HARAPAN BAGI SEBUAH DUNIA YANG BERMASALAH

Pendalaman Alkitab
Mari bagikan artikel ini

Oleh Mark Finley

Tidak pernah ada sebuah tantangan yang kita temui di dunia ini di mana tidak terdapat harapan di dalam Kristus. Kematian bukanlah kata terakhir; Yesuslah pengharapan!

Satu hal yang mengangkat semangat manusia dan yang membuat kita tetap hidup, walaupun di tengah-tengah tantangan yang kita hadapi: Itulah harapan. Harapan merupakan sebuah kualitas yang melihat jauh melampaui tantangan hidup manusia kepada hari esok yang lebih baik. Itu menuntun kita untuk hidup dengan penuh arti karena kita tahu hari esok yang baru akan datang. Harapan menantikan hal yang terbaik dalam hidup ini walaupun kita sedang menghadapi keadaan yang paling buruk sekalipun. Itu melihat jauh ke depan kepada apa yang akan terjadi nanti. Harapan membuat kita tetap percaya, menantikan, dan mengharapkan sesuatu yang lebih baik diluar kesuraman hari ini, bahwa terang hari esok akan bersinar lebih cemerlang.

Samuel Smiles menulisnya seperti ini: “Harapan itu bagaikan matahari, yaitu, sementara kita melakukan perjalanan meraihnya, bayang-bayang beban terbuang di belakang kita.” Seorang negarawan bangsa Roma bernama Pliny pernah berkata, “harapan adalah pilar yang menahan dunia.” Ia benar. Tanpa harapan, dunia ini berada dalam kekacauan yang menuntun pada kehancuran. Tanpa harapan, dasar dari masyarakat pun runtuh. Tanpa harapan kita hidup dalam keputusasaan yang bisu.

Kelihatannya hanya tersisa sedikit harapan saat ini. Dunia sedang menghadapi bala kelaparan akan harapan, dan itu bertambah buruk setiap tahunnya. Berdasarkan data penelitian nasional di Amerika Serikat pada tahun 1995, terdapat 85 persen orang Amerika yang memiliki harapan akan masa depan. Sepuluh tahun kemudian, pada bulan Desember 2009, jumlah orang yang memiliki harapan akan masa depan hidup mereka sendiri turun menjadi 69 persen, dan hanya 51persen memiliki harapan akan masa depan dunia. Tahun 2013, terdapat hanya 40 persen dari peserta tersebut yang masih optimis akan masa depan planet kita. Walaupun survei ini dilakukan di Amerika Serikat, hasil-hasil yang mirip dapat ditemukan pada kebanyakan tempat di dunia kita.

Ketika Harapan Lenyap

Tidaklah sulit untuk memahami mengapa terjadi kehilangan harapan di tengah-tengah masyarakat kita. Di antara tahun 2003 dan 2012, terjadi rata-rata 338 bencana alam setiap tahunnya. Itu menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal mereka, dan puluhan ribu orang meninggal dunia. Tornado, angin topan, gempa bumi, badai, dan tsunami telah memengaruhi ekonomi dunia secara dramatis dan menyebabkan kerugian besar hingga 156,7 milyar dolar AS. Perang bergerilya di Irak, Afganistan, dan Siria, menyebabkan banyaknya nyawa melayang yang tak terhidung jumlahnya dan membuat jutaan pengungsi meninggalkan wilayah peperangan. Para pengungsi yang putus asa ini mencoba untuk mencapai daratan Eropa. Tragisnya, ada banyak pria, wanita, dan anak-anak yang meninggal sebelum berhasil mencapai tujuan yang mereka idam-idamkan.

Para teroris yang tidak berprikemanusiaan menghujani ketakutan di dalam hati setiap orang di seluruh dunia. Serangan di Timur Tengah, Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika Serikat telah menciptakan perasaan gelisah dan tidak aman oleh karena menghadapi kebrutalan yang tidak pernah dibayangkan. Dan untuk membuat keadaan makin tidak pasti, keadaan ekonomi dunia sepertinya tergantung pada seutas benang tipis. Banyak pakar ekonomi memprediksikan kejatuhan ekonomi. Adalah benar perkataan seorang filsuf dan novelis Rusia, Fyodor Dostoyevsky, “hidup tanpa harapan adalah berhenti untuk hidup.” Apa yang dimaksudkan oleh Dostoyevsky sederhananya berarti demikian: Ketika seseorang kehilangan harapan, sukacita hidup hilang seperti terbenamnya matahari.

Menemukan Kembali Harapan

Dalam dunia yang kelihatannya diluar kendali, bagaimanakah kita dapat menemukan kembali harapan itu? Dalam dunia yang kelihatannya penuh ketidakpastian, bagaimana kita dapat menemukan kembali harapan itu? Adakah sesuatu yang penuh kepastian yaitu kita dapat mendasari harapan kita? Jutaan orang telah menemukan harapan, jaminan, dan damai oleh pengenalan dan hubungan secara pribadi dengan Allah melalui mempelajari firman-Nya. Mereka telah menemukan Allah yang mengasihi mereka lebih daripada yang mereka bayangkan, Allah yang memberi mereka kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup saat ini dan ujian hidup masa depan dengan keberanian yang luar biasa. Dialah Allah sumber pengharapan.

Dalam masa keputusasaan, Daud berseru, “Sebab Engkaulah harapanku, Ya Tuhan” (Mazmur 71:5). Harapan diberikan bagi Daud sebagaimana diberikan juga kepada kita semua. Itu dimulai dengan kepercayaan bahwa ada Allah di Surga yang lebih besar dari semua masalah-masalah kita, lebih hebat dari semua kesulitan-kesulitan kita, dan lebih kuat dari setiap tantangan hidup yang mungkin kita sedang hadapi. Tanpa pengetahuan akan Allah yang memedulikan kita, yang memahami kepedihan dan menyembuhkan rasa sakit kita, dan yang suatu saat akan mengalahkan segala kekuatan jahat dan menyediakan sebuah dunia yang baru, maka kita akan menghadapi tantangan-tantangan hidup sendirian dan tanpa pengharapan.

George Bernard Shaw adalah seorang yang skeptis terhadap seluruh jenis kepercayaan agama. Hampir seluruh hidupnya, ia berpikir bahwa Kekristenan hanyalah sebuah penopang yang tidak berguna. Ia mungkin merupakan seorang pemikir dan filsuf liberal yang paling diingat. Pada salah satu pernyataannya yang terakhir, ia menulis, “Ilmu pengetahuan di mana saya letakkan keyakinan saya adalah bangkrut. Nasihat-nasihatnya, yang seharusnya mengukuhkan milenium, justru menuntun langsung pada kehancuran Eropa. Saya pernah memercayainya. Dalam nama sains yang menghancurkan iman dari jutaan penyembah Tuhan dari ribuan aliran agama. Dan sekarang mereka melihat kepada saya dan menyaksikan kejadian tragis oleh karena seorang ateis yang telah kehilangan imannya kepada sains. Tragisnya, George Bernard Shaw tidak hanya kehilangan imannya tetapi juga pengharapannya. Ia kehilangan kemampuan untuk merasakan bahwa Allah ada di sana, merasakan bahwa ia bukanlah sekadar butiran debu kosmis dari alam semesta, melainkan seorang manusia yang diciptakan dalam gambar Allah, dikasihi oleh Allah, dan dipelihara setiap waktu oleh Allah sendiri. Adalah oleh karena merasakan kehadiran Allah, kasih-Nya yang tidak bersyarat, dan pemeliharaan-Nya yang terus-menerus, mengisi hati kita dengan harapan.

Alkitab: Buku Pengharapan

Alkitab merupakan sebuah buku yang berisikan harapan. Kisah-kisah yang tertulis di dalamnya menceritakan orang yang sama dengan Anda dan saya. Kadangkala mereka kuat dan mampu menjadi pemenang bagi Allah. Pada beberapa waktu yang lain mereka lemah dan gagal. Namun, dalam berbagai keadaan ini, Allah ada di sana untuk memberikan mereka harapan menghadapi hari esok.

Kata “harapan” muncul 125 kali di dalam Alkitab. Rasul Paulus, yang menghadapi banyak situasi penuh tantangan, menggunakan kata itu lebih dari 40 kali. Ia dipukuli, dirajam, mengalami kapal yang karam, dan dipenjara, namun hidupnya dipenuhi dengan harapan. Ketika menulis surat kepada sahabatnya yang tinggal di Roma, ia berkata, “Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan” (Roma 15:13). Ketika kita meletakkan pengharapan kita kepada Allah yang lebih besar dari masalah apapun yang pernah kita hadapi, hati kita akan terisi dengan “sukacita dan damai sejahtera dalam iman.” Kepercayaan bahwa ada Allah yang mengasihi kita lebih daripada apa yang dapat kita pahami akan mengisi hidup kita dengan pengharapan. Tidak pernah ada situasi apa pun yang kita hadapi dalam hidup ini ketika Allah tidak bersedia untuk campur tangan.

Eksperimen Menarik

Beberapa tahun yang lalu, para ilmuwan mengadakan sebuah eksperimen yang menarik untuk melihat dampak dari harapan di tengah-tengah kesulitan. Dua set tikus laboratorium diletakkan pada bak air yang berbeda. Para ilmuwan itu meninggalkan bak air pertama kemudian kembali setelah 1 jam dan menemukan bahwa tikus-tikus di bak air tersebut tenggelam. Tikus-tikus yang lain ditempatkan juga di dalam bak air, tetapi dengan perlakukan yang berbeda. Tikus-tikus tersebut sesekali diangkat keluar dari bak air dan diletakkan kembali. Mereka kemudian berenang terus menerus selama lebih dari 24 jam. Mengapa? Bukan karena mereka diberikan waktu istirahat pada saat mereka diangkat dan dimasukkan kembali, tetapi karena mereka memiliki harapan! Tikustikus itu berharap bahwa jika mereka dapat bertahan tetap berenang dan terapung sedikit lagi, maka seseorang akan datang mengangkat mereka dan menyelamatkan mereka lagi.

Jika harapan memiliki kuasa yang sedemikian besarnya pada hewan-hewan yang tidak berlogika, bagaimanakah besar seharusnya efek positifnya bagi hidup kita? Kita tidak harus dengan penuh ketakutan mencoba tetap terapung di tengah-tengah samudera keputusasaan. Ketika kita akan tenggelam, Yesus ada di sana. Rasul Petrus sendiri merasakan pengalamannya ketika Yesus benar-benar menyelamatkannya ketika ia hampir tenggelam.

Ketika para murid tengah mengemudikan perahu kecil mereka melintasi Laut Galilea pada malam badai itu, mereka terkejut melihat Yesus berjalan di atas air. Rasul Petrus bahkan lebih terkejut lagi ketika Yesus memintanya untuk keluar dari perahu itu dan berjalan ke arah-Nya. Untuk beberapa waktu yang singkat, segalanya berjalan dengan baik. Kemudian sebuah badai yang besar mengalihkan pandangan Petrus dari Yesus. Ia segera tenggelam di bawah amukan badai itu dan dengan ketakutan ia berseru, “Tuhan, tolonglah aku” (Matius 14:30). Tanpa menunda, Yesus mengulurkan tangan-Nya yang kuat dan mengangkat murid-Nya itu keluar dari situasi yang nyaris tanpa harapan itu.

Di dalam Kristus, selalu ada harapan. Tidak pernah ada satu pun tantangan hidup yang kita hadapi tanpa harapan di dalam Kristus. Lirik dari sebuah lagu lama berkata, “Bila ku perlu, Yesus dekat… Bila ku perlu Dia.”

Milik-Nya untuk Kedua Kalinya

Kristus yang telah menciptakan kita dan memedulikan kita, adalah Kristus yang menebus kita. Untuk kedua kalinya, kita menjadi milik-Nya. Ketika manusia yang Ia ciptakan dengan sempurna memberontak melawan kehendak-Nya di taman Eden, kasih menyediakan jalan. Ada harapan bagi semua keturunan Adam. Yesus adalah “Anak Domba, yang telah disembelih dari awal dunia dijadikan” (Wahyu 13:8). Rencana keselamatan Ilahi berkumandang di seluruh alam semesta. Anak Allah sendiri, Yesus Kristus, meninggalkan surga dan datang ke dalam planet yang memberontak ini untuk menyatakan kasih Allah kepada seluruh jagad raya dan memenuhi tuntutan keadilan atas hukuman pelanggaran hukum Allah.

Ketika Adam kalah, Yesus menang. Melalui kehidupan dan kematian-Nya, Ia menyatakan kasih Bapa. Ia memenuhi tuntutan hukum dan mengalahkan kejamnya pencobaan-pencobaan Setan. Ia menghidupkan kehidupan sempurna yang seharusnya kita hidupkan dan mati dengan cara yang seharusnya kita rasakan. Walaupun “upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal di dalam Yesus Kristus Tuhan kita” (Roma 6:23). Kasih karunia-Nya, pengampunan, dan rahmat mengalir dari hati-Nya dengan kasih yang tak berkesudahan. Billy Graham mengungkapkan dengan tepat sebagai berikut, “Rahmat dan kasih Allah memberi saya harapan—bagi diri saya sendiri, dan bagi dunia kita ini.” Seperti sebuah lagu yang berkata: “Harapanku dibangun di atas dasar darah dan kebenaran Yesus.”

Ada harapan di dalam Kristus: harapan bahwa dosa-dosa kita tidaklah sangat besar sehingga tidak dapat diampuni; harapan bahwa pencobaan-pencobaan hidup tidaklah terlalu besar untuk dikalahkan; harapan bahwa tantangan hidup kita tidaklah terlalu hebat untuk ditaklukkan; dan harapan bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini. Franklin D. Roosevelt, salah satu presiden terkenal di Amerika Serikat, merangkumkan filosofi hidupnya dalam kata-kata berikut ini: “Kita selalu berpegang pada pengharapan, kepercayaan, dan keyakinan, bahwa akan ada kehidupan yang lebih baik, dunia yang lebih baik, melampaui langit dan bumi ini.”

Harapan Melebihi Hari Esok

Alkitab terus-menerus menunjukkan kepada kita hari esok yang lebih baik. Itu menyatakan sebuah janji bahwa suatu hari nanti Yesus Kristus akan datang. Kejahatan akan dibinasakan. Kebenaran akan bertakhta selama-lamanya. Dosa, sakit, dan penderitaan tidak akan ada lagi. Penyakit, bencana, dan kematian akan dilenyapkan. Kejahatan, perang, dan kekhawatiran akan berhenti lenyap. Rasul Paulus menyebut peristiwa agung ini sebagai “penggenapan pengharapan” (Titus 2:13). Ia menggambarkannya demikian: “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selamalamanya bersama-sama dengan Tuhan” (1 Tesalonika 4:16-17).

Betapa suatu pengharapan! Yesus Kristus akan datang kembali. Suatu hari kelak, orang yang kita kasihi yang telah mati dalam kepercayaan akan Kristus dan yang hidup akan dibangkitkan dari kubur mereka untuk bertemu dengan-Nya muka dengan muka. Suatu hari kelak, segera, harapan dari zaman ke zaman akan digenapi. Yesus Kristus akan datang kembali, dan kita semua yang masih hidup akan mengalami peristiwa agung yang spektakuler ini diangkat dan bertemu denganNya di awan-awan. Kita akan mengadakan perjalanan bersama-Nya ke tempattempat yang paling mengagumkan di ruang angkasa bahkan seluruh jagad raya dan hidup bersama Tuhan sepanjang kekekalan.

Pengharapan ini bukanlah dongeng semata. Ini bukanlah sekadar mimpi belaka. Ini didasarkan pada Firman Allah yang tidak pernah akan berubah dan janji Kristus yang kekal. Yesus membagikan kebenaran kekal ini kepada murid-murid Nya yang gelisah. “Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal, jika tidak demikan, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat dimana Aku berada, kamupun berada” (Yohanes 14:1-3).

Kita tidak perlu khawatir tentang masa depan kita. Kita tidak perlu membiarkan rasa takut merongrong hati kita dan melenyapkan sukacita kita. Kristus telah menciptakan kita. Kristus telah menebus kita. Kristus peduli kepada kita. Kristus yang memelihara kita, dan Kristus yang sama akan datang kembali untuk membawa kita pulang ke rumah. Ini benar-benar harapan yang patut dinanti-nantikan.


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *