Oleh Sang Lae Kim
Setelah penciptaan, Tuhan berkata, “Sungguh amat baik.” Setelah menciptakan Adam, sebuah “rumah” disiapkan, tetapi tidak ada “rumah tangga.” Rumah itu—yaitu Eden, hanyalah sebuah ruang kosong tanpa rumah tangga. “Tanpa persahabatan, pemandangan yang indah dan pekerjaan yang menyenangkan di Eden tidak akan menghasilkan kebahagiaan yang sempurna,” kata Ellen G. White (Patriarchs and Prophets, hal. 46). Penciptaan menjadi sempurna hanya ketika ada rumah tangga yang bahagia, yang merupakan hasil akhir dan anugerah kasih karunia dari Sang Pencipta.
Penebusan adalah pemulihan tatanan penciptaan yang asli. Dan penyempurnaan penebusan adalah pemulihan sebuah “rumah tangga yang bahagia.” Jika umat Tuhan harus mengalami satu hal untuk benar-benar memahami kenikmatan penebusan, maka hal itu adalah kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Kasih Tuhan dinyatakan melalui keluarga. Ini berarti tidak hanya bahwa hubungan kita dengan Tuhan mewakili hubungan keluarga, tetapi juga bahwa hubungan keluarga kita harus mewakili hubungan kita dengan Tuhan.
Belum lama ini, seorang rekan pendeta mengalami serangan jantung. Untungnya, ia segera dibawa ke rumah sakit, dan nyawanya terselamatkan. Kita tidak akan pernah bisa bertahan hidup tanpa jantung kita.
Apakah jantung masyarakat, gereja, dan bangsa kita? Ellen White berkata: “Jantung masyarakat, gereja, dan suatu bangsa adalah rumah tangga” (Ministry of Healing, hal. 349). Oleh karena itu, keluarga adalah target utama dari serangan Iblis—sebuah pertempuran tajam yang dilancarkan ke jantung gereja dan masyarakat kita. Hubungan antara suami dan istri, orang tua dan anak, saudara dan saudari sedang mengalami kehancuran.
Masalah Rumah Tangga: Fenomena yang umum dan universal
Masalah keluarga bukanlah hal yang baru. Adam dan Hawa saling menyalahkan satu sama lain, dengan mengatakan bahwa pasangannya bertanggung jawab atas dosa mereka. Abraham menderita karena konflik di antara kedua istrinya. Ishak dan Ribka saling menipu, dan Yakub menjalani kehidupan yang tidak bahagia karena masalah di antara anak-anaknya. Kisah-kisah seperti ini ada di seluruh Alkitab. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kita melihat konflik keluarga yang sama terjadi pada masa kini.
Konflik terjadi bahkan dalam pernikahan yang memiliki pengabdian dan iman. Lihatlah Ishak. Ishak sungguh-sungguh mencintai Ribka (Kej. 24:67). Pasangan ini dengan setia berdoa bersama selama 20 tahun dan akhirnya dikaruniai anak kembar. Namun, dalam Kejadian 27 kita menemukan sesuatu yang tidak terduga. Di sana kita melihat semua anggota keluarga saling curiga dan menipu satu sama lain.
Sungguh mengherankan melihat bagaimana keluarga Ishak dan Ribka dapat mengalami keruntuhan kepercayaan. Bagaimana mungkin keluarga yang begitu setia bisa menjadi hancur? Keluarga Ishak digambarkan sebagai keluarga yang ideal dalam Alkitab, namun mereka juga mengalami kesulitan. Memang, masalah keluarga terjadi di dalam dan di luar latar belakang Alkitab.
Penyebab Masalah Keluarga
Masalah keluarga cenderung berasal dari dua area, internal dan eksternal. Faktor internal yang utama adalah melemahnya kesatuan. Pada tingkat eksternal, kita melihat pada masuknya sekularisme.
Setan tidak dapat menembus keluarga yang memiliki ikatan keluarga yang kuat. Jika keluarga diikat dengan kuat dengan prinsip kasih yang bekerja melalui kasih karunia Tuhan, mereka akan menjadi benteng yang tidak dapat ditaklukkan. Tetapi jika ikatan itu terkikis, Iblis akan mendapatkan keuntungan.
Sekularisme selalu menjadi penyebab utama masalah dalam keluarga-keluarga beriman. Jika seseorang dalam keluarga menjadi terlalu sekuler, kedamaian rohani sebuah keluarga dapat hancur. Esau bukan hanya seorang pria liar yang tangguh—dan orang yang berani serta suka berpetualang belum tentu sekuler. Masalah Esau tidak terletak pada karakter pribadinya, tetapi pada nilai-nilai yang dianutnya. Pada dasarnya, ia tidak menghargai hal-hal yang bersifat rohani (Kej. 25:34). Pandangannya yang sekuler tentang nilai-nilai mengakibatkan dia menjual hak kesulungannya dan pilihannya untuk menikahi dua orang perempuan Het (Kej. 26:34). Ellen White menjelaskan: “Karena tunduk pada daya tarik lahiriah dan duniawi, Esau mengambil dua istri dari putri-putri Het” (Patriarchs and Prophets, hal. 179). Mereka menjadi “kesedihan hati” bagi keluarga itu (Kej. 26:35, KJV).
Prinsip Kebersamaan
Apa yang dapat kita lakukan untuk menyelamatkan keluarga kita? Ada banyak cara untuk melindungi kebahagiaan keluarga. Namun, saya percaya bahwa ada satu prinsip Alkitabiah yang mencakup semua nasihat yang ada di dunia ini. Prinsip tersebut ditemukan dengan melihat alasan negatif mengapa nenek moyang pertama kita kehilangan kebahagiaan dalam keluarga mereka.
Bagaimana keluarga Adam dan Hawa menjadi begitu tidak bahagia? Kapan Setan mendapatkan kesempatan untuk menghancurkan keluarga pertama itu? Ketika mereka tidak bersama. Saat mereka tidak bersama, Setan masuk.
Ini mengajarkan kita sebuah pelajaran penting bagi kita. Keluarga-keluarga harus tetap bersama di dalam Tuhan.
Kebahagiaan dalam sebuah keluarga terpelihara dan bertumbuh ketika para anggotanya bersama. Paulus menasihati, “Hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama” (1 Korintus 7:5). Keluarga adalah orang-orang yang hidup bersama, tidur bersama, tertawa bersama, dan menangis bersama.
Cinta dalam pernikahan adalah tentang kebersamaan. Hal ini juga penting bagi anak-anak kita. Ketika orang tua berdoa dan memuji Tuhan bersama dengan anak-anak mereka, pendidikan yang sejati akan tercapai. Keluarga membutuhkan kebersamaan untuk menjadi bahagia.
Alasan utama keluarga Ishak menjadi tidak bahagia juga karena perpisahan. Pada saat yang menentukan untuk memberkati Esau, Ishak memutuskan untuk melakukannya sendiri. Ketika Ribka mendengar apa yang dikatakan Ishak kepada Esau, dia merencanakan solusi sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa hati mereka telah terpisah untuk waktu yang lama. Kita perlu bersama dengan keluarga kita untuk memahami mereka, menghibur mereka, dan berbicara dengan mereka. Tidak ada cara yang lebih baik untuk melindungi kebahagiaan keluarga kita selain dengan kebersamaan.
Kesimpulan dan Himbauan
Unit keluarga adalah anugerah kasih karunia dari Tuhan. Kita harus ingat bahwa sama seperti kita harus menjaga kesehatan kita selagi kita sehat, kita juga harus melindungi kebahagiaan kita selagi kita memilikinya. Berdirilah teguh dengan prinsip cinta dan jangan lupakan prinsip kebersamaan.
Ketika sebuah keluarga hancur, kita harus bersandar pada Tuhan, karena di sanalah kita menemukan kesembuhan dan pemulihan. Meskipun Ishak telah kehilangan ketajaman rohaninya karena lebih mengutamakan Esau, prioritas utamanya tetaplah Tuhan. Ishak mengasihi Esau, tetapi ia juga bersedih, demikian juga Ribka, karena pengaruh yang dibawa masuk ke dalam keluarga melalui istri-istri Esau yang berasal dari bangsa Het. Sangatlah penting bahwa meskipun beberapa anggota keluarga mengambil keputusan yang berbeda dalam hidup mereka, kesetiaan mereka kepada Tuhan tidak boleh goyah. Bahkan jika benih-benih konflik berkembang dalam keluarga, kita semua harus tetap berpegang teguh kepada Tuhan.
Pergilah ke sebuah pantai dan perhatikanlah batu-batu karang di tepi pantai. Anda akan menemukan banyak jenis kerang yang menempel di bebatuan. Anda mungkin akan menemukan limpet, dengan kaki-kaki mereka yang kecil dan lengket. Ketika ombak menghantam atau mereka tersentuh, mereka dengan cepat menempel pada batu, dan sekali mereka menempel, mereka sangat sulit untuk dilepaskan. Jadilah seperti limpet. Ketika ombak menghantam keluarga kita, kita harus menancapkan kaki kita dengan teguh di atas Batu Karang keselamatan yaitu Yesus Kristus.
Keluarga adalah sebuah anugerah dari Tuhan. Kiranya keluarga-keluarga kita hidup dalam terang kasih karunia Tuhan, sehingga semua keluarga kita dapat menjadi keluarga yang tanpa bayang-bayang. Keluarga-keluarga haruslah bahagia. Dan kunci kebahagiaan adalah hidup dalam kasih karunia Tuhan.