasih seperti itu untuk Tuhan, maka akan sangat mudah bagi kita untuk melakukan segala hal demi menyenangkan dan menghormati Dia. Sebagai balasannya, Tuhan akan menjaga agar kita tetap aman melewati kebinasaan yang akan menutup sejarah dunia tepat sebelum kedatanganNya yang kedua.


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *