MENGAPA KONSUMSI DIET SODA (MALAH) MEMBUAT ANDA MENGIDAM-IDAMKAN GULA?

Kesehatan
Mari bagikan artikel ini

Rekomendasi untuk membatasi asupan gula dalam masyarakat bisa dibilang beragam di berbagai penjuru dunia, dengan macam-macam pedoman seperti “batasi konsumsi makanan manis sebanyak dua hari sekali” atau “Jaga asupan gula pada 4 sajian atau kurang dari 4 sajian/hari.” Di Amerika, American Heart Association (AHA) adalah asosiasi yang berperan penting dalam pemberian rekomendasi mengurangi gula, seperti “mengusulkan pengurangan jumlah konsumsi minuman ringan dan produk-produk dengan pemanis tambahan,” juga membatasi asupan gula tambahan hingga <5% dari total kebutuhan kalori harian, yang berarti tidak memperbolehkan konsumsi satu kaleng soda sekalipun.

Mengapa AHA begitu memperhatikan jumlah konsumsi gula dalam masyarakat? Mungkin jawabannya dapat ditemukan dalam pernyataan berikut, “Konsumsi gula tambahan secara berlebih telah lama dikaitkan dengan meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular (berbagai penyakit yang berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah),” yang dikenal dengan penyakit jantung dan stroke. Adalah cara berpikir tabu yang digenggam masyarakat bahwa konsumsi gula tambahan hanyalah merupakan cerminan dari pola makan/diet yang kurang sehat. Di berbagai restoran siap saji contohnya, orang-orang lebih cenderung mengonsumsi cheeseburger didampingi dengan minuman soda ukuran besar daripada mengonsumsi salad. Padahal akhir-akhir ini orang-orang telah mengetahui bahwa mengonsumsi gula tambahan adalah faktor yang meningkatkan risiko berbagai macam penyakit kardiovaskular. Seperti yang didiskusikan di video saya “Does Diet Soda Increase Stroke Risk as Much as Regular Soda?” bahkan lebih buruk dari sekedar empty calorie/kalori kosong, gula tambahan dapat menjadi sumber kalori yang mengundang berbagai macam penyakit.

Di menit ke 1 detik ke 14 dalam video tersebut, dapat kita saksikan diagram yang memperlihatkan jumlah asupan gula tambahan rakyat Amerika. Dapat pula dilihat dalam diagram tersebut bahwa hanya sekitar 1% dari rakyat Amerika yang memenuhi rekomendasi dari American Health Association untuk mengurangi komsumsi gula tambahan ke sekitar 5-6% dari total kalori dalam satu hari. Kebanyakan orang mengonsumsi gula hingga 15% dari total kalori hariannya, di mana angka tersebut adalah batas awal mula risiko penyakit kardiovaskular. Jika konsumsi gula Anda adalah 25% dari kebutuhan kalori harian, risiko Anda meningkat 2 kali lipat; dan jika konsumsi gula anda 1/3 dari kebutuhan kalori harian, maka risiko penyakit kardiovaskular Anda meningkat empat kali lipat!

Sekitar dua ratus tahun lalu, kita mengonsumsi hanya sekitar 3,17 kg gula per tahun. Kini, tercatat bahwa orang-orang dapat mengonsumsi sampai berkali lipat gula dalam satu tahun. Kita manusia telah terbiasa/cenderung menyukai makanan-makanan manis karena sejak awal manusia bertumbuh dengan memakan buah-buahan alami yang tidak melalui proses pabrik. Akan tetapi kecenderungan ini telah disalahgunakan oleh industri makanan untuk menjadi strategi demi keuntungan/profit mereka semata. “Mengapa kita tetap mengonsumsi gula berlebih  padahal kita telah mengetahui akibatnya?” Betul adanya bahwa efek adiktif dapat kita peroleh dari gula, dan dengan mengetahui fakta ini, industri makanan olahan (sering kita dengar dengan processed food) tetap terlihat tidak ambil pusing. Sekitar 75% dari makanan dan minuman kemasan di Amerika mengandung pemanis tambahan, dan varian terbesar produk dengan tambahan pemanis adalah soda, yang diperkirakan menjadi penyebab lebih dari 100.000 kematian di seluruh dunia dan jutaan tahun hidup penuh penyakit bagi banyak orang. Dengan fakta tersebut, apakah mungkin kita beralih ke minuman soda diet (rendah gula)? Dengan memilih minuman bertuliskan soda diet/ soda rendah gula, dapatkah kita dapat memuaskan dahaga kita akan sesuatu yang manis tanpa harus mengkhawatirkan risiko-risiko penyakit yang diakibatkannya? Sayangnya hasil riset menunjukkan bahwa “konsumsi rutin soda diet telah dikaitkan dengan peningkatan risiko yang sama, risiko yang coba dihindari oleh mereka yang memilih mengonsumsi pemanis buatan–yaitu tetap menyebabkan rIsiko diabetes tipe 2, penyakit jantung dengan sindrom metabolik, dan stroke.” Dalam menit ke 3 detik ke 15 dalam video tersebut, dapat kita saksikan bahwa risiko penyakit kardiovaskular yang disebabkan oleh minuman ringan biasa dan soda diet tidaklah jauh berbeda.

“Dengan kata lain, kepercayaan bahwa minuman soda diet  dapat menurunkan risiko gangguan kesehatan dalam jangka waktu panjang tidaklah terbukti secara ilmiah. Bahkan sains membuktikan bahwa konsumsi soda diet  dapat berkontribusi untuk mengancam kesehatan, sesuatu yang pastinya kita berusaha untuk hindari.” Apakah alasannya? Dapat kita mengerti bahwa konsumsi minuman ringan biasa yang bukanlah soda diet dapat meningkatkan risiko stroke yang disebabkan oleh penambahan peradangan dan trigliserida. Akan tetapi mengapa satu kaleng soda diet juga dinyatakan dapat meningkatkan risiko dengan jumlah yang sama? Adalah mungkin bahwa caramel coloring dalam soda berwarna cokelat seperti cola adalah salah satu penyebabnya. Tetapi ada hal lain yang mungkin memiliki peran, yaitu “Pemanis buatan dapat meningkatkan/memperkuat keinginan kita untuk mengonsumsi produk-produk yang dilengkapi pemanis seperti gula (sugar-sweetened) juga minuman dan makanan padat energi/berkalori tinggi.”

Letak permasalahan dari pemanis buatan adalah “otak kita menemukan suatu inkonsistensi antara jumlah kemanisan yang dirasakan dan jumlah glukosa dalam darah yang betul-betul dialirkan ke otak.” Dengan begitu sistem di otak kita merasa dicurangi dan secara otomatis meningkatkan keinginan kita untuk mengonsumsi manis yang berlebih. Keinginan tersebut akan terpenuhi hingga ditemukannya konsistensi antara manis yang dirasakan dan glukosa yang betul-betul dialirkan oleh darah ke otak. Dengan begitu dibutuhkan sesuatu yang manis–yang juga mengandung kalori–, yang dapat betul-betul mengantarkan glukosa ke otak kita. Mengingat pemanis buatan tidak dapat memenuhi hal tersebut, kita akan berakhir mengkonsumsi makanan/minuman manis yang datangnya bukan dari pemanis buatan, seperti cake dan lain sebagainya.

Jika orang-orang disuguhkan minuman-minuman Sprite, Sprite Zero (Sprite soda tanpa kalori/0 kalori), atau air lemon bersoda tanpa pemanis, dan orang-orang tersebut tidak diberitahukan minuman mana yang mereka konsumsi juga tanpa mengetahui maksud dari percobaan tersebut, saat nantinya mereka ditawarkan produk-produk seperti M&M’s, spring water, atau sugar-free gum, siapakah yang akan memilih M&M’s, produk dengan rasa manis yang bukan dari pemanis buatan tersebut? Mereka yang mengonsumsi Sprite-Zero (produk dengan pemanis buatan tersebut) didapati tiga kali lebih cenderung untuk memilih M&M’s daripada mereka yang mengonsumsi Sprite biasa (sugar-sweetened), juga air lemon bersoda bebas gula (unsweetened) tersebut. Jadi ini bukanlah mengenai manis vs tidak manis atau kalori vs tanpa kalori. Ada sesuatu dari pemanis buatan tanpa kalori tersebut yang secara tidak langsung mencurangi sistem pada otak manusia.

Para peneliti membuat studi ilmiah lanjutan dimana semua peserta diberikan sebuah produk makanan ringan yaitu Oreo dilanjutkan dengan pertanyaan seberapa memuaskan produk tersebut bagi mereka para peserta. Dan lagi-lagi, mereka yang mengonsumsi Sprite-Zero (minuman dengan pemanis buatan) melaporkan perasaan kurang puas dibandingkan dengan para peserta yang mengonsumsi regular Sprite dan mereka yang mengonsumsi lemon sparkling water. “Hasil tersebut adalah konsisten dengan penemuan ilmiah lain yaitu sebuah brain imaging yang menunjukkan bahwa konsumsi rutin pemanis buatan dapat mengubah cara kerja dari bagian otak manusia yang bertanggung jawab atas hedonic/pleasure response kita terhadap makanan.”

Jelas sudah, “satu-satunya cara untuk mencegah masalah ini –Untuk menghentikan ketergantungan kita terhadap manis yang berlebih– adalah dengan menghentikan konsumsi produk dengan segala jenis pemanis sepenuhnya – Pemanis buatan dan juga fruktosa (table sugar dan high fructose corn syrup). Pada akhirnya otak kita akan me-reset sistemnya dan kecanduan kita terhadap sesuatu yang manis akan berkurang.

Selalu ada anggapan bahwa “konsumsi gula maupun pemanis buatan dapat mengubah selera atau penilaian kita terhadap makanan, seiring berjalannya waktu, yang mengakibatkan meningkatan keinginan kita untuk mengonsumsi makanan-makanan manis. Namun, hasil riset atau data mengenai hal ini masih terbilang belum cukup” … hingga sekarang. Pada 20 peserta penelitian yang setuju untuk menghentikan konsumsi gula tambahan dan pemanis buatan dalam kurung waktu 2 minggu didapati bahwa setelah dua minggu, 95% dari mereka beranggapan bahwa “makanan dan minuman manis sekarang terasa lebih bahkan terlalu manis” dan juga berkata bahwa setelah penelitian tersebut mereka akan mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi gula tambahan dalam diet mereka.” Terlebih lagi, banyak dari mereka yang mengaku berhenti menginginkan makanan manis di minggu pertama saat penelitian tersebut berlangsung–hanya setelah enam hari mereka menghentikan konsumsi pemanis. Hal ini menandakan bahwa tantangan untuk tidak mengonsumsi gula tambahan dalam 2 minggu, atau bahkan 1 minggu, dapat membantu me-reset lidah dan selera kita sehingga mengurangi atau menghentikan konsumsi gula tambahan menjadi lebih mudah.” Mungkin hal ini dapat kita rekomendasikan kepada para pasien. “Mengurangi konsumsi makanan olahan dan beralih ke makanan alami dan berbasis tumbuhan akan mempermudah mengurangi asupan gula yang berlebih.”

Oleh Michael Greger M.D. FACLM


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *