DAPATKAH JAMINAN KESELAMATAN ITU HILANG?

Pendalaman Alkitab
Mari bagikan artikel ini

Memang menyedihkan, namun jaminan keselamatan bisa hilang—karena diabaikan ataupun karena sikap keras kepala karena menginginkan kesenangan-kesenangan dunia ini! Atau karena memilih jaminan keselamatan palsu dari injil yang sempit yang menjanjikan keselamatan tanpa penurutan dan tanpa pengubah-an tabiat.

Di sini kembali orang-orang Kristen haruslah menjadi orang-orang realis. Paulus mengetahui perkara ini dari pengalamannya sen-diri ketika bekerja di jemaat-jemaatnya yang masih muda bahwa pria dan wanita yang sebelumnya telah bertobat dapat jatuh dan kehilang-an hubungan yang menyelamatkan dengan Yesus.

Ingatlah Demas, salah satu pendukung Paulus mula-mula yang kemudian meninggalkan dia. Catatan menyatakan bahwa Demas “mengasihi dunia ini” (Kolose 4:14; lihat juga Filemon 24; 2 Timotius 4:10). Ingatlah Himeneus (1 Timotius 1:20; 2 Timotius  2:17). Se-belumnya ia memiliki “iman dan hati nurani yang tinggi” namun kemu-dian menolaknya, yang menyebabkan “kehancuran” imannya. Ia di-ingat pada hari ini sebagai yang termasuk di antara orang-orang per-tama dalam jemaat Kristen yang tenggelam ke dalam percakapan keagamaan dan subversi ajaran.

Demas dan Himeneus memulai dengan baik. Namun cinta ke-pada dunia ini dan harapan palsu dari injil yang lebih mudah te-lah menggiring mereka menjauh dari persekutuan jemaat mereka yang mula-mula, hanya untuk kemudian dikenang dengan rasa kasihan. Seberapa besar kerusakan yang mereka perbuat bagi ke-saksian jemaat adalah tidak diketahui, namun peringatan-peringatan Paulus menunjukkan bahwa itu tentunya serius.

Paulus tidak membuat gambaran tentang kemungkinan bahwa dia sendiri dapat jatuh (murtad). Si jahat tentulah telah menargetkan Paulus. Barangkali tidak ada seorangpun di dalam jemaat mula-mula yang mengalami lebih banyak pencobaan sehingga dapat menyerah. Paulus bukan saja mengetahui bahwa kemarahan orang-orang Yahu-di yang sebelumnya adalah sahabat-sahabatnya dalam lingkaran pemimpin umat, ia masih merasakan sengat dari anggota jemaatnya sendiri (“bahaya dari saudara-saudara palsu”—2 Korintus 11:26). Ia harus puas dengan kepemimpinan gereja yang perlu belajar dari dia tentang apa arti injil yang penuh (lihat Kisah 15). Dengan kata lain, ia harus menjalaninya sendiri, sama seperti Juruselamat kita!

Maka, kenyataan menyebabkan Paulus menceritakan fokus hariannya kepada orang-orang: “Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya,supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:27). Dapatkah seseo-rang bergembira dengan fakta yang mudah bahwa bahkan pemimpin-pemimpin Kristen terbaik sekalipun dapat kehilangan hubungannya yang menyelamatkan dengan Yesus?

Paulus melihat cara lain yang dapat menyebabkan orang-orang Kristen kehilangan rasa jaminan yang sejati. Dalam kitab Roma, ia mendesak mereka yang berputar-putar dengan jaminan palsu di mana “iman” mereka menjadi pengganti penurutan (lihat Roma 6). Dalam Galatia, Paulus berbicara tentang jaminan palsu dari sisi yang lain, di mana “iman” mereka bersandar kepada kesalahpahaman akan tata upacara Yahudi dan tujuan hukum secara umum. “Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia” (Galatia 5:4). Kita melihat kedua kelompok ini sedang bertumbuh subur di dalam gereja-gereja Kristen hari ini—tidak satupun yang benar-benar memahami baik perjanji-an kekal maupun injil kekal.

Dalam Kitab Ibrani, kita mendapatkan peringatan-peringatan te-gas yang diberikan kepada orang-orang pernah mengalami sukacita keselamatan. Paulus menginginkan agar para pendengarnya belajar dari pengalaman bangsa Israel, umat pilihan Allah. Bangsa Israel adalah satu contoh menonjol dari mereka yang sebelumnya pernah me-nikmati bukti-bukti dramatis bahwa Allah sedang menuntun mereka secara pribadi dan sebagai satu bangsa. Persetujuan mereka, dalam banyak kesempatan, menjadi saksi kepada dunia tentang pengertian hubungan yang menyelamatkan dengan Tuhan mereka.

Akan tetapi terlalu sering jaminan keselamatan yang asli menu-run menjadi jaminan palsu. Perhatikanlah peringatan Paulus: “Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya [dalam bahasa Yunani, tidak beriman] oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup” (Ibrani 3:12). Masalah mereka adalah bukannya mereka tidak lagi percaya kepada kenyataan tentang Keluaran bangsa Israel dari Mesir atau kenyataan tentang upacara bait suci (yaitu, bahwa masalah me-reka bukanlah tentang “percaya”); masalah mereka adalah “iman”—mereka tidak terus membiarkan Allah menjadi Penguasa mereka dan juga Juruselamat mereka. Bagi mereka, hubungan iman dengan Allah ini berubah menjadi suatu sistem perilaku lahiriah seperti yang dikatakan oleh nabi Mikha:

“Dengan apakah aku akan pergi menghadap TUHAN dan tunduk menyembah kepada Allah yang di tempat tinggi? Akan pergikah aku menghadap Dia dengan korban bakaran, dengan anak lembu berumur setahun? Berkenankah TUHAN kepada ribuan domba jantan. Kepada puluhan ribu curahan minyak? Akan kupersembahkan anak sulungku karena pelanggaranku Dan buah kandunganku karena dosaku sendiri?

“Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu; Selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, Dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?”

Dalam Ibrani bab ke-6, Paulus memberikan satu peringatan lagi tentang jenis yang berbeda, yang sekilas tampaknya menutup pintu bagi siapapun yang ingin kembali kepada persekutuan Kristen setelah melakukan dosa secara terbuka. Marilah kita melihat perkataan itu, yang telah menyebabkan banyak keputusasaan bagi orang-orang Kristen yang telah melakukan perbuatan dosa, yang kemudian ingin bertobat:

Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah me-ngecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghinaNya di muka umum” (ayat 4-6).

 Kalimat-kalimat dalam bahasa Yunaninya menyatakan butir-butir berikut:

  • Konteksnya menyiratkan bahwa pertobatan tidaklah mungkin bagi seseorang yang tidak memiliki keinginan untuk kembali kepada hubungan yang menyelamatkan dengan Yesus.
  • Pertobatan tidaklah mungkin sementara seseorang masih terus menyalibkan Anak Allah—yaitu bahwa orang itu masih tidak bertobat.
  • Pertobatan adalah tidak mungkin bagi seseorang yang masih terus menghina

Dengan kata lain, Paulus menyampaikan suatu bahaya yang nyata kepada seluruh orang Kristen bahwa dengan berbalik ke dalam perbuatan-perbuatan berdosa, berbalik dari setiap terang yang telah diberikan oleh Roh Kudus, mereka pada akhirnya menyeberangi garis batas ketika hati nurani tidak lagi menuduh, ketika tidak ada lagi penyesalan terhadap perbuatan-perbuatan berdosa yang dilakukan.

Paulus tidak mengatakan bahwa seorang Kristen yang berbuat dosa lagi adalah sudah melangkah terlalu jauh jikalau ia memiliki hati nurani yang sadar dan benar-benar menyesal atas perbuatan-perbu-atan berdosanya. Jikalau seseorang memiliki keinginan yang tulus untuk kembali kepada hubungan yang menyelamatkan dengan Yesus, bahwa itu sendiri adalah sebuah tanda bahwa dosa yang tidak teram-punkan tidak pernah dilakukan. Sebaliknya, penyesalan seperti itu adalah tanda bahwa Yesus berbicara secara langsung kepadanya. “Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh. Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan” (Wahyu 2:4, 5).

 Bukankah itu kabar baik? Ini menyampaikan janji Tuhan kita yang terus berlaku: “Semua yang diberikan BapaKu akan datang kepadaKu, dan barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan Kubuang” (Yohanes 6:37). Hanya orang-orang berdosa yang menolak untuk kembali kepada Bapa Surgawi mereka, yang menolak untuk menanggapi suara Roh Kudus, dapat menutup pintu rahmat, bukan Yesus ataupun Roh Kudus.

Dalam Ibrani 10, Paulus memberikan amaran peringatan yang serupa tentang bahaya yang jelas dan sedang berlangsung kepada orang-orang yang hidup dengan dosa:

Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia…Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang ke-benaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa kita itu. Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang dur-haka. Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. Beta-pa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?” (ayat 23, 26-29).

Adakah peringatan yang lebih jelas lagi? Ini membuat saya me-rinding! Lagi, kalimat dalam bahasa Yunaninya menolong kita mema-hami apa yang dikatakan oleh Paulus:

  • Orang yang melanjutkan berbuat dosa karena kemauan sendiri, yang terus-menerus menolak janji iman sebelumnya untuk melayani Yesus, pada akhirnya akan menyeberangi garis batas dan melakukan dosa yang tidak dapat diampuni—penolakan secara sengaja atas seruan-seruan Roh Kudus.
  • Orang yang menolak “pengetahuan yang penuh” tentang apa yang dimaksudkan dengan menjadi seorang Kristen digambarkan di sini, bukan orang yang belum sepenuhnya memahami apa arti dari hubungan yang menyelamatkan dengan Yesus.
  • Orang yang digambarkan di sini secara sengaja mengejek komitmen Kristennya sebelumnya, secara terbuka mengolok-olok teman-teman Kristennya dan kesetiaan mereka kepada Tuhan mereka, mengizinkan dunia tahu bahwa ia menolak hubungannya sebelumnya dengan Yesus.

Paulus meneruskan seruan penggembalaannya kepada jemaat Kristen mula-mula yang benar-benar menghadapi keputusan-keputusan yang keras dalam dunia yang amat tidak bersahabat:

“Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu, karena besar upah yang menantinya. Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu. Sebab sedikit, bahkan sangat sedikit waktu lagi, dan Ia yang akan datang, sudah akan ada, tanpa menangguhkan kedatanganNya. Tetapi orangKu yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepada-nya. Tetapi kita bukanlah orang-orang yang mengundurkan diri dan binasa, tetapi orang-orang yang percaya dan yang beroleh hidup” (10:35-39).

Kedengarannya seperti nasehat yang seharusnya sering didengarkan dalam khotbah-khotbah Sabat kita! Di sini lagi butir-butir yang sangat positif disampaikan oleh Paulus dengan logika yang menge-sankan:

  • Orang-orang Kristen haruslah berpegang teguh kepada kebenaran-kebenaran yang telah menuntun mereka kepada suatu hubungan yang menyelamatkan dengan Yesus—sebagian tampaknya tidak “berpegang teguh”.
  • Orang-orang Kristen haruslah mengembangkan kebiasaan te-kun, suatu ciri istimewa dari orang-orang yang digambarkan di dalam Wahyu 14:12: Yang penting disini ialah ketekunan orang-orang kudus…”
  • Orang-orang Kristen adalah orang-orang yang memiliki komitmen untuk melakukan kehendak Allah (Matius 7:21-27).
  • Iman, yaitu hubungan yang sejati dengan Yesus yang meliputi suatu keyakinan kepada peranNya sebagai Juruselamat dan Penguasa, sebuah kepercayaan kepada kuasaNya yang meme-lihara, suatu penghargaan kepada pemberianNya yang agung dan kekal kepada umat manusia, dan suatu kemauan sepenuh hati untuk mengikut Dia dan petunjuk-petunjukNya ke manapun Ia menuntun—semua ini menandai orang yang mau bekerja sama dengan Allah dalam “menyelamatkan” jiwanya.

Petrus menambahkan nasehatnya tentang bahaya yang jelas dan sedang terjadi tentang apa yang diperingatkan oleh Paulus:

Sebab jika mereka, oleh pengenalan mereka akan Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus, telah melepaskan diri dari kecemaran-kecemaran dunia, tetapi terlibat lagi di dalamnya, maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk daripada yang semula. Karena itu bagi mereka adalah lebih baik, jika mereka tidak pernah mengenal Jalan Ke-benaran daripada mengenalnya, tetapi kemudian berbalik dari perintah kudus yang disampaikan kepada mereka (2 Petrus 2:20, 21).

Anda bisa mendengar kata nelayan tua ini—tidak ada sesuatu yang akademis di dalam surat-suratnya! Petrus secara khusus memperingatkan terhadap pemimpin-pemimpin keagamaan yang sebelum-nya adalah pemimpin-pemimpin yang rohani dalam jemaat Kristen, tetapi yang sekarang telah meninggalkan gereja dan menjadi ambisius untuk membawa orang lain untuk mengikut mereka. “Mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka tersesatlah mereka, … Guru-guru palsu itu adalah seperti mata air yang kering…Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan” (2 Petrus 2:15-19).

Adakah peringatan yang lebih mutakhir—penggambaran ten-tang mantan pemimpin-pemimpin jemaat, yang dari luar jemaat, menjanjikan kepada bekas sahabat-sahabat mereka di gereja tentang “kabar baik” yang akan membebaskan mereka dari perbudakan kepada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu?

Apakah yang dapat dikatakan oleh Petrus kepada kita tentang mereka yang pernah memiliki hubungan yang menyelamatkan dengan Yesus?

  • Bagi orang-orang Kristen yang pernah memiliki pengetahuan tentang Yesus atas dasar pengalaman mereka (sebuah hubungan yang menyelamatkan yang memberikan kepada mere-ka jaminan yang asli), jikalau mereka meninggalkan pengalaman ini, “maka akhirnya keadaan mereka lebih buruk daripada yang semula” (2 Petrus 2:20). Mengapa? Orang Kristen yang kembali kepada dunianya yang lama yang penuh dengan berbagai “polusi”, adalah meninggalkan suatu pengalaman yang amat kaya yang datang bersama dengan kelahiran baru dan pengalaman berjalan mula-mula dengan Yesus. Ia telah belajar melalui pengalaman (bahasa Yunani, pengetahuan atas dasar pengalaman) betapa kuasa Roh Kudus berada di dalam kehidupannya ketika ia meninggalkan kebiasaan-kebiasaan duniawi-nya. Namun sekarang, kembali kepada perbuatan-perbuatan lamanya, hatinya menjadi keras terhadap seruan-seruan yang bahkan orang kafir sekalipun akan mendengarkannya. Ia tidak lagi peka terhadap injil seperti sebelumnya.
  • Petrus prihatin bahwa anggota-anggota jemaat yang baru tidak bo-leh terkena bujuk rayu oleh orang-orang yang menjanjikan injil ke-bebasan, yang menggantikan penurutan dengan iman. Seruan-seruan jahat dapat membuat “kebebasan” menjadi begitu menarik namun kebebasan seringkali menjadi pintu masuk bagi ke-senangan-kesenangan diri sendiri. Kebebasan yang sejati melepaskan umat percaya dari jeratan kebiasaan-kebiasaan yang menghancurkan diri sendiri; Petrus menyebut kebebasan ini “jalan kebenaran.”
  • Petrus sama seperti Paulus, prihatin dengan anggota-anggota jemaat sebelumnya yang terus di dalam “jeratan-jeratan” dan yang telah membiarkan diri mereka menjadi keras secara rohani terhadap seruan-seruan Roh Kudus.

Yudas, saudara Yohanes, menggemakan peringatan-peringatan yang jelas dan mutakhir baik dari Paulus maupun Petrus:

Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus… Tetapi sekalipun kamu telah mengetahui semuanya itu dan tidak meragukan-nya lagi, aku ingin mengingatkan kamu bahwa memang Tuhan menyelamatkan umatNya dari tanah Mesir, namun sekali lagi membinasakan mereka yang tidak percaya [memiliki iman] (Yudas 3, 5).

  • Lagi, ketiga rasul ini melihat bahaya yang amat memikat dari man-tan anggota-anggota jemaat yang dapat berbicara dengan cepat tentang bagaimana mereka melarikan diri dari penurutan kepada Tuhan ke dalam suatu pengalaman kebebasan yang baru—“menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka.”
  • Tidak ada yang lebih memikat sepanjang sejarah Kristen di-bandingkan dengan penipuan bahwa kasih karunia Allah ada-lah menghapus tanggung jawab manusia. Bagi sebagian orang, kasih karunia tampaknya menerima dan menyetujui dan menyelamatkan pria dan wanita tanpa syarat, jikalau mereka hanya mengakui bahwa Yesus telah mati bagi mereka. Mereka menginginkan kebebasan untuk mengetahui bahwa dosa-dosa diampuni, meskipun tidak ditinggalkan.
  • Alasan bagi segala kemurtadan, bagi arah berbalik dari suatu hu-bungan yang menyelamatkan dengan Yesus, adalah ketidakpekaan iman. Di dalam buku ini kita telah memusatkan perhatian kepada iman sebagai satu faktor yang akan menentukan masa depan kekal seseorang. Iman, yaitu tanggapan manusia terhadap kasih karunia, menggambarkan seorang pria dan wanita yang menurut, percaya dengan sukacita, yang akan mengikut Yesus dan PerkataanNya kemanapun mereka dituntun.

Yohanes melanjutkan peringatan-peringatan keras ini dan juga seruan-seruan keras bagi umat Kristen untuk tetap berpegang teguh di tengah berbagai pencobaan yang dapat mengotori pengalaman iman mereka. Perhatikanlah bagaimana ia dengan halus namun tegas menggabungkan kabar buruk dengan kabar baik:

“Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa da-lamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepa-damu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat” (Wahyu 2:4, 5).

“Tetapi apa yang ada padamu, peganglah itu sampai Aku da-tang. Dan barangsiapa menang dan melakukan pekerjaanKu sampai kesudahannya, kepadanya akan Kukaruniakan kuasa atas bangsa-bangsa” (Wahyu 2:25, 26).

“Bangunlah dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan AllahKu. Karena itu ingatlah, bagaimana engkau telah menerima dan mendengarkannya; turutilah itu dan bertobatlah! Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu” (Wahyu 3:2, 3).

“Aku datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu. Barangsiapa menang, ia akah Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKu, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan nama Allah-Ku” (Wahyu 3:11, 12).

“Lihatlah, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku akan makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku. Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagai-mana Aku pun telah  menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya” (Wahyu 3:20, 21)

Perkataan yang khidmat ini tidak memerlukan komentar. Bagai-manakah mungkin seseorang menambahkan bobot dari undangan-undangan dan peringatan-peringatan ini? Amarannya adalah jelas: Orang-orang Kristen dapat jatuh dari jaminan keselamatan mereka, dan mereka dapat memperolehnya kembali melalui pertobat-an—yaitu, mengakui dan meninggalkan dosa-dosa mereka (lihat Amsal 28:13; 1 Yohanes 1:9).

 Kita semua telah mengetahui dari pengalaman tentang hari-hari suram ketika “kita meragukan apakah hati [kita] telah diperbaharui oleh Roh Kudus.” Tentang hal ini Ellen White telah mengatakan:

Jangan mundur dalam putus asa. Kita harus sering bertelut dan menangis di kaki Yesus karena kekurangan dan kesalahan-kesalahan kita, namun demikian janganlah putus asa. Andaikata kita dikalahkan oleh musuh, kita tidak ditinggalkan dan ditolak Allah. Tidak. Kristus yang ada di sebelah kanan Allah juga mengadakan permohonan bagi kita. Yohanes yang kekasih berkata se-perti berikut: “Hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil itu” (1 Yohanes 2:1). Dan jangan lupakan Sabda Kristus yang berbunyi: “Sebab Bapa sendiri mengasihi kamu” (Yohanes 16:27). Dia ingin mendamaikan anda kepadaNya Sendiri, untuk melihat kesucian dan kebenaranNya terpantul di dalam anda. Dan kalau saja anda mau menyerahkan diri kepadaNya, Dia yang telah memulai pekerjaan yang baik di dalam diri anda akan terus sampai kepada hari kedatangan Tuhan Yesus…

Semakin dekat anda datang kepada Yesus, makin jelas ke-salahanmu dapat dilihat, karena pandanganmu semakin jelas, dan kekurang-sempurnaanmu akan jelas berbeda sekali dari ke-adaanNya yang sempurna itu. Inilah bukti bahwa tipu-daya setan telah kehilangan kuasanya, karena kuasa Roh Allah sudah meng-gerakkan anda.1

Saya kira setiap orang harus menandai paragraf di atas dari buku Steps to Christ dan sering-sering membacanya!

Maka, intisari dari bab ini adalah:

  • Di sisi kebangkitan ini, atau Advent, “kita akan mempunyai diri sendiri untuk ditaklukkan, dosa-dosa yang menyerang untuk diatasi; selama hidup itu akan bertahan, tidak akan ada tempat berhenti, tidak ada tempat yang dapat kita capai dan mengatakan, saya telah memperoleh dengan sepenuhnya. Penyucian adalah akibat penurutan seumur hidup.”2
  • Akan tetapi, “kalau kita setuju, Ia akan menyamakan diriNya dengan pikiran dan tujuan kita, menyatupadukan hati dan pi-kiran kita menjadi sesuai dengan kehendakNya, sehingga, bila menurut Dia, berarti kita melaksanakan dorongan hati kita sendiri…. Bila kita mengenal Allah karena kita mendapat hak isti-mewa untuk mengenal Dia, kehidupan kita menjadi kehidupan yang suka menurut. Oleh menghargai tabiat Kristus, oleh hu-bungan dengan Allah, dosa akan menjadi suatu kebencian bagi kita.”3

Saya suka pernyataan yang telah selalu kita tekankan dalam ha-laman-halaman ini—bahwa kita tidak akan pernah mencapai tem-pat dalam pertumbuhan Kristen ketika kita mengatakan bahwa kita telah “mencapai sepenuhnya.” Ini kedengaran seperti menyamai Tuhan! Ia begitu memikirkan kita sehingga setelah dua milyar tahun dalam kekekalan, kita akan masih sangat menyadari bahwa kita belum “mencapai sepenuhnya.” Bacalah kembali janji-janji dalam bab terakhir itu!

Saya ingat ketika saya membawa anak-anak saya ke Saratoga, New York. Di tahun 1977, perang Saratoga kedua dalam Revolusi Amerika memberikan tentara Kontinental yang masih muda salah satu kemenangan yang paling menentukan.  Saya ingin agar anak-anak saya melihat sebuah monumen yang amat menarik di pemakaman di dekat medan perang itu. Monumen itu dipersembahkan kepada empat jenderal tentara Amerika Kontinental yang memimpin pasukan-pasu-kan mereka selama kemenangan kolonial yang besar itu.

Jenderal Gates adalah pemimpin tertinggi pada masa itu, teruta-ma, kata mereka, karena kemampuan politisnya daripada keunggulan militernya. Perang Saratoga akan menjadi kekalahan jikalau Gates tidak menerima kepahlawanan Benedict Arnold yang menonjol pada waktu yang tepat. Laporan menyebutkan bahwa Benedict Arnold pada sore hari itu bersama-sama dengan 3000 pasukannya melakukan lebih banyak daripada apa yang dilakukan oleh Gates sepanjang hari itu dengan 11.000 pasukannya. Benedict Arnold adalah orang terhor-mat kedua setelah Washington di mata para tentara Kontinental.

Namun monumen itu! Pada tugu obelisk bersisi empat itu pada hari ini anda dapat melihat nama dan patung Jenderal Gates, Schuyler, dan Morgan. Namun di sisi keempat, sebuah tempat kosong masih tersisa untuk pahlawan Saratoga. Kita bertanya-tanya apakah yang bisa saja telah terjadi!

Namun, saya secara khusus ingin agar anak-anak saya melihat sebuah monumen kedua di medan perang itu sendiri. Jauh lebih kecil daripada tugu obelisk terdapat sebuah patung sepatu boot, sepatu boot dari Benedict Arnold. Pada malam hari perang Saratoga,seorang tentara Hess yang terluka, yang terkapar di tanah, menembak Arnold, yang menyebabkan kaki kirinya putus, kaki yang sama yang pernah terluka di Quebec. Seorang penembak, bergegas ke arah si tentara Hess dengan bayonet terhunus. Ia dihentikan oleh teriakan Arnold: “Demi Tuhan, jangan lukai dia!” Dikatakan bahwa itulah jamnya ketika si jenderal muda yang cemerlang itu mati.

Beberapa bulan kemudian, Jenderal Benedict Arnold, komandan benteng West Point, bersekongkol untuk menyerahkan benteng itu kepada pihak Inggris! Dengan tidak sengaja, ia ditemukan, dan ia lari menyelamatkan diri kepada pihak Inggris. Keuntungan yang diterima-nya karena pengkhianatan ini adalah beberapa ribu dolar dan sebuah komisi di dalam Ketentaraan Inggris.

Setelah menjadi bagian dari pihak Inggris, ia bertanya kepada seorang tahanan Amerika, “Apakah yang akan dilakukan oleh orang-orang Amerika kalau mereka menangkap saya?” Karena jengkel tahanan Amerika ini berkata: “Mereka akan memotong kakimu yang luka dan memberikannya penguburan militer yang terbaik—sedangkan sisa tubuhmu akan digantung.”

Maka hari ini ada sebuah tempat kosong pada monumen Saratoga, New York. Benedict Arnold telah memulai dengan baik, namun tidak menyelesaikan dengan baik. Pernahkah anda mendengar se-orang anak bernama Benedict atau Yudas atau Adolf? Setiap orang meninggalkan tanda ketika mereka meninggal. Kenangan-kenangan yang indah bagi anak-anak, harta besar atau buku-buku berharga atau industri-industri raksasa. Atau catatan penjara atau anak-anak yang kecewa atau sebuah sepatu boot! Bagaimanakah anda ingin dikenang?

Yesus telah memberikan kepada kita semua sebuah peringatan yang khidmat: “tetapi orang yang bertahan sampai kesudahannya akan selamat” (Matius 10:22).

Pada salah satu hari-hari ini akan ada satu meja makan yang panjang dengan peralatan makan perak merek Rodgers dan barang-barang keramik yang lebih baik daripada Blue Willow atau Wedgewood. Kartu nama akan diletakkan di setiap kursi karena setiap orang telah diundang. Anda boleh yakin bahwa akan ada para ibu dan bapa yang menelusuri meja itu untuk mencari putra dan putri mereka. Atau anak-anak mencari orangtua mereka. Atau istri mencari suaminya, atau suami mencari pasangannya. Atau kekasih yang dipisahkan oleh perang.

Namun akan ada kursi-kursi kosong di meja itu—sama seperti nama Benedict Arnold yang hilang dari monumen itu. Banyak dari orang-orang yang hilang itu telah memulai dengan baik, namun kare-na berbagai alasan yang telah kita bahas pada halaman-halaman ini, mereka mengganti pemimpin-pemimpin mereka dalam perjalanan kerohanian mereka. Banyak dari antara mereka yang mendefinisikan ulang “iman” dan menggantikannya dengan penurutan kepada Tuhan mereka. Yang lain telah hanyut ke dalam arus tanpa perlawanan, menikmati penghargaan-penghargaan sesaat. Apapun alasannya, menjual kekekalan dengan beberapa tahun “penuh kesenangan” di bumi ini adalah pertukaran yang buruk.

Perkataan terakhir yang akan dinyanyikan oleh paduan suara yang besar itu, “Haleluya! Keselamatan dan kemuliaan dan kekuasaan adalah pada Allah kita, sebab benar dan adil segala penghakiman-Nya” (Wahyu :1, 2)! Akankah anda berada di tempat anda, menyanyikan apa yang telah anda temukan benar—bahwa Allah telah amat sangat setia, bahwa Ia dapat dipercaya, dan bahwa anda akan melayani Dia selama-lamanya?

Bencana terbesar adalah ketika para orangtua mencari anak-anak mereka dengan sia-sia, anak-anak yang tidak “menghina Anak Allah di muka umum” (Ibrani 6:6), namun yang telah hanyut selama bertahun-tahun tanpa sukacita jaminan keselamatan, yang pada akhirnya menutup kehidupan mereka dalam keputusasaan ketika mereka mempertanyakan kenyataan tentang keselamatan. Semuanya itu tidak perlu terjadi!

Marilah kita menjadikan seruan Paulus sebagai bacaan kehidup-an pribadi kita: “Dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena ha-ti kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia” (Ibrani 10:21-23).

Kata terakhir adalah bukan kesetiaan kita, melainkan kese-tiaan Allah yang telah menjanjikan!

Namun, bagaimanakah jikalau seruan-seruan yang logis dan masuk akal ini tampaknya terlalu membebani? Apakah ada pengharapan bagi “orang-orang yang kalah” yang telah sering memberikan hati mereka kepada Yesus hanya untuk kemudian jatuh di bawah beban tanggung jawab? Dapatkah kita menyimpulkan “kabar baik” dengan cara yang belum dilihat oleh banyak orang sebelumnya? Di dalam bab terakhir kita, marilah kita menyimpulkan “kabar baik” yang selalu menjadi lebih baik.


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *