PELAJARAN PERTAMA YESUS TENTANG SALIB

Belajar Alkitab
Mari bagikan artikel ini

Sangat mengherankan jikalau kita mengetahui bahwa Yesus menunggu sampai dekat akhir pelayanan-Nya sebelum Dia menyatakan dengan jelas kepada murid-murid-Nya tentang penyaliban atas diri-Nya yang akan segera terjadi.

Bila kita ingat bahwa ajaran tentang salib adalah satu tema inti dari pekabaran Injil, bagaikan matahari dari kebenaran surgawi, kita heran mengapa Juruselamat menunda sampai sekian lama untuk mengajarkan kebenaran yang sangat penting ini. Hanya sekali saja Dia menyatakan secara samar-samar tentang kematian-Nya. Dia hanya menyatakan mengenai “bait Allah” yang dirombak dan akan dibangunkan lagi dalam tiga hari (Yohanes 2:19), bahwa Dia akan ditinggikan seperti ular tembaga (di padang gurun) (Yohanes 3:14), bahwa Dia memberikan dagingNya untuk kehidupan dunia (Yohanes 6:51), mengatakan tanda nabi Yunus (Matius 12:39) atau mengata-kan mengenai perpisahan yang sedih ketika Mempelai laki-laki itu diambil dari sahabat-sahabatnya (Matius 9:15).

Tapi murid-murid tidak menangkap arti ungkapan yang penuh makna.  Apa yang mereka butuhkan adalah cerita yang jelas dan lengkap tentang kejadian yang akan menggoncangkan jiwa yang akan terjadi. Yesus tidak membuka rahasia itu sampai kunjungan-Nya di pantai Kaesaria Filipi hanya beberapa bulan sebelum goncangan iman itu terjadi.

Juga sangat mengherankan bahwa hanya pada waktu yang ber-samaan Yesus bertanya kepada murid-murid, apa pendapat mereka tentang diri-Nya. Jangka waktu yang cukup harus diberikan kepada murid-murid untuk menumbuhkan semangat mereka yang dangkal yang ditimbulkan oleh awal Pelayanan-Nya, menjadi suatu pengaku-an iman yang akan dapat menghadapi pencobaan.

Dan iman mereka terhadap keilahian Yesus benar-benar diuji. Dalam keengganan-Nya memberikan gelar bagi diriNya sendiri sebagai “Anak Allah” Dia memperoleh kesenangan dengan selalu menyebut Diri sebagai “Anak Manusia”. Dia telah berangsur-angsur mengecewakan harapan orang-orang Yahudi tentang Mesias yang mereka harapkan. Dengan tegas Dia menolak tepuk tangan orang-orang yang ingin melihat di dalam Diri-Nya kegenapan harapan populer mereka, Dia terlihat puas untuk tetap dalam keadaan miskin dan tidak terkenal. Dia tidak tertarik untuk memperoleh persetujuan dari majelis agama yang ada, tapi sebaliknya mengikuti suatu jalan yang tampak-nya mengundang kebencian mereka.

Setelah percakapanNya yang sulit dimengerti tentang Roti Kehidupan, banyak di antara pengikut-Nya yang pergi meninggalkan Dia. Dia malah dengan berani membubarkan kumpulan orang yang hendak menjadikan-Nya raja. Sekarang Dia “dibenci dan dihindari orang.” Para murid-murid punya segala alasan tampaknya, untuk meninggal-kan iman manusiawi, iman secara dunia terhadap Yesus sebagai Kristus.

Bagaimana Murid-Murid Mengenal Kristus

Pada saat  yang sama mereka telah melihat banyak bukti untuk meneguhkan dorongan kuat Roh Kudus yang meyakinkan bahwa Manusia ini adalah sungguh-sungguh Anak Allah. Dan bukti-bukti ini tidak terbatas pada mukjizat-mukjizat yang Yesus lakukan. Mukjizat-mukjizat seperti ini dapat dipertahankan baik oleh kawan atau lawan, atau dibuang. Mukjizat-mukjizat secara fisik jarang menguatkan iman yang sejati. Apa yang meneguhkan iman murid-murid adalah keajaiban kasih yang bukan dari dunia, yang terlihat pada setiap kata dan tindakan Yesus. Ada kebijaksanaan rohani yang sangat dalam dan jamahan dari surga dalam setiap perkataan-Nya. Mengacu pada hal-hal inilah Yesus menghimbau kepada Filipus agar percaya kepada-Nya. Yohanes 14:11,12. Penolakan terhadap “pekerjaan” ini adalah rasa tidak percaya yang merupakan dosa yang tak berpengharapan dan yang tak dapat diobati dari pemimpin-pemimpin Yahudi, penolakan ini tidak  menentang Anak Allah tetapi menentang Roh Kudus. Tetapi murid-murid percaya! Sekarang di Kaisarea Filipi, beberapa bulan sebelum penyaliban, mereka akhirnya siap mengakui iman  mereka.

Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Matius 16:13. Jawaban mereka akan menyanjung orang lain kecuali Anak Allah. Pendapat umum menyatakan Dia sebagai Elia, Yeremia atau nabi-nabi lainnya. Tidak puas dengan jawaban mereka, Yesus meng-ajukan pertanyaan kepada murid-murid-Nya untuk mempertegas konsep mereka yang masih samar-samar menjadi pengakuan yang dalam:”Tapi katamu, siapakah Aku ini?” Ayat 15.

Petrus adalah yang pertama menemukan kata-kata untuk menyatakan penegasan imannya yang mencengkram jiwa mereka. Orang itu bukan hanya sekedar seorang yang lebih besar dari nabi-nabi, Ia juga bukan hanya Mesias yang sejak lama telah dinanti-nantikan manusia. “Engkau adalah Kristus, Anak Allah yang hidup,” dia menyatakan dengan berani. Ayat 16.

Yesus memuji iman Petrus, tapi segera memperingatkan dia agar tidak tertipu oleh dosa memuji diri. “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga.” Ayat 17. Petrus tidak boleh merasa dia lebih pandai dari murid-murid yang lain. Sepandai-pandainya otak manusia bila tidak dibantu Roh Kudus, sama sekali tak mampu mengenal Tuhan ketika Dia tampak dalam penyamaranNya” “tidak ada seorangpun yang dapat mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan selain oleh Roh Kudus.” 1 Korintus 12:3 (b). Anak Allah melangkah pada jalan kehidupan yang berdebu 2000 tahun yang lalu, tidak dikenal dan dipahami oleh manusia, demikian juga selama bertahun-tahun sejak itu, kebenaran surga juga tidak dipahami oleh “darah dan daging.”

Melalui pengakuan iman murid-murid-Nya, Yesus juga siap untuk meletakkan dasar dan batu penjuru dari gerejaNya. “Di atas batu karang ini (pengakuan identitas diri-Nya) Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menang terhadapnya.”Matius 16:18. Sekarang kita melihat Dia bekerja dengan cepat dan trampil, sebagai Ahli Bangunan dan Tukang Ilahi yang bijak mendirikan sebuah ba-ngunan iman melawan “alam maut” yang tidak menang terhadapnya.

Sekarang murid-murid-Nya sepenuhnya diyakinkan akan keilahian-Nya, Dia mempersiapkan mereka untuk diberitahukan tentang kema-tianNya. Mengambil semua tabir mistik yang telah menutupi keterangan singkat sebelumnya tentang salib, Dia berterus terang, bahkan blak-blakan, mengatakan pada mereka bahwa Dia harus mengalami penolakan dan dibunuh. “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam dan ahli-ahli Taurat, dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” Ayat 21.

Mendengarkan hal itu murid-murid lebih merasa heran dari pada merasa takut. Pemikiran bahwa Allah mempunyai seorang Putra adalah suatu yang revolusioner bagi pikiran orang Yahudi; sekarang buah pikiran tentang Anak Allah mati tampaknya tak dapat mereka pahami. Bagi mereka semuanya itu tidak masuk akal. Seorang Mesias yang disalib gantinya dimuliakan, yang dimahkotai sebagai penguasa dunia, adalah suatu penghinaan inteligensi mereka, suatu peristiwa yang menghebohkan. Semakin yakin mereka bahwa Yesus adalah Anak Allah, semakin bingung dan kacau pikiran mereka men-dengar bahwa Yesus harus mati.

Baca juga:

Salib Sebagai Rahasia Alam

Simon bin Yunus, orang sama yang diberkati, orang yang mengakui Yesus sebagai Anak Allah sekarang adalah orang yang pertama juga, yang menyangkal akan salibNya. Khawatir akan keseimbangan jiwa Yesus setelah mendengar pernyataan Yesus yang mengagetkan bagi kawan-kawan-Nya, Petrus yang bermaksud baik, memegang badan sang Guru seolah-olah hendak menarik Gurunya keluar dari pikiran semacam itu.  Perlakuan jahat tidak boleh diberikan kepada-Nya oleh manusia khususnya oleh Umat Pilihan! Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu.” Ayat 22. Salib adalah untuk para penjahat, bukan untuk orang baik, dan khususnya bukan untuk Anak Allah!

Demikianlah salib adalah “batu sandungan” dan “kebodohan” bagi murid-murid Yesus yang mula-mula, dan juga sebuah “kejahatan.” Demikian pula hal itu bagi kita sekarang. Kita tidak  perlu terkejut atas kebingungan murid-murid. Jika “darah dan daging” tidak dapat mengerti ajaran bahwa Yesus adalah Anak Allah, demikian juga Petrus tak dapat memahami ajaran tentang salib-Nya tanpa bantuan Roh. Buah pikiran ini adalah sesuatu yang berada di luar jangkauan pikiran manusia dan tak dapat diselami tanpa pernyataan dari Roh Kudus. Adalah baik bagi murid-murid bahwa sebelum Yesus mengatakan berita yang menggoncangkan itu, Yesus lebih dulu menanyakan keya-kinan mereka tentang Anak Allah. Jika tidak demikian mereka akan kaget dan dalam ketidakpercayaan mereka, mereka meninggalkan Dia seperti yang telah dilakukan oleh banyak murid-murid lain sebelumnya. Agama buatan manusia dapat menemukan “mesias”, tetapi tidak ada seorangpun yang dapat memahami penderitaan dan kematian seorang Mesias yang mempersembahkan Diri-Nya dalam kasih yang tak dapat dibayangkan bagi dunia.

Apakah Kita Lebih Baik dari Petrus?

Pikiran manusia sekarang tanpa bantuan Roh Kudus adalah sama butanya terhadap kebenaran salib itu seperti halnya murid-murid Yesus yang pertama. Kita bahkan berada dalam bahaya yang lebih besar sebab kita mempunyai apa yang mereka tidak miliki—sebuah pengetahuan tentang fakta penyaliban dan hampir seluruh dunia mengetahui bahwa itu benar-benar terjadi. Tetapi “pengetahuan rasional” ini dapat membingungkan jalan menuju pengertian dalam hati tentang salib jika kita berpendapat bahwa kita beruntung lahir pada zaman kekristenan sekarang ini sehingga memiliki pengetahuan lebih baik daripada Petrus. Kita mungkin merasa bahwa secara alamiah kita lebih bijaksana dari Petrus, karena kita hidup dalam zaman yang lebih terang, dan kita telah lulus dari kebodohan rohani seperti kebodohan rohani Petrus. Jika demikian, kita kehilangan seluruh makna dari injil.

Kita tidak dapat mengerti apa yang terjadi di Kaisarea Filipi jika kita tidak menyadari bahwa sifat alamiah manusia kita sama seperti sifat Petrus. Kegagalan menyadari hal ini dapat membuat kita mengulangi kembali kesalahan tragis dari Petrus dalam penolakannya atas salib. Dia menolaknya karena dia tidak mengerti, tetapi kita dalam bahaya karena kita menolaknya walau kita mengerti.

Alasan mengapa Petrus bereaksi seperti itu akan menjadi jelas. Buah pikiran tentang salib adalah suatu yang orisinil, dan tidak dari dunia ini, sehingga hal seperti itu hanya dapat timbul dari pikiran Tuhan. Salib adalah kuasa dan kebijaksanaan Allah. 1 Korintus 1:18,24. Salib adalah strategi ilahi dalam peperangan rohani. Tetapi reaksi Petrus terhadap pernyataan Juruselamat yang mengagetkan adalah reaksi yang sama dari semua orang di mana saja dan kapan saja. Dia mengekspresikan pikiran kita hari ini, dalam menanggapi ide penyaliban sebagai satu ide yang bodoh dan menjijikkan.

Yesus menyatakan pengertian ini dalam teguranNya kepada Petrus yang telah menyela secara tidak sopan: “Engkau batu san-dungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Matius 16:23. Petrus adalah seorang manusia biasa, seperti salah seorang diantara kita yang dapat “merasakan” atau memahami hanya hal-hal yang berasal dari  manusia. Petrus tidak lebih “jahat” dari pada kita—dia adalah sebagaimana adanya. Dan sebagai dirinya sendiri, dia tak dapat “merasakan”  “hal-hal mengenai Allah” untuk melihat dengan jelas arti salib itu. Hal-hal “bagi manusia” yang membutakan pengertiannya, membutakan kita juga.

Tetapi kita belum mempertimbangkan sumber sesungguhnya perlawanan Petrus terhadap salib Tuhan kita. Yesus tidaklah bertindak kasar atau marah kepada Petrus yang malang, dan kata-kata-Nya bukanlah ucapan dari emosi yang tak terkendali. Teguran-Nya yang sangat keras kepada murid yang dikasihiNya menunjukkan sumber yang sesungguhnya dari pendapat duniawi yang dilontarkan Petrus. Yesus hanya menunjukkan jari-Nya kepada sumber perlawanan manusia terhadap salib, “Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: Enyahlah Iblis, Engkau suatu batu sandungan bagiku.” Ayat 23. Kasihan Petrus! Dia tidak menyadari bahwa ia telah diperalat oleh Setan untuk mengalihkan langkah Kristus dari tujuan pengorbanan-Nya. Kristus melihat bahwa pikiran Petrus bersumber dari pemberontak mula-mula di Surga.

Kita tidak boleh menganggap bahwa Petrus adalah Setan, tetapi sikap Petrus terhadap salib adalah lebih dari sekadar kesalahan akibat ketidakmengertian sifat manusia. Sikap Petrus memantulkan dengan sempurna sikap Setan sendiri. Kita dapat bayangkan murid-murid sekarang terdiam setelah kuasa teguran Yesus masuk dalam benak mereka.


Mari bagikan artikel ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *