Evolusi Membutuhkan Agama

Blog AFI
Mari bagikan artikel ini

Artikel Washington Post yang terbaru membahas penyelidikan dari sebuah kelompok ilmuwan yang mencari jawaban dari pertanyaan, mengapa manusia bisa membuat hubungan lingkaran sosial yang lebih besar daripada hewan.

Khususnya, kelompok ini mencoba untuk mengerti apakah yang meniadakan “keegoisan” dalam manusia dan menciptakan keinginan untuk menolong atau menjalin hubungan satu dengan yang lain, yang mana bertentangan dengan dasar teori evolusi “yang kuat yang bertahan”. Setelah lebih dari 20 tahun penelitian, jawabannya sepertinya menunjuk kepada peran agama sebagai kunci dari proses ini.

Di tahun 1959, lima misionaris dibunuh di Ekuador ketika mencoba membawa injil masuk ke suku yang terpencil dan suka berperang bernama Waodani. Anggota keluarga misionaris pergi ke suku tersebut dan menghabiskan waktu bertahun-tahun membagikan kabar tentang Kristus kepada mereka. Seorang antropolog bernama James Boster, dari Universitas Connecticut, telah mempelajari seluk beluk sejarah dari pembunuhan yang dilakukan suku Waodani dan menyimpulkan pada tahun 2006 bahwa pengenalan injil kepada suku ini melindungi mereka dari kepunahan.

Dalam injil Yohanes, kita menemukan ayat yang sering kita dengar ini, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). Disini kita melihat Bapa memberikan kepada manusia, sebuah pemberian kehidupan melalui tindakan kasih yang tidak mementingkan diri. Dalam Roma 5:8 dan 10, rasul Paulus memberi tahu kita bahwa sementara kita masih membangkang dari Tuhan, Dia tetap mengasihi kita dan mengutus Anak-Nya mati untuk kita. Contoh dari kasih yang tidak sepantasnya inilah yang mendorong kita dan mengubah kita dari sifat pendendam serta egois, menjadi ramah, bijaksana, dan tidak mementingkan diri dalam hubungan sosial kita.

Dalam kejadian penciptaan, kita melihat Tuhan menciptakan manusia dengan hasrat untuk menjalin hubungan dengan-Nya dan sesama manusia (Kejadian 1:26; 2:18). Semua ciptaan telah diciptakan untuk menjalin hubungan yang saling bergantung dan saling menguntungkan. Tentu saja, kita melihat bahwa kutukan dosa telah mencemarkan sebagian besar keindahan, tetapi bukti bahwa kekuasaan tertinggi yang didasari kasih tetap ada. Pencipta kita adalah Tuhan dari segala hubungan. Akhirnya, ilmu pengetahuan mulai untuk bisa menerima dan mengerti dasar dari keberadaan manusia yang bisa ditemukan dalam Alkitab—kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *