KASIH KARUNIA DARI MASAKAN DI RUMAH

Renungan Harian
Mari bagikan artikel ini

“Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya” Matius 11:19.

Yesus bukanlah seorang yang rakus, tetapi Dia juga bukanlah seorang petapa. Kenyataan bahwa musuh-musuh-Nya menuduh-Nya kebanyakan makan, menunjukkan bahwa Dia menyukai makanan. Dan di dalam catatan Injil, kita sering menemui Dia berada di lingkungan sosial, kadangkala sedang menyampaikan kebenaran penting.

Saya pikir tempat yang disukai-Nya untuk makan bukanlah suatu ruang makan yang luas seperti ruang tempat orang-orang Farisi yang suka mengundang sekelompok sahabat-sahabat dan teman-teman yang kaya. Tetapi yang lebih disukai-Nya adalah rumah kecil di Betani, di mana Dia dapat bersama dengan sahabat-sahabat-Nya Lazarus, Marta, dan Maria. Tidak ada makanan pesta yang dipesan di sini, hanya makanan yang dimasak di rumah sendiri (yang jauh lebih baik).

Kalau saja Yesus hidup di dunia pada zaman kita sekarang, saya pikir Dia masih lebih memilih kasih karunia dari makanan-makanan yang dimasak sendiri dengan baik, di tengah-tengah percakapan yang menarik, tertawa, dan kepedulian yang dipersiapkan oleh para sahabat-Nya. Penyajian semacam ini merupakan suatu pemberian dari tangan Bapa yang telah menciptakan buah-buah mangga, dan buah yang manis lainnya, buah beri biru dan buah nenas, buah lemon di musim gugur dan kentang dari Idaho, gandum yang dimasak menjadi roti yang harum membangkitkan selera.

Kasih karunia adalah sebuah meja makan yang di atasnya terdapat makanan-makanan yang dimasak sendiri di rumah, dan dimakan bersama dengan teman dan sahabat.

Noelene dan saya menyukai pantai (sesungguhnya, seluruh keluarga menyukai pantai). Kapan saja kalau kami mempunyai waktu, kami akan pergi, menyeberangi Teluk Chesapeake, dan pergi ke tepian. Di perjalanan kami selalu melewati kota kecil Bridgeville, di mana terdapat rumah-rumah mungil yang damai, dan polisi-polisi yang selalu berjaga-jaga di atas mobilnya, dengan senjata radar di tangannya. Tepat sebelum sampai di ujung kota, Anda dapat melihat sebuah tanda yang bertuliskan “milik Jimmy,” dan tempat parkirnya dipenuhi dengan mobil-mobil, kapan saja, tidak peduli pada hari apa atau jam berapa.

Suatu hari keingintahuan kami membuat kami memarkir mobil di halaman parkir. Di tempat Jimmy terdapat tempat-tempat duduk yang dipenuhi sekitar 150 orang, dan kesempatan kami, harus menunggu sampai ada meja yang kosong. Menu-menu yang dicetak langsung disodorkan, tetapi ada dua lembar lampiran yang berisi tulisan tangan, menawarkan menu unggulan melebihi pilihan menu lainnya, ditambah sepertiga bagian halaman yang bertuliskan tangan dengan “khusus” untuk hari ini. Semua makanannya dimasak seperti di rumah sendiri. Kentang tumbuk yang asli, kacang buncis yang lezat, tomat panggang, dan berbagai macam jenis kue pastei dan kue tart. Dan ketika pelayan membawa tagihan, Anda akan kaget—murah sekali.

Saya pikir, Yesus akan selalu suka makan di tempat seperti milik Jimmy.

Ps. William G. Johnsson – Hati yang Berlimpah Kasih Karunia, hlm. 115

Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *