Oleh Mark A. Kellner
Masih segar komentar negatifnya mengenai kapitalisme dan harta pribadi, Paus Francis telah menjadi berita utama di seluruh dunia ketika muncul laporan tentang dukungan Paus terhadap serikat sipil bagi pasangan homoseksual.
“Kaum homoseksual punya hak untuk berkeluarga. Mereka adalah anak-anak Tuhan dan memiliki hak atas sebuah keluarga. Tidak ada yang boleh dibuang atau dibuat sengsara karenanya.” BBC News Indonesia mengutip ucapan pemimpin Gereja Katolik Roma itu dalam sebuah film dokumenter biografi terbaru, yang berjudul Francesco. “Apa yang harus kita buat adalah undang-undang tentang persatuan sipil. Dengan cara itu mereka dilindungi undang-undang. Saya membela hal itu”
Tablet ialah salah satu media berita Katolik yang paling dihormati di dunia yang berusia 180 tahun, mengatakan tentang pernyataan tersebut, “Dukungan Kepausan secara nyata diberikan pada tahun 2003, Vatikan mengeluarkan dokumen yang menjelaskan mengapa ‘perlu menentang hukum pengakuan serikat homoseksual ‘karena mereka’ mengaburkan nilai-nilai moral dasar tertentu dan menyebabkan menurunnya nilai dari institusi pernikahan.”
Dokumen tahun 2003 itu, yang dikeluarkan di bawah otoritas Paus Yohanes Paulus II, belum dicabut oleh Vatikan. Itu ditulis bersama Kardinal Josef Ratzinger, yang kurang dari dua tahun kemudian menjadi Paus Benediktus XVI setelah kematian Paus Yohanes Paulus II.
Sekarang ini, yang bahkan tidak sampai dua dekade setelah itu – dan sementara rekan penulisnya masih hidup – Paus gereja saat ini telah membuat catatan yang menentang pendapat gereja yang terdokumentasi. Hal itu sangat menarik.
Gereja yang Terbelah?
Akan tetapi reaksi dari beberapa orang mungkin akan menjadi cerita yang sesungguhnya di sini.
Seperti yang dicatat oleh pendeta Jesuit Thomas Reese, yang menulis di Religion News Service, “Pernyataan Paus tidak relevan di AS karena negara tersebut telah melewati persatuan sipil hingga pernikahan pasangan gay, yang didukung oleh 70% orang-orang Amerika, termasuk 67% umat Katolik menurut PRRI (Public Religion Research Institute).”
Reese menambahkan, “Tapi di Afrika, Asia, dan sebagian besar Amerika Latin, kata-katanya akan revolusioner secara politik dan budaya. Di beberapa negara Afrika, homoseksualitas adalah kejahatan. Pasangan sesama jenis bisa dipenjara dan bahkan dibunuh.”
Dia meramalkan kesulitan bagi umat Katolik di benua seperti Afrika yang ingin mendukung pendapat Paus Fransiskus: “Di negara-negara dimana ketegangan agama sedang memanas, ini bukan masalah yang diinginkan para uskup. . . Ingat bagaimana masalah LGBTQ telah memecahkan Persekutuan Anglikan di Afrika.”
Faktanya, di seluruh dunia, jutaan anggota Episkopal (istilah Amerika Serikan untuk Anglikan) dan ribuan jemaat memisahkan diri dari badan induk karena mewadahi para anggota homoseksual dan pendeta. Pada tahun 2015, pergerakan itu membuat Gereja Episkopal kehilangan setengah dari keanggotan sejak tahun 1966 dimana dulunya berjumlah 3,6 juta.
Akankah gereja Katolik Roma menemukan dirinya dengan bangku dan kantong persembahan yang kosong? Ada banyak perbedaan pendapat di sayap Amerika Serikat : The National Catholic Reporter, sebuah surat kabar awam dengan persepektif yang diakui condong ke saya kiri, mengutip Joseph Strickland, uskup Tyler, Texas, yang mengatakan, “Apa yang disiarkan ke seluruh dunia adalah pendapat Paus Fransiskus tentang hal ini, dan saya pikir itu membingungkan dan sangat berbahaya.”
Francis atau Alkitab?
Dipuji sebagai angin segar setelah terpilih sebagai Paus, Paus Fransiskus telah mengambil pandangan tajam tentang banyak subjek yang mungkin sulit didukung oleh penganut tradisional – baik Katolik atau Protestan -, seperti evolusi.
“Evolusi di alam tidak bertentangan dengan gagasan penciptaan, karena evolusi membutuhkan penciptaan makhluk hidup yang berevolusi,” kata Francis, menurut laporan Washington Post tahun 2014.
Di mana pun, tidak ada Alkitab yang menyarankan jalur evolusi untuk manusia – atau untuk hal lain yang diciptakan Tuhan – juga tidak mendukung apa yang disebut persatuan sipil. Pernikahan dirancang oleh Tuhan untuk menjadi antara satu pria dan satu wanita (Kejadian 1:27, 28), sebuah fakta yang ditekankan oleh Yesus ketika Dia memberi tahu para pemimpin agama pada zaman-Nya, “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (Matius 19:4-6).
Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.
Dan, dalam apa yang oleh para Kritikus disebut sebagai “ayat-ayat menyerang” tetapi tetap merupakan Firman Tuhan, Alkitab sangat jelas menyatakan bahwa homoseksualitas bukanlah kehendak Tuhan bagi umat manusia: “Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, pencuri, orang kikir, pemabuk, pemfitnah dan penipu tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah” (1 Korintus 6:9, 10).
Pada akhirnya, orang Kristen dihadapkan pada sebuah pilihan: Yang mana yang Anda percaya: Alkitab atau apa yang dikatakan oleh pemimpin gereja terpandang dan dihormati? Menghadapi tantangan serupa tidak lama setelah kebangkitan Yesus, ketika otoritas agama setempat memerintahkan mereka untuk tidak memberitakan Injil, “Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kisah Para Rasul 5:29). Kata-kata itu harus menjadi pengakuan iman orang percaya hari ini.
Di Bible Answer Live, Pendeta Doug Batchelor mengatakan kepada seorang penelpon, “Di gereja yang mana saya sebagai pendeta, kami menyambut semua orang melalui pintu. Kami tidak hanya akan menyambut orang-orang yang mungkin tergoda dengan gaya hidup gay, kami akan menyambut orang-orang yang datang untuk berlatih dan mendengarkan Firman Tuhan. Siapapun yang mau, bisa datang dan mendengarkan Firman. …Kami mempraktikan gereja terbuka. Kami ingin orang menemukan kebenaran.”
Pada saat yang sama, Pendeta Doug mengungkapkan perbedaan yang jelas antara siapa yang diterima di gereja dan siapa yang diterima sebagai anggota jemaat atau ditahbiskan dalam pelayanan.