DI MANAKAH YESUS SEKARANG?

Belajar Alkitab
Mari bagikan artikel ini

Yesus Kristus

Beberapa tahun yang lalu, sebagian besar dunia berbahasa Inggris mengalami suatu gejala yang tidak terduga sebagaimana air mengalir ke bukit. Setelah satu dekade penekanan pandangan bahwa “Tuhan telah mati,” setelah revolusi di kampus selama bertahun-tahun, dan serangan badai yang bertubi-tubi terhadap segala bentuk nilai-nilai dan kewenangan tradisional apa pun—sesuatu yang membangkitkan rasa ingin tahu telah terjadi, dan di banyak tempat, dan pertama-tama dimulai di New York.

Di tahun pertama penampilannya, sebuah pertunjukan Broadway meraup hasil $20 juta dan terus meraup jutaan lagi. Dan nama pertunjukkannya? JESUS CHRIST SUPERSTAR!

Tampaknya, hanya dalam semalam, Yesus telah menjadi “besar” dalam industri musik, untuk ditiru pertunjukkan dan film lainnya. Dan Ia membuka pasar yang melambung dalam industri buku karena banyak buku-buku terlaris membicarakan Dia dan Kedatangan-Nya kedua kali.

Dalam koor JESUS CHRIST SUPERSTAR, satu pertanyaan besar diajukan; “Yesus Kristus, siapakah engkau?” Meskipun tidak ada jawaban yang benar diberikan, pertanyaan ini lebih mendalam daripada pertunjukan musik dan lebih luas daripada sekedar rasa ingin tahu. Bagi setiap orang di planet Bumi ini, tidak ada yang lebih penting daripada siapa Yesus itu, apa yang telah dilakukan-Nya, di mana Ia sekarang, dan apa yang sedang dilakukan-Nya sekarang bagi umat manusia.

Namun, kendati aneh kedengarannya, bahkan umat Kristen terpecah belah selama berabad-abad tentang siapa Dia sesungguhnya, mereka telah memberi tekanan berlebihan pada ke-Tuhanan Yesus atau kemanusiaan Yesus. Jarang Yesus yang sesungguhnya diberi tempat yang benar. Ia telah digambarkan sedemikian beragam dan kadangkala dengan istilah-istilah aneh sehingga seorang pengamat yang penuh rasa ingin tahu mungkin akan bertanya, “Yang manakah Yesus yang sesungguhnya?”

Maka pertanyaan besar tetap muncul: “Yesus Kristus, siapakah engkau?” Siapakah Dia yang menjadi fokus dari “revolusi Yesus” di kalangan orang muda di dunia Barat di tahun 1970-an, barangkali suatu peristiwa yang paling tidak terduga dan tidak diharapkan di zaman modern? Lalu kemudian, siapakah Dia yang dapat mengubah seorang skeptis yang hanya memikirkan dirinya sendiri di Palestina yang padat dua ribu tahun lalu menjadi pengikut-pengikut setia yang akan hidup dan mati bagi Dia?

Pertanyaan ”Yesus Kristus, siapakah engkau?” Membayangi setiap orang yang mencari tujuan kehidupan atau yang mencoba lari dari suara batin yang menghantuinya dengan rasa bersalah. Kita dapat menghapuskan Dia. Kita dapat menyambut Dia, tanpa mengikut Dia dengan sungguh-sungguh. Kita dapat “menggunakan” Dia dengan menuntut pengampunan dari-Nya, tetapi bukan kuasa-Nya. Namun, kita tidak dapat benar-benar mengabaikan Dia. Ia selalu ada, tidak pernah hidup orang yang Seperti Dia.

Akan tetapi, siapakah Dia? Dari mana Dia berasal? Paulus, ketika menulis surat kepada orang Ibrani, menyebutkan status Yesus sebagai yang “memimpin” (12:2) dan catatan kemanusiaan-Nya memungkinkan Dia untuk dianggap sebagai “pimpinan yang sempurna bagi umat manusia”: “Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah–yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan—, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan… Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari Satu” (Ibrani 2:10, 11).

Namun, siapakah Dia? Dari manakah Ia berasal? Bagi Paulus, Yesus adalah Manusia yang menjadi patokan bagi umat manusia. Ia telah menunjukkan kepada pria dan wanita seperti apakah umat manusia dalam kondisi terbaiknya.

Para penulis Alkitab juga menjelaskan bahwa Yesus menunjukkan kepada kita seperti apakah Tuhan itu, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dalam segala hal. Yohanes menyatakan: “Firman itu adalah Allah” (Yohanes 1:1). “Dan Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (ayat 14). Yesus menyatakan misi ilahi-Nya: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya. Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada” (17:4, 5).

Jikalau kita harus menjawab pertanyaan yang membayangi itu, Yesus Kristus, siapakah Engkau? Kita harus memulai dari di mana orang-orang Kristen pertama kali bertemu dengan Dia dan harus membuat keputusan. Mereka mengenal Dia sebagai seorang manusia yang sepenuhnya terlibat dalam kemanusiaan mereka. Dia bukanlah seorang “astronot balik” yang datang ke dunia ini dari “luar sana” semata-mata untuk memberitahukan kepada kita bahwa Tuhan itu hidup dan sehat, dan bahwa Ia sangat mengasihi kita.

Kita dapat mengirim manusia ke bulan, namun mereka adalah masih “manusia bumi”; mereka hidup di dalam pakaian luar angkasa yang menyebabkan mereka tidak tersentuh oleh situasi yang ada di tempat mereka mendarat. Mereka hidup dan makan, melakukan kegiatan normal sebagaimana halnya makhluk ciptaan, namun mereka terpisah dari “kehidupan apa adanya” sementara mereka berpetualang di bulan.

Tidak, Yesus bukan seorang astronot. Sebagaimana digambarkan oleh para pengikut-Nya yang mula-mula, (dengan dituntun oleh RohNya, yang dijanjikanNya akan menolong mereka untuk melihat, mendengar dan merasakan secara tepat ketika mereka menulis tentang Dia), Dia menjadi manusia tanpa pakaian pelindung luar angkasa, baik yang tampak maupun tak tampak, yang akan memisahkan Dia dari jenis kehidupan yang dialami oleh orang-orang sezaman-Nya.

Seorang komentator Alkitab sangat membantu dalam menggambarkan kesamaan-Nya dengan keluarga manusia di Planet Bumi ini: “Yesus menerima kemanusiaan ketika umat ini telah dilemahkan oleh dosa selama empat ribu tahun. Seperti setiap anak Adam, Ia menerima akibat dari prinsip hukum hereditas tentang penurunan sifat kepada keturunan selanjutnya. Akibat-akibatnya ditunjukkan dalam sejarah nenek moyang-Nya. Dia datang dengan mewarisi sifat-sifat keturunan seperti itu untuk dapat berbagi dalam kesusahan dan pencobaan kita, dan memberi kita teladan tentang kehidupan yang tanpa berdosa.”—DA, hlm. 49.

Meskipun Dia lahir di bawah bayang-bayang Kejatuhan, mengambil kemanusiaan sebagaimana setiap bayi yang lahir 2000 tahun yang lalu—“dengan segala kewajibannya” (Ibid, hlm. 117)—Dia menunjukkan bahwa pria dan wanita tidak terkurung dalam peperangan tanpa pengharapan, bahwa bayang-bayang itu bukanlah tidak dapat dibatalkan, bahwa dosa bukanlah hal yang tidak terelakkan, bahwa Tuhan selalu memiliki jalan keluar dan menuju ke atas. Dia membuka tirai dan menunjukkan kepada kita semua bagaimana menjadi manusia yang sesungguhnya, yaitu cara yang dimaksudkan oleh Tuhan bagaimana pria dan wanita seharusnya hidup.

Yesus Sendiri menanyakan pertanyaan besar ini pada suatu hari di Kaesaria Filipi, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Dan Petrus menjawab balik, dengan pengakuan yang mendalam, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Matius 16:15, 16).

Perkataan itu selalu terngiang. Bayangkan, makan dan minum, berjalan dan berdoa, dengan Tuhan! Namun mereka juga mengenal Dia sebagai manusia, manusia yang sesungguhnya. Tuhan yang menjadi manusia! Inkarnasi! Mengapa? Untuk mempersatukan orang-orang berdosa dengan Tuhan; untuk menjembatani wilayah perairan yang bergolak dengan kasih dan kuasa! Paulus menggambarkan misi Tuhan kita yang luar biasa: “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! Dan bukan hanya itu saja! Kita malah bermegah dalam Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita, sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu” (Roma 5:10, 11).

Yesus Kristus adalah jalan kembali ke Eden, penyelesaian bagi keputusasaan manusia. Dia sendirilah landasan bagi pengharapan umat manusia dan satu-satunya dasar bagi penebusan manusia. Lihatlah Dia tergantung di kayu salib Kalvari di antara langit dan bumi; sebuah penderitaan yang adil bagi orang yang tidak adil; untuk menunjukkan kasih bagi orang yang tidak mengasihi! Ukurlah kehidupanmu dengan kehidupan-Nya! Ambillah tawaran pengampunan dan penerimaan penuh dari-Nya! Dengarlah perkataanNya yang menyelamatkan, “dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” (Yohanes 12:32). “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (3:17). Sesungguhnya, Dialah yang dijanjikan oleh malaikat dan yang saya perlukan—“Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan” (Lukas 2:11).

Alasan lain kedatangan Tuhan kita ke dunia ini dan menjadi manusia yang sesungguhnya, “dalam segala hal” (Ibrani 2:17), adalah untuk memberi jawaban untuk sekali saja dan bagi semua orang sebuah pertanyaan dasar tentang pertentangan kosmik yang besar—apakah pria dan wanita yang telah jatuh ke dalam dosa dapat menghidupkan kehidupan dengan ketaatan yang penuh sukacita, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Tuhan.1

Yesus mematahkan tuduhan-tuduhan Setan bahwa dosa adalah tidak terelakkan dan bahwa ketaatan adalah tidak mungkin; bahwa manusia yang telah jatuh tidak dapat berharap untuk hidup dengan kemenangan atas dosa. Dia mendemonstrasikan bukan saja bahwa pria dan wanita dapat memelihara hukum Tuhan dengan kuasa yang diberikan, na-mun bahwa Tuhan Sendiri rela untuk mengambil risiko keamanan surga untuk menyelamatkan manusia. Dia membuktikan bahwa tidak ada yang dituntut oleh Tuhan atas ciptaanNya yang tidak rela dilakukanNya bagi ciptaan-Nya. Kita tidak perlu berpanjang lebar membahas tentang bagaimana Yesus menjadi solusi kekal atas masalah dosa sehingga hati kita dapat merasa bersyukur, memuji dan mengagumi Tuhan, yang mengirimkan Yesus, “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya” (Roma 3:25).

Kematian Yesus “bagi kita” (1 Tesalonika 5:10) adalah titik nyala waktu, pusat dari rencana keselamatan, prisma yang melaluinya kita dapat melihat sepenuhnya spektrum kasih Tuhan bagi ciptaan-Nya. Pengorbanan Manusia Yesus membuktikan bahwa Tuhan itu adil, bukannya tidak adil ataupun banyak tingkah. Pengorbanan itu menunjukkan bahwa Dia mengasihi melebihi imajinasi manusia. Tuhan membuktikan bahwa pelanggaran akan hukum-hukum alam semesta yang mendasar memberi konsekuensi yang mengerikan, yang dinyatakanNya dengan mengizinkan “kutukan hukum” (Galatia 3:13) ditumpahkan sepenuhnya dalam kehidupan dan kematian Yesus.

Betapa sebuah tugas yang diemban Tuhan dengan menjadi manusia dalam Yesus! Betapa sebuah risiko! Namun melalui kemanusiaan-Nya, dengan menjadi manusia yang sesungguhnya, Yesus membayar harga kebodohan manusia dan membuka kembali pintu ke Eden.2

Tidaklah mengherankan Ellen White menyimpulkan kekaguman hati kita ketika ia menuliskan: “kemanusiaan Anak Allah adalah segalanya bagi kita. Itu adalah rantai emas yang mengikatkan jiwa-jiwa kita kepada Kristus, dan melalui Kristus kepada Tuhan. inilah yang harus menjadi pelajaran kita. Kristus adalah benar-benar manusia.”—SM, 1, hlm. 244.

Salah satu aspek yang luar biasa dari Tuhan menjadi manusia adalah bahwa pemberian ini bukanlah sementaraTuhan menjadi manusia selama-lamanya!“ Dia [Tuhan] mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal untuk datang ke bumi, untuk mengambil kodrat manusia, bukan saja untuk beberapa tahun kehidupan yang singkat, melainkan untuk mempertahankan kodrat ini di pengadilan surga, janji kekal dari kesetiaan Tuhan.”—Ibid., hlm. 258.

Renungkanlah. Ini menggetarkan pikiran manusia. Kita dapat mengerti sedikit keajaiban tentang kelahiran Tuhan kita di Betlehem ketika Dia memenjarakan Diri-Nya di dalam ciptaan-Nya sendiri. Namun bagi Tuhan Sang Pencipta, yang berjalan di antara bintang-bintang dan memutarkan alam semesta baru mengelilingi orbitnya, untuk selama-lamanya dikungkung dalam ruang dan waktu—ini merentangkan pikiran manusia menyeberangi lautan kasih yang tanpa batas. Yesus benar-benar memberikan Diri-Nya kepada Planet Bumi dan kepada anda dan saya. Tuhan mengambil kodrat manusia selama-lamanya!

Umat manusia terakhir melihat Yesus di bumi ketika mereka berkumpul di Bukit Zaitun sesaat sebelum Dia diangkat ke langit dan melampaui pemandangan mereka. Namun Dia pergi dalam wujud sebagaimana yang mereka kenal selama 33 tahun—makhluk manusia seperti mereka sendiri. Sementara mereka memandang, terserap dalam keingintahuan mereka, “terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutupNya dari pandangan mereka” (Kisah 1:9). Apakah Dia pergi untuk selamanya? Apakah pengikut-pengikutnya yang setia akan pernah  bertemu lagi dengan Dia? Ke manakah Dia pergi?

Pertanyaan-pertanyaan mereka segera sirna dengan pernyataan malaikat yang menghiburkan: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” (ayat 11).

Yesus, si tukang kayu dari Nazaret, Sahabat banyak orang, Tabib yang murah hati, sekarang  berada di surga, bukan sebagai roh yang tak berbentuk, bukan dalam “bentuk Tuhan” sebagaimana adanya sebelum Dia datang ke bumi (Filipi 2:6), namun sebagai manusia, mempertahankan kodrat kemanusiaan-Nya untuk selama-lamanya.

Demikianlah Stefanus mengenali Dia ketika Tuhan dengan kemurahan hati membukakan tirai antara langit dan bumi sesaat sebelum kehidupannya dihancurkan dengan batu-batu yang dilemparkan oleh orang-orang yang tidak tahan akan kebenaran. “Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.  Lalu katanya: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kisah 7:55, 56).

Paulus mendengarkan suara-Nya pada hari yang menentukan itu di jalan Damaskus. Di tengah-tengah kejahatan rohaninya, Yesus melangkah masuk ke dalam kehidupannya dengan pertanyaan yang menggetarkan hati: “”Saulus, Saulus, menga-pakah engkau menganiaya Aku?” Jawab Saulus: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu” (Kisah 9:4,5).

Yohanes diizinkan untuk melihat Gurunya sekilas ketika ia diasingkan ke pulau karang Patmos. Bukankah itu tindakan yang penuh kemurahan dari Tuhan kita—memberikan sahabat-Nya, yang telah menjadi saksi yang mulia bagiNya, jaminan terakhir bahwa segala sesuatunya tidak sia-sia! “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: “Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (Wahyu 1:17, 18).

Namun sementara waktu berjalan, sesuatu yang menyebabkan rasa ingin tahu dan menyedihkan terjadi pada gereja Kristen. Mereka kehilangan pandangan di mana Yesus berada sekarang dan apa yang dilakukan-Nya demi kita. Selama berabad-abad banyak orang di dalam gereja yang memusatkan perhatian mereka kepada Dia yang mati di kayu salib—personifikasi tragedi kemanusiaan. Mereka telah meninggikan Yesus sebagai guru terbesar tentang pembenaran yang pernah didengar manusia, memuliakan Dia karena integritas yang tanpa cacat cela dalam kepenuhannya, menghormati Dia karena dorongan moral yang Dia masukkan ke dalam sejarah manusia. Mereka tergerak oleh pengabaian sepenuhnya akan ideal-Nya, yang menggiring Dia ke kayu salib daripada menyerah kepada kejahatan. Namun disitulah mereka terakhir kali melihat Dia—di kayu salib.

Orang-orang Kristen yang lain meneruskan lebih lanjut; mereka memusatkan perhatian mereka kepada Yesus sebagai Juruselamat yang bangkit. Mereka melihat Dia di antara para pengikut-Nya selama 40 hari dan kemudian secara ajaib terangkat ke surga. Namun kemudian mereka kehilangan Dia dalam kekaburan tahun-tahun cahaya dan jargon-jargon teologia tentang pendamaian. Meskipun mereka mengetahui bahwa Dia di surga “di sebelah kanan Allah” mereka tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang peran Kristus yang terus-menerus dalam menyelesaikan rencana keselamatan.

Melihat Dia hanya di kayu salib saja adalah melihat hanya sebagian saja; mulia, memang demikian, namun itu hanya sebagian saja. Melihat Dia hanya sebagai Tuhan yang telah bangkit adalah juga melihat Dia hanya sebagian saja. Yang mencengangkan dan mengagumkan adalah gambaran yang indah tentang kasih yang tanpa batas—Tuhan membayarkan upah dari umat yang telah jatuh, dan bangkit dengan kemenangan dari kubur—pertunjukan ganda tentang kasih dan kuasa. Namun suatu gambaran sebagian dari Yesus menggiring kepada kesalah-pahaman yang penting, seperti: (1) percaya bahwa kasihNya tak dapat dibendung, dan bahwa suatu hari dalam waktu Tuhan semua orang akan diyakinkan, dan oleh karenanya dimenangkan kembali kepada kerajaan kasih dan kemurahan yang mempersatukan kembali. Atau, (2) bahwa rasa syukur yang sederhana dengan mengakui bahwa  Dia mati bagi dosa setiap orang itu sendiri adalah suatu ujian apakah seseorang layak untuk dise-lamatkan.

Dalam kitab Ibrani, Paulus menyanyikan nyanyian kemulia-an dari pelayanan Tuhan kita yang terus berlanjut bagi manusia yang telah jatuh. Misalnya, “Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada penga-kuan iman kita” (Ibrani 4:14).

Paulus mengakui bahwa pemahaman yang jelas tentang Yesus sebagai imam besar kita adalah “sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita” (Ibrani 6:19, 20). Ia mengumandangkan bahwa orang-orang Kristen dengan “penuh keberanian dapat masuk ke dalam tem-pat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempu-nyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:19-22).

Sesuatu yang sangat signifikan bagi rencana keselamatan sedang berlangsung di surga hari ini karena Yesus adalah imam besar kita. Sesuatu yang signifikan dan istimewa harus terjadi di dalam kehidupan para pengikut-Nya di bumi karena peran Yesus sebagai imam besar kita, sementara kita mempelajari halaman-halaman selanjutnya.

Mengikuti Yesus ke dalam Bait Suci di surga tidak mengurangi penghargaan akan salib. Tanpa salib maka tidak akan ada imam besar di Bait Suci surga hari ini. Tetapi apa yang sekarang dilakukan Yesus mungkin adalah topik yang paling penting untuk dipahami oleh mereka yang berada di Planet Bumi.3

Perhatian kita akan ketidakseimbangan ekologis, ledakan penduduk, pengadaan persenjataan nuklir, sampah—apapun, semua itu sirna dan menjadi tidak penting dibandingkan dengan apa yang harus kita ketahui tentang Yesus dan apa yang sedang diusaha-kanNya bagi planet yang didera kengerian ini. Di mana Yesus sekarang, dan apa yang ingin dilakukanNya, harus dipahami oleh semua orang yang mencari kedamaian kekal dalam hati mereka dan bagian dari menyegerakan kedatangan Tuhan kita kembali.

Tidak heranlah jika seorang penulis bernama Ellen White menuliskan, “Umat Tuhan sekarang ini harus memusatkan pandangan mereka kepada Bait Suci surga, di mana sedang berlangsung pelayanan terakhir dari imam besar kita dalam pekerjaan penghakiman—di mana Dia menjadi pengantara bagi umatNya.”Evangelism, hlm. 223.

Mudahlah kita pahami mengapa Paulus mendesak pembacanya: “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak ber-buat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:15, 16).

Dalam bagian berikut, kita akan mengikuti Tuhan kita ke dalam Bait Suci alam semesta, melihat Dia dalam peran-Nya sebagai korban dan imam bagi semua orang yang mengakui Dia sebagai Tuhan, dan mendengarkan Dia ketika Dia mengundang kita bekerja sama dengan Dia dalam menyelesaikan rencana besar penyelamatan orang-orang berdosa di Planet Bumi.

Catatan

1Setan menyatakan bahwa manusia tidak dapat memelihara hukum Tuhan. Untuk membuktikan bahwa mereka dapat, Kristus menjadi manusia, dan hidup dalam ketaatan yang sempurna, sebagai bukti kepada makhluk manusia yang berdosa, dan ke-pada malaikat surga, bahwa manusia dapat memelihara hukum Tuhan melalui kuasa ilahi yang disediakan dengan berkelimpahan bagi mereka yang percaya. Untuk menyatakan Tuhan kepada dunia, untuk mendemonstrasikan sesungguhnya apa yang ditolak oleh Setan, Kristus dengan sukarela mengambil kemanusiaan, dan dalam kuasa-Nya, manusia dapat taat kepada Tuhan…Dia, sebagaimana kita adanya, adalah mengalami pencobaan musuh. Setan bersukaria ketika Kristus menjadi manusia, dan ia memotong setiap langkah-Nya dengan segala bentuk pencobaan. Kelemahan dan air mata manusia adalah bagian-Nya; namun Dia mencari Tuhan, berdoa dengan seluruh jiwa-Nya, dengan seruan dan tangisan kuat; dan Dia didengar dalam ketakut-anNya. Kehalusan musuh tidak dapat mempedayai-Nya ketika Dia menjadikan Tuhan sebagai kepercayaanNya, dan taat kepada fir-manNya. ‘Pangeran dunia ini datang,’ kata-Nya, ‘dan tidak mene-mukan apapun di dalam Diri-Ku. Ia tidak dapat menemukan apa-pun di dalam Diri-Ku yang menanggapi penyesatannya”—Signs of the Time, 10 Mei 1899.

2 “Kristus tidak berpura-pura dalam mengambil kodrat manusia’ Dia benar-benar mengambilnya. Dia dalam kenyataannya memiliki kodrat manusia. “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka” (Ibrani 2:14). Dia adalah anak lelaki Maria; Dia adalah keturunan Daud menurut ke-turunan manusia. Dia dinyatakan sebagai manusia, bahkan Anak Manusia Yesus Kristus… Melalui ketaatanNya kepada seluruh hukum Tuhan, Kristus memberikan penebusan bagi manusia. Ini tidak dilakukan dengan keluar dari Diri-Nya menjadi sesuatu yang lain, namun dengan mengambil kemanusiaan ke dalam Diri-Nya. Maka, Kristus memberi manusia suatu keberadaan dari dalam Diri-Nya.Untuk membawa manusia ke dalam Kristus, untuk membawa manusia yang telah jatuh kepada satu kesatuan dengan keilahian, adalah pekerjaan penebusan. Kristus mengambil kodrat manusia sehingga manusia dapat menjadi satu dengan kodrat ilahi, dan menjadi lengkap di dalam Dia.”—Review and Herald, 5 April 1906.

3 “Pengantaraan Kristus demi manusia di dalam Bait Suci di atas adalah sangat mendasar bagi rencana keselamatan sebagaima-na kematianNya di salib.”—The Great Controve-sy, hlm. 489.


Mari bagikan artikel ini

1 thought on “DI MANAKAH YESUS SEKARANG?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *